Chapter 8

14.8K 960 4
                                    

ALI POV

Mendengar cerita tentang masa lalunya membuatku seperti dihantam ber ton ton batu. Sakit, sesak, semua jadi satu. Melihatnya terluka akan masa lalunya, ayah kandungnya sendiri yang menorehkan luka untuknya. Sungguh! Ingin rasanya aku melindungi gadis disampingku ini.

Dan apa kalian tahu? Saat ayahnya datang menemuinya ia sama sekali tak mengingat kesakitan itu, bukan..bukan tak mengingat. Ia mengingat hanya saja rasa sayangnya pada ayahnya itu lebih besar hingga menutup kebencian prilly pada ayahnya, melupakan janji yang pernah ia ucapkan didepn pusara sang ibu.

Tuhan, bolehkan aku meminta izin padamu untuk menjaga gadis disampingku yang saat ini sedang berhadapan denganku. Senyumnya, bahkan ia masih bisa tersenyum menyembunyikan luka terdalamnya.

Aku tahu akupun juga mempunyai masa lalu yang sama seperti dirinya hanya saja perbedaannya aku disakiti kekasihku sendiri. Dan apa yang kulakukan membenci kaum wanita bahkan aku pernah menganggap prilly sama seperti mereka.

Sungguh terkutuklah aku. Entah aku mendapat keberanian dari mana, aku memeluknya, erat. Dia menegang tapi setelah itu rilex, tak lama ia menangis memukul mukul dadaku.

Mungkin ia melampiaskan kekesalannya pada kaumku. "Luapkan jika itu membuatmu lega" kalimatku seolah mendorong sisi yang lain dari dirinya. Ia berhenti memukulku tapi ia menangis sambil berteriak.

Semua yang keluar dari mulutnya seolah ungkapan hatinya yang bertahun tahun menumpuk. "Ssstt...sudah cukup, berhentilah. Percaya, aku tak seperti mereka". Aku mengutuk diriku sendiri yang berkata seperti tadi.

Bagaiman bisa aku berkata seperti tadi, padahal niat awalku adalah menaklukannya, mendapatkannya, dan mengambil harta berharga miliknya. Sungguh kejam bukan rencana busukku itu.

Tapi aku berjanji setelah ini bisa kupastikan tak kan ada air mata kesedihan lagi yang ia keluarkan. "Sudah tenang?" ia mengangguk ragu, ku renggangkan pelukanku mengapit wajahnya, menghapus jejak air mata yang masih saja mengalir.

"Ssst....cukup, jujur aku ikut sakit melihatmu seperti ini" ia menatapku bingung, mungkin ia berfikir bagaimana bisa pria es sepertiku memiliki hati? Entahlah yang jelas, saat ini hatiku bergerak untuk melindungi dan menjaganya.

Mencintainya? Aku tak tahu, yang kutahu setiap aku berdekatan dengannya jantungku berubah menjadi abnormal, apa itu cinta? Bahkan aku lupa bagaimana rasanya jatuh cinta.

"Terima kasih" gumaman itu masih bisa kudengar. "Sama sama, jangan siksa dirimu lagi. Jika kau butuh temn hubungi aku, aku siap menjadi sandaranmu" sekarang dan selamanya, kalimat terakgir yang hanya mampu kuucapkan dalam hati.

Hey! Pipinya merona, seperti bayi saja, ingin rasanya aku mengecup pipi gembilnya itu. "Apa kau menggunakan blush on yang berlebihan?" dahinya berkerut, aku menahan tawa. Bagaiman bisa ia bingung dengan perkatanku barusan? Mungkin efek sehabis menangis.

"Mengapa kau baik padaku?" aku menggaruk tengkukku yang tak gatal. "Entahlah" ia mengangguk, "ku harap perhatianmu bukan karena rasa kasihan". Tidak! Bahkan tak terlintas di benakku sama sekali. Lalu apa yang harus aku katakan padanya? Simpati? Itu tidak mungkin, peduli? Ah! Aku seperti dia seperti korban bencana alam saja.

Aku hanya mampu menggelengkan kepalaku, menandakan perhatiaku bukan dari rasa kasihanku untuknya. "Lalu?" ah! Kenapa kau banyak tanya? "Sudahlah turuti saja perkaanku, mudah kan? Tak usah banyak tanya" ia mencebikkan bibirnya, ah! Lucu sekali, ingin sekali aku merasakan bibir ranum itu.

Segera aku menjalankan kembali mobilku menuju butiknya. Tak perlu berlama lama aku sudah sampai. Membukakan pintu mobil untuknya? Bukan ide buruk. Sekejap ia terkejut, lalu normal kembali "terima kasih" ah manisnya gadisku ini!.

Apa kau bilang? Gadismu? Bahkan kau dan dia tak memiliki ikatan apapun, bagaimana bisa kau mengklaim nya milikmu?

Sial! Sisi burukku meneriaki sikapku.

"Tunggu" aku menggenggam tangannya, betapa halusnya tangan ini tuhan. "Ya, kenapa?" entah mengapa tiba tiba aku ragu mengajaknya. "Nanti malam ada acara?" stupid ali! Kenapa itu yang keluar? Sial! Turun sudah harga diriku, tapi Ah...sudahlah tak apa lagipula ini didepan gadisku.

Apa tak bisa ia berfikir sedikit lebih cepat? "Mmm....bisa kau yang minta izin pada papa ku?" hey! Sungguh berhati malaikat. Bagaiman tidak, kesalahan papanya dimasa lalu dimaafkan bahkan ia menyuruhku meminta izin pada papanya? Sungguh! Aku makin yakin dengan gadis didepanku ini.

Aku mengangguk lalu mengikuti prilly. Ruangan yang bagus, bercorak lembut tapi terkesan tegas, perpaduan antara merah darah, hitam, pink, dan peach. Tak bisa kubayangkan jika ia jadi istriku, mungkin kamar kami, dan anak anak kami akan di design sedemikian indah.

Hahaha...aku mentertawakan pikiran konyolku. "Apa yang kau pikirkan anak muda?" aku tersentak kaget saat suara pria paruh baya mengintrupsiku dari khayalan sejenakku. "Ah, tidak ada om" pria paruh baya didepanku ini tersenyim lantas mengangguk. "Kemari, duduklah".

Aku mengikuti intrupsi beliau. "Apa yang ingin kau bicarakan tuan besar? Sepertinya penting sekali hingga kau menemuiku kemari" sungguh aku terkekeh mendengar panggilan yang ditujukan papa prilly yang belum kutahu siapa namanya ini. Mungkin karena pakaian kantorku yang masih lengkap dan rapi membuat beliau memanggilku tuan besar.

"Ah, saya bukan tuan besar. Hanya anak dari orang tua saya" beliau mengangguk menanggapi jawabanku, lalu kulanjutkan mengutarakan maksudku kemari. "Saya menemui om ingin meminta izin mengajak putri om makan malam nanti, apa om tak keberatan?".

Papa prilly nampak berpikir sejenak kemudian mengangguk. Ah ya, perlu kujelaskan prilly tak ada disini, ia keluar setelah pegawainya memanggil dirinya. "Baikalh om izinkan, tapi satu hal yang harus kamu pegang". "Apa itu om?"

"Jaga anak om baik baik, om percaya kamu bisa menjaganya. Ku tahu kan anak om mempunyai trauma di masa lalu?" aku mengangguk, dan ingin rasanya aku menjawab itu karena ulahmu!. Tapi tak mungkin.

Tiba tiba wajah beliau berubah menjadi sendu, seoalh mengingat ngingat kepingan masa lalunya. "Saya tahu om, prilly telah menceritakan pada saya semuanya. Dan itu membuat saya bertekad untuk melindunginya". Beliau tersenyum lantas berdiri menepuk pundakku. "Baiklah om beri izin dan ingat laki laki yang dipegang janjinya bukan?" ya itu benar! Laki laki yang dipegang adalah omongan dan janjinya. Itu baru laki laki sejati.

"Hey, bagaimana? Kau sudah mengantongi izin dari pria ku?" aku terkekeh, ia tiba tiba masuk dan menyebut papanya dengan sebutan pria ku. Aku mengerling padanya "ya, bahkan semua izin sudah kukantongi".

Kulihat ia menatapku bingung, "semua izin? Memang kau izin apa saja?" ingin sekali aku terbahak saat ini. "Mau tahu saja" aku mengerling genit ke arahnya. Kulihat ia mencebikkan bibirnya. Ah ingin sekali aku mencicipi bibir ranum itu. Tapi apa boleh buat belum waktunya.

"Sebaiknya sekarang kau cepat selesaikan pekerjaanmu dan istirahat, nanti malam kau harus tampil canti nona" kudengan dia mendesis, aku hanya menggeleng geleng kepalu saja.

Drowning in the pastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang