Part 16

9.5K 793 21
                                    

Prilly's Pov

"Hai, Lang..."

"Eh, Rain..."

Aku tersenyum simpul. Ali seperti kaget dengan kedatanganku secara tiba-tiba di belakangnya. Ya, akhirnya ku putuskan untuk menghampiri Ali dan Fani. Aku ingin tau bagaimana sikap Ali pada Fani jika ada aku. Apakah akan sama seperti yang sering dia lakukan padaku, tidak perduli di depan orang banyak atau tidak.

Aku melihat Fani menatapku dari atas sampai bawah? Ada yang salah denganku? Oke. Aku akui dia cantik, tinggi, jika diibaratkan artis dia seperti Tatjana Saphira. Sedangkan aku? Saat ini aku pasti sudah terlihat kucel. Siang hari pulang sekolah, ditambah lagi keringat yang aku rasakan mengucur di dahiku karena saking semangatnya berlari dari lantai dua sekolah hanya untuk ketemu Ali. Tapi akhirnya malah kekecewaan yang aku dapat. Ternyata Ali tidak sendiri.

"Siapa dia, Li?" tanya Fani, matanya sesekali melirik ke arahku.

"Oh, kenalin, Fan, ini temen gue."

Teman? Hatiku sakit seketika ketika Ali memperkenalkan aku pada Fani sebagai temannya. Jadi Ali tidak menganggapku sebagai sahabatnya.

Fani tersenyum dan mengulurkan tangannya padaku. Aku balas uluran tangannya, tapi aku tidak bisa membalas senyumnya karena menatap wajahnya saja membuat hatiku sakit. Meskipun sekarang aku terlihat seperti tersenyum, itu karena terpaksa.

"Kenalin, gue Fani," ucapnya.

"Gue udah tau, Ali sering cerita ke gue."

"Oh ya? Tunggu! Tadi Ali manggil lo Rain? Jadi ini yang namanya Prilly, Li?" Fani beralih menatap Ali. Akupun menoleh Ali yang ada di sampingku meminta jawaban. Jadi Ali suka menceritakan tentangku pada Fani? Apa saja yang sudah dia ceritakan? Dan apa maksudnya menceritakan aku? Argh...! banyak sekali pertanyaan yang berputar-putar di otakku.

Ali balas menatapku sambil tersenyum. Oh God! Senyum ini yang sangat aku rindukan. Seminggu tidak melihat senyumnya seperti ada yang hilang. Ali kemudian kembali menatap Fani dan mengangguk.

"Iya, dia Prilly."

Fani mengangguk-anggukan kepalanya, "Oh... cantik."

Ya Tuhan, sungguh aku merasa canggung dalam situasi seperti ini. Apa sebaiknya aku pergi saja? Tiba-tiba aku menyesal sudah menghampiri dua orang ini. Mereka sudah lama saling mengenal. Sedangkan aku, aku hanya orang baru diantara mereka. Mungkin belum saatnya aku melepas kangen dengan Ali, karena sudah ada yang lebih penting dariku.

Aku berbalik hendak pergi menghindar dari situasi ini tapi tiba-tiba Ali menahanku, menggenggam pergelangan tanganku.

"Mau kemana?" tanya Ali.

"Gue pulang aja, kayaknya lo lagi ada urusan. Lain kali aja ya kita jalannya." Jawabku.

"Enggak. Gue anter lo pulang."

"Tapi..."

"Gak papa, Prill, gue udah mau pulang kok." Fani memotong ucapanku. "Gue nunggu di rumah lo aja ya, Li. Mungkin ntar malem gue nginep lagi. Gak papa, kan?" Pamitnya.

Tunggu di rumah Ali? Nginep? Apa maksudnya?

Ali menjawab dengan anggukan dan Fani pergi meninggalkan kami berdua.

Ali menarikku mendekat ke mobilnya. Dia membukakan pintu mobil untukku. Tidak biasanya. Sebelum masuk, aku meneliti mobilnya. Oh... ternyata baru lagi. Pantas saja tadi aku tidak mengenalinya.

Ku toleh Ali yang masih berdiri di sampingku memegang pintu mobil. Dia tersenyum. Omegot! Senyumnya selalu membuatku terpesona. Cepat-cepat aku masuk mobil sebelum aku terlihat salah tingkah dan wajahku memerah. Setelah aku duduk dan menutup pintu mobil, Ali berlari memutar bagian depan mobilnya, dia duduk di belakang kemudi.

Hujan Kala Itu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang