Sejak pagi aku uring-uringan karena Rafi ketara sekali sedang menghindariku. Sementara Evan hanya cekikikan dengan wajah konyolnya melihat kami. Padahal kan secara tidak sengaja Evan yang menyebabkan kesalah-pahaman ini.
Bel pulang berbunyi adalah batas akhir kesabaranku.
Rafi sudah keluar kelas lebih dulu, dengan terburu-buru aku memasukkan semua buku ke dalam tas.Sebelum aku mengejar Rafi, aku lebih dulu mendelik kesal pada Evan.
"Aku pulang sendiri ya, kamu duluan aja." Ujarku ketus.
Evan mengangguk sekali dan menyengir polos padaku.
Tasku segera kusampirkan ke bahu lalu aku pun berlari keluar kelas tanpa menghiraukan teriakan Juli yang memanggil namaku.
Kepalaku menengok ke kanan dan kiri untuk mencari keberadaan Rafi di sepanjang koridor. Dan aku melihat sekelebat punggungnya yang berbelok ke arah parkiran sekolah, dengan kecepatan penuh aku kembali berlari.
Rafi sudah memegang pintu mobilnya, waktunya sangat pas karena aku berhasil menepuk bahunya.
Nafasku sudah terputus-putus, dan ketika Rafi membalikkan tubuhnya aku pun tersenyum lebar sambil menyeka bulir keringat yang mengalir di dahiku.
Rafi seakan enggan menatapku, dia hanya diam saja, membalas senyumku pun tidak.
Tiba-tiba aku merasa sangat malu, kami berdua kan tidak terikat hubungan apapun. Pasti akan sangat aneh nantinya jika aku menjelaskan perihal tidur siang kemarin."Kenapa?"
Aku tersentak dari pikiran negatifku ketika Rafi mau membuka suara pertamanya untukku di hari ini.
Aku meremas jari tanganku sendiri karena gelisah,
"Eng.. itu Raf. Uh, itu. Gue boleh pulang bareng lo?"Rafi mengangkat satu alisnya, dia menatapku seolah aku sedang bertanya hal yang tak masuk akal padanya.
"Revan kemana?" Rafi balik bertanya padaku.
Aku cepat-cepat memutar otak untuk memberikan jawaban yang tepat.
"Ada perlu, gatau apaan." Jawabku akhirnya karena tidak terpikirkan alasan lain yang lebih jenius.
"Yaudah, masuk." Ujarnya datar.
Aku menyeringai senang lalu berjalan memutar untuk masuk ke dalam mobilnya.
"Mau mampir dulu ke taman yang waktu itu gak, Raf?"
"Kenapa?"
"Ya gapapa. Gamau?"
"Boleh."
Karena tamannya tidak terlalu jauh dari sekolah, hanya butuh waktu 10 menit untuk kami sampai disana.
Aku berjalan di depan menuju gazebo dengan Rafi yang mengikuti di belakangku.
Aku sudah duduk manis di dalam gazebo berlindung dari teriknya sinar matahari, kemudian aku mengkodekan pada Rafi supaya segera duduk juga.
"Gue beli minum dulu deh." Ucap Rafi sembari mengedikkan dagunya ke arah deretan warung yang berjualan macam-macam minuman.
Aku mengangguk dan Rafi pun berjalan menjauh menuju warung tersebut.
Beberapa saat kemudian Rafi kembali dengan dua gelas es jeruk di tangannya.
Aku tersenyum berterima kasih lalu menyeruput minumanku, sedaritadi aku memang sudah didera oleh rasa haus dikarenakan harus berlari-lari mengejar Rafi.Dalam beberapa menit diantara kami masih belum ada yang bersuara, sampai akhirnya aku sudah tidak tahan lagi untuk menjelaskan kejadian kemarin. Aku sangat tidak nyaman dengan sikap Rafi yang sekarang terlihat antipati denganku.

KAMU SEDANG MEMBACA
I AM a FREAK teenager
Fiksi RemajaJika kamu dihadapi dua pilihan. Pertama, seseorang dari masa lalumu yaitu sahabatmu sekaligus pernah menjadi pacarmu yang menerima kamu dengan semua rahasia kelammu. Kedua, seseorang di masa kini yang belum tentu bisa menerima rahasia kelammu, dan b...