Chapter 6

15.2K 907 3
                                    

AUTHOR POV

Gadis cantik itu membulatkan matanya lebar tatkala ia melihat sosok lelaki yang sangat dikenalinya, sosok lelaki yang dulu menjadi panutannya, sosok lelaki yang dulu melindunginya, dan sosok lelaki yang bahkan rela mempertaruhkan nyawanya demi putri kecilnya.

Tapi semuanya berubah saat perempuan itu datang dan memporak porandakan semuanya. Kesempurnaannya, keluarganya, bahkan harga dirinya. Bukankah ada yang pernah berkata bahwa laki laki akan hancur pada tiga titik? Ya! Tiga titik itu adalah, harta, tahta, dan wanita. Naas bukan?

Gadis cantik itu terpaku lidahnya kelu tak bisa mengucapkan apapun matanya kosong namun tajam seolah mengintimidasi lawannya. Ia tahu ini akan terjadi, tapi ia tak menyangka ini akan terjadi secepat ini.

Ya! Gadis itu adalah prilly dan sosok laki laki yang ada dihadapannya saat ini adalah PAPANYA.

Sungguh bahkan ia tak sanggup menganggap laki laki di depannya ini sebagai papa bahkan ia tak ingin memiliki papa seperti dia. Kalau boleh prilly minta ia lebih memilih tak dilahirkan ke dunia dari pada harus menjadi keturunan laki laki bejat seperti papanya.

Bagaimana tidak bejat, menyuruh laki laki mendekati istrinya lalu menuduh istrinya selingkuh padahal jelas bahwa istrinya menolak laki laki suruhannya, hanya untuk menutupi kebrengsekannya karena kenyataannya adalah dia yang berselingkuh.

"Hai putri papa" pria paruh baya itu tersenyum menyapa putri kecilnya yang telah beranjak dewasa.

Prilly bagai dihantam bom besar, hatinya teriris piku melihat keadaan papanya saat ini. Bagaimana tidak laki laki paruh baya di depannya tampak kacau. Badan kurus, jambang yang menebal, rambut berantakan, bahkan pakaian yang sangat tidak pantas untuk digunakan seorang pengusaha sepertinya.

Rasa benci menguap seketika, air matanya berhasil lolos melewati pipi mulusnya yang sedikit gembil, janji yang petnah ia ucapkan pada sang mama seketika hilang dari ingatannya, membuat ia berkali kali lebih iba pada sang ayah.

Laki laki paruh baya itu mendekat, setelah sampai ia memeluk putri kecilnya, princess yang dulu ia bangga banggakan. Memeluknya erat sambil sesekali berucap "maaf" hanya itu yang dapat ia katakan, dia malu sungguh dia sangat malu berhadapan dengan putrinya dalam keadaan seperti ini.

Prilly hanya diam mematung, tak membalas atau menolak pelukan sang ayah. Sungguh prilly ingin berteriak pada semua orang di dunia ini. Mengapa hidupnya seperti ini! Mengapa!

Laki laki paruh baya itu melepas pelukannya. "Papa sudah mengira kamu pasti sangat membenci papa, tapi percayalah papa menyesal nak, sungguh" prilly tetap diam memperhatikan kata kata apalagi yamg akan dikeluarkan oleh papanya.

"Bahkan papa malu sama diri papa sendiri, dengan keadaan seperti ini papa nekat menemuimu, tenanglah nak papa hanya ingin berpamitan padamu, papa janji setelah ini papa tak akan mengganggumu lagi"

Bagai disambar petir disiang bolong, bagai dihujam seribu anak panah hati prilly tersayat sakit. Tanpa aba aba ia menerjang papanya dengan pelukannya, sungguh ia ingin berkata pada tuhan ia mencabut janjinya. Janji yang dulu pernah ia ucapkan di depan pusara sang ibunda. Ia memaafkan ayahnya sangat memaafkan.

Tuhan memang ahli bukan dalam hal membolaj balikkan hati manusia. Lihatlah bahkan prilly yang dulu sangat membenci papanya kini ia memaafkan laki laki itu, sangat malah.

"Prilly maafin papa, prilly juga minta maaf pa"
"Sstt bukan kamu yang salah nak tapi papa, harusnya papa yang meminta maaf"

Prilly melepaskan pelukannya, mengajak papanya menuju ruangan kebesarannya. Ya! Papa prilly mendatangi butik prilly saat prilly akan keluar makan siang dan dia terkejut saat melihat sosok laki laki yang dikenalnya menemuinya.

Drowning in the pastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang