Part 2

11.6K 890 2
                                    

"Lo lagi ngapain sih? Dari tadi maen handphone terus Berasa nyamuk gue!" gerutu Meta ketika melihat sahabatnya Prilly yang masih asik mengutak-atik handphonenya.

"Biasa lah ..." jawab Prilly tanpa menoleh Meta yang duduk disampingnya.

Meta memang sudah tahu betul kebiasaan sahabatnya yang satu itu. Meskipun kadang-kadang selalu menggerutu karena merasa di abaikan tapi Meta tidak pernah benar-benar merasa kesal pada sahabatnya dan tidak pernah mempermasalahkan itu. Toh kadang dia juga suka membiarkan Prilly pergi ke kantin sendiri pada jam istirahat ketika dia sedang bersama pacarnya, tapi Prilly juga tidak pernah mempermasalahkan itu. Karena bagi mereka sahabat itu tidak harus bertemu setiap saat tapi masih tetap nyambung ketika bertemu.

Baru dua bulan mereka masuk SMA, Meta sudah mempunyai pacar salah seorang tim basket di sekolahnya. Mereka baru jadian dua minggu yang lalu. Berbeda dengan Prilly yang masih belum tertarik dengan yang namanya cinta apalagi mempunyai pacar.

Teeet.......

Suara bel masuk terdengar berbunyi diseluruh penjuru sekolah

"Udah masuk! Lo duluan deh, gue ke toilet dulu" ucap Meta

"Yeee ... bukannya dari tadi. Bel udah bunyi baru ke toilet!" omel Prilly yang ditanggapi Meta dengan nyengir kuda.

"Ya udah deh gue duluan," ucap Prilly sambil berlalu pergi meninggalkan kantin. "Meta emang kebiasaan. Udah bel malah pergi ke toilet," gerutunya.

Prilly berjalan sendiri meninggalkan kantin menyusuri koridor menuju kelas. Matanya tidak lepas dari handphone yang digenggamannya, masih dengan kebiasaannya menjadi 'stalker sejati' seperti yang Meta bilang. Baginya, mengagumi seorang artis itu memang seperti sebuah khayalan, mereka seperti abstrak karena tidak ada di depan kita, hanya bisa mengetahui kegiatannya lewat televisi atau dunia maya. Tapi mereka memang ada, buktinya mereka bisa menghibur dengan karya-karyanya. Kebiasaannya menjadi 'stalker' ini hanya dilakukan diluar jam pelajaran dan tidak mengganggu aktivitas belajarnya di rumah. Sehingga dia masih bisa mendapat julukan sebagai siswa berprestasi meskipun kecintaannya pada gadget tidak bisa dihilangkan.

Buuuk!!!

"Aawww!!" pekik Prilly

Dia menabrak sesuatu hingga badannya yang mungil terhuyung ke belakang, beruntung tidak sampai jatuh. Tunggu! Bukan sesuatu, tapi lebih tepatnya seseorang. Handphonenya jatuh berserakan di lantai. Sebelum memunguti handphonenya yang sudah acak-acakan tidak berbentuk, dia mendongakan kepala. Siapa sebenarnya orang yang ada di depannya? Dia terperangah dan membelalakan matanya ketika melihat wajah orang yang berada tepat di hadapannya.

"Ya Tuhan!! Malaikat darimana ini? Apa gue lagi bermimpi? Dia beneran ada di depan gue sekarang?" batinnya

Berbeda dengan orang yang ditabraknya. Tatapan matanya begitu dingin dan tajam seperti elang. Rahangnya mengeras seperti menahan emosi.

"KALAU JALAN MATA TUH DIPAKE!!!"

Sontak Prilly memejamkan matanya dan bahunya sedikit berjengkit kaget mendengar seseorang membentaknya. Baru kali ini dia dibentak seperti ini apalagi di depan orang banyak. Baru saja dia mengagumi orang yang ada di depannya.

Suasana riuh koridor sekolah hening seketika. Prilly tertunduk, matanya memanas, cairan bening sudah menggenang di pelupuk mata, menahannya sekuat tenaga agar tidak jatuh. Dia tidak ingin terlihat cengeng di depan orang lain meskipun saat ini hatinya tidak menentu antara sakit hati dan bahagia. Sakit hati karena pengalaman pertama dibentak di depan orang banyak dan bahagia karena melihat laki-laki yang selalu menjadi impiannya. Perlahan dia membuka matanya dengan kepala masih tertunduk. Laki-laki itu belum beranjak dari posisinya

Hujan Kala Itu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang