This is long chapter.
Enjoy!
Sebelum masuk ke kelas aku hendak ke toilet dulu untuk memeriksa keadaan mataku apakah sudah membaik atau belum, jadi aku menyuruh Evan pergi ke kelas lebih dulu.
Aku mendesah pelan sambil melihat bayanganku sendiri melalui cermin di depanku.
Masih bengkak banget, rutukku dalam hati.
Aku mengambil concealer dari dalam tas dan mengoleskan ulang tipis-tipis di sekitar mataku, lalu memakai kembali kacamataku.
Setelah selesai aku bergegas keluar dari dalam toilet, namun tiba-tiba ada yang mencekal pergelangan tanganku.
Aku melotot menyadari siapa yang ada di depan mataku saat ini."Apaan sih lo? Lepasin gak?" Seruku galak.
Rian, si senior gila malah tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya.
"Gak Ara. Lo harus dengerin gue dulu." Ujarnya menatap intens ke dalam mataku.
Tubuhku bergidik ngeri, suasana sekolah sudah sepi karena saat aku keluar dari toilet bertepatan dengan bel masuk yang berdering. Apalagi Rian menahanku persis di depan toilet perempuan. Jarang-jarang ada yang ke toilet di saat masih pagi begini.
Keringat dingin mulai mengucur turun di dahiku. Aku takut, tatapan Rian beda sekali dengan yang dulu. Entah dimana bedanya, pokoknya instingku mengatakan ada yang berbeda darinya. Beda dengan arti yang negatif.
"Gak ada yang musti gue dengerin lagi dari orang kayak lo, ngerti?" Ucapku seketus mungkin, mencoba tidak memperlihatkan ketakutanku padanya.
"Kenapa lo lebih milih murid pindahan itu daripada gue?"
Aku membelalakkan mata sedikit terkejut,
"Asal lo tau ya Ri. Lo bukan siapa-siapa gue dan gak akan pernah jadi siapapun buat gue.""Tapi gue mau lo jadi milik gue Ra!" Sentaknya.
"Itu bukan urusan gue! Lo sinting hah? Urusin aja pacar lo Sisca." Raungku emosi.
Wajah Rian berubah merah padam, satu tangannya yang bebas menangkup wajahku.
"Udah gue bilang, gue bakal putusin Sisca kalo elo mau sama gue. Dan lo harus mau." Desisnya.Aku memejamkan mataku karena rasa takut yang menyergap. Tubuhku mulai gemetar, tanganku juga sudah terasa kaku dan dingin.
"Gue gamau Ri. Harus berapa kali gue bilang." Ujarku dengan suara parau dan air mata yang mulai menetesi kedua pipiku.
Pikiranku sudah kacau sekarang, namun sejenak kemudian ada yang menampik kasar tangan Rian dari wajahku. Dan ada tangan lainnya yang juga melepaskan cekalan Rian dari tanganku.
"Bro! Lo denger sendiri kan kalo Al udah bilang gamau sama lo? Jangan beraninya sama cewek doang!"
Aku hafal suara ini, pun aku memberanikan membuka mataku. Dan terlihatlah punggung tegap Evan berdiri di depanku, dan juga.. Rafi? Aku tidak menyangka Evan dan Rafi bisa datang bersamaan.
Aku menggelengkan kepalaku mencoba fokus dengan apa yang sedang terjadi disini."Gausah ikut campur deh, lo berdua cuma murid pindahan yang gak tau apa-apa." Timpal Rian dengan wajah songongnya.
Evan langsung mencengkeram kerah baju Rian, wajah sahabatku terlihat sangat marah. Sementara Rafi menempelkan tangannya di bahu Evan, mencoba menahan emosi sahabatku supaya tidak membuat masalah menjadi lebih besar lagi.
Evan menghembuskan nafas kasar, ia menengok sepintas ke arah Rafi.
"Lo pegangin Al dulu aja, takut dia pingsan. Gue gak bakalan main kekerasan, karena bokap Al juga bisa ngamuk nantinya. Jadi lo tenang aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
I AM a FREAK teenager
Ficção AdolescenteJika kamu dihadapi dua pilihan. Pertama, seseorang dari masa lalumu yaitu sahabatmu sekaligus pernah menjadi pacarmu yang menerima kamu dengan semua rahasia kelammu. Kedua, seseorang di masa kini yang belum tentu bisa menerima rahasia kelammu, dan b...