Alluna - ABNORMAL

158K 12.5K 96
                                    

ALLUNA

ABNORMAL

Dua hari ini Bram bertingkah aneh. Mendadak pendiam, senyum bodohnya hilang, berangkat ke kantor pagi-pagi dan pulang saat tepat makan malam. Setelah itu, dia akan langsung mandi dan tidur. Seolah aku ini hanya manequin saja di penthouse itu.

Dan sudah dua hari ini si berengsek itu tinggal di tempat kami. Aku tidak pernah bertegur sapa dengannya. Aku akan keluar kamar jika dia di dalam kamar dan aku akan berdiam diri di kamar jika dia sedang mengobrol bersama Bram di luar kamarnya.

"Alluna sayang... mikirin apa sih dipanggil dari tadi juga, nggak ada suaranya"

Pria flamboyan itu, Robertus masuk ke dalam ruanganku disusul Rengganis di belakangnya. Mereka sahabat sekaligus rekan kerjaku.

"Pasti mikirin Bram kan?"

Tepat sasaran. Apa sebegitu kelihatannya kalau aku sedang memikirkan Bram.

"Rengganis bilang si berengsek itu tinggal bersama kalian sekarang?" Robertus mulai menginterogasi. Dia menarik kursi dan duduk di dahapanku seolah bersiap untuk mendengarkan dongeng sleeping beauty kesukaannya.

Dan responku hanya mengangguk. Malas berkomentar lebih jauh.

"Kamu nggak keganggu dengan kehadirannya? Bram bagaimana? Dia nggak keganggu"

"Apa sih Rob. Kamu mirip wartawan aja tanya ini-itu" aku mendengus kesal. "Balik kerja sana. Aku nggak mau diganggu"

Bukannya beranjak pergi untuk kembali bekerja seperti perintahku, mereka berdua justru mulai membuka stoples cemilan yang memang selalu ada di atas meja. Seolah bersiap untuk movie maraton.

"Dear... jangan bohong. Kita tau kamu ada masalah"

Oke... entah si Robertus ini masih turunan cenayang atau bagaimana tapi dia selalu tau jika aku sedang ada masalah, sekecil apapun itu.

Aku masih menimbang-nimbang. Haruskah aku menceritakan tingkah abnormal Bram pada mereka atau tetap bungkam seperti ini.

"Jadi kenapa? Masalahnya apa?" Tanya Rengganis tidak sabar.

Aku membuka mulutku kemudian menutupnya lagi lalu menghembuskan nafas keras. Sepertinya aku memang harus bercerita pada mereka.

Mungkin mereka bisa memberikan solusi tentang bagaimana aku harus bersikap pada Bram. Meskipun terkadang aku kesal jika harus melihat senyum bodohnya, tapi didiamkan seperti ini rasanya tidak enak juga.

"Dia cemburu" kata Rengganis seenak jidat ketika ceritaku berakhir. "Dia khawatir kamu bakal balikan lagi sama si berengsek itu"

Cemburu dari Hongkong eh? Pernikahan ini terjadi karena Bram merasa bertanggung jawab atas kesalahan adiknya. Bukan karena cinta atau apalah itu. Kalau cinta saja tidak ada lalu bagaimana bisa ada cemburu.

"Bram cinta sama kamu Lun.." komentar Robertus kali ini.

"Ngawur kalian semua"

"Dear... Alluna sayang..." Robertus berbicara dengan nada kemayu luar biasa "Kamu tau nggak sih, hal apa aja yang bisa mempertahankan pernikahan?"

Aku menggeleng. Nyatanya aku memang tidak tau. Memangnya apa? Cinta satu sama lain?

Cinta itu cuma omong kosong. Dulu aku dan si berengsek itu saling mencintai, tapi nyatanya? Kami berakhir tragis juga.

"Ada tiga hal yang bisa mempertahankan pernikahan" Robertus mengacungkan tangannya di depan wajahku. "Cinta, sex dan anak"

"Nah... menurut kamu apa yang membuat dia bertahan pada pernikahan kalian selama ini kalau bukan cinta? Kalian jelas tidak melakukan sex lalu bagaimana kalian akan punya anak?"

Aku mengedikkan bahu tidak tau "Tanggung jawab" jawabku pelan.

Rengganis dan Robertus menepuk jidat mereka masing-masing. Terlihat frustasi dengan kelakuanku kali ini.

"Otak kamu habis dianputasi apa gimana sih?"

Aku memandang Rengganis tajam. Sengak juga orang ini kalau sudah ngomong.

"Kalau dia cuma tanggung jawab, dia nggak bakalan nurutin kamu ini itu. Dia juga nggak bakal mau sabar-sabar ngadepin mak lampir yang juteknya udah stadium akhir. Nggak tertolong"

Robertus ikut mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya Lun. Selama ini Bram selalu iyain apa yang kamu mau. Kamu bilang A dia ikut A. Kamu bilang B dia lakuin B"

Iya juga sih. Bram selalu menurut dengan apa yang aku katakan. Tidak pernah mendebat ku apalagi membantah. Mungkin dia cari aman, malas ribut.

"Kamu bilang kamu mau berusaha mengerti dia. Kamu bilang kamu mau berusaha mempertahankan pernikahan kalian"

Aku mengangguk mengiyakan omongan Robertus.

Ya, kami memang sudah sepakat untuk mempertahankan pernikahan ini semampu kami. Kami juga sepakat untuk memahami satu sama lain.

Semuanya kan butuh proses. Dan aku sedang belajar saat ini. Tapi dengan seenak jidatnya Bram malah bersikap seperti itu, mendiamkanku.

"Kalau begitu kamu harus belajar mencintai Bram, dear. Jangan sampai kamu mencintainya di akhir cerita. Percayalah, itu nggak menyenangkan"

Aku mengabaikan perkataan Robertus. Tidak peduli. Bukan itu fokus utamaku sekarang, bukan saling mencintai dan bla bla bla. Yang jadi fokus utamanya adalah, kenapa Bram mendadak bersikap abnormal.

Apa dia marah karena aku meminta si berengsek itu cepat-cepat keluar dari penthouse kami? Bisa jadi. Dia kan sangat sayang dengan adik bodohnya itu.

Ya benar. Bukan karena cemburu, tapi karena aku mengusir adik kembarnya itu. Pasti karena itu.

8 Oktober 2015

Alluna (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang