13 - Have a Nightmare.

150 11 0
                                    

"Ini kebetulan yang menyenangkan bukan? Elo terlalu sulit untuk di dekati, membuat gue semakin ingin mengincar elo. Dan ternyata waktunya pas sekali dengan cewek itu yang terobsesi juga sama sahabat lo. Jadi, sorry kalau lo harus berakhir kayak gini, Ara my little girl."

Aku bangun dari tidurku dengan nafas menderu dan terengah-engah.
Sakit. Kepalaku sakit memimpikan bisikan suara dia yang terdengar sangat nyata.
Air mataku mulai jatuh perlahan membasahi kedua pipiku. Dengan gusar aku menyibakkan selimut lalu menurunkan telapak kakiku ke lantai kamarku yang dingin.
Aku berdiri lalu mulai membuka laci meja belajarku yang paling bawah, tanganku merogoh ke dalam pojok laci untuk mencari benda itu.
Karena terakhir kali, kalau aku tidak salah ingat aku masih menyembunyikan sebungkus rokok yang belum sempat ku sentuh.

Feelingku benar, sebungkus rokok yang masih utuh berhasil ku keluarkan dari dalam laci.
Aku menghapus jejak-jejak air mata yang membuat wajahku basah, dan mengusap kedua lengan atasku berulang kali supaya gemetar tubuhku sedikit hilang.

Aku tau aku tidak punya pemantik api di kamarku, jadi aku harus turun ke bawah untuk mengambil persediaan milik Mami di dapur.
Aku melirik jam waker di nakas yang menunjukkan waktu pukul 2 dini hari.

Sialan, gue baru tidur 2 jam tapi udah kebangun lagi gara-gara mimpi buruk.

Pun aku melangkah pelan menuju pintu kamarku, membukanya dengan sangat hati-hati supaya tidak menimbulkan suara sedikitpun.
Setelahnya aku berjalan mengendap-endap menuruni tangga satu per satu.
Lantai bawah sudah gelap gulita, jadi aku mencoba membiasakan mataku supaya nantinya aku tidak tersandung.
Aku membuka laci demi laci di kitchen set untuk mencari pemantik api. Dan tepat di laci ketiga aku menemukannya, korek kayu batang yang langsung ku masukkan ke saku piyamaku.
Aku menutup lacinya perlahan kemudian bergegas kembali menuju ke kamarku.
Namun disaat aku hendak membalikkan tubuhku, ada seseorang yang lebih dulu menepuk bahuku.
Segera aku menutup mulutku dengan kedua tangan supaya tidak berteriak, walaupun aku sangat terkejut.

Semoga bukan hantu, gumamku dalam hati.

Dengan perasaan takut aku memberanikan diri untuk berbalik, dan aku langsung menghembuskan nafas lega ternyata yang mengagetkanku bukan hantu apalagi Ayah.

"Al, ngapain?" Evan memandangku dengan wajah bingung.
Ya, karena kemarin aku sempat syok perihal Rian. Evan memutuskan untuk menginap di rumahku dengan alasan khawatir pada diriku.

Aku menggigit bibir, mencoba mencari jawaban yang masuk akal. Evan adalah sahabatku yang paling tidak mudah dibohongi.

"Uh, itu aku lagi cari mug sama susu cokelat. Aku gak bisa tidur Van." Keluhku dengan wajah sepolos mungkin.

Evan manggut-manggut, syukurlah sepertinya kali ini dia percaya padaku.

"Yaudah kamu tunggu di kamar aja Al, biar aku yang bikinin. Nanti aku anter ke kamar." Ujarnya tersenyum tulus.

Aku mengangguk kecil,
"Oke. Makasih ya Van."

Dengan sekasual mungkin aku menaiki tangga kembali menuju kamarku.
Aku duduk bersila diatas kasur sambil memainkan HP, sekaligus menghilangkan kegelisahanku juga.

Tidak lama kemudian terdengar bunyi pintu diketuk.
Aku segera turun dari kasur dan membukakan pintu.

Muncullah Evan yang sedang memegang mug di tangan kanannya.
"Ini susu coklatnya Al."

Aku menerima mug dari tangan Evan dan tersenyum penuh rasa terimakasih.

"Mau ditemenin dulu sampe susunya abis?" Tanya Evan sambil mengacak rambutku.

Aku menggigit bibir, lagi. Lalu mengangguk ragu.
"Bo-boleh. Masuk aja Van."

Aku sedikit menyingkir supaya Evan bisa masuk ke dalam kamarku.
"Aku nyalain ya lampunya, masa gelap-gelapan gini."

I AM a FREAK teenagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang