Part 25

9.2K 687 89
                                    

"Masih suka pantai?"

Ali menghampiri Prilly yang sedang berdiri menatap ombak yang bergemuruh saling berlomba menuju bibir pantai dengan tatapan kosongnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ali menghampiri Prilly yang sedang berdiri menatap ombak yang bergemuruh saling berlomba menuju bibir pantai dengan tatapan kosongnya. Wanita itu menoleh sekilas lantas meluruskan kembali pandangannya tanpa mengeluarkan sepatah katapun untuk menanggapi pertanyaan lelaki yang kini berdiri di sampingnya.

"Rasa itu tidak pernah berubah, Rain." Ali berkata lirih. Mata tajamnya menatap nanar ke arah pantai dengan kedua tangan ia masukan ke dalam saku celana pendeknya sebatas lutut.

"Nama gue Prilly," sahut Prilly datar tanpa menoleh.

"Aku nggak pernah lupa nama itu. Tapi aku lebih suka memanggilmu Rain, karena kamu menyukai hujan." Ali menoleh dan tersenyum. "Dan setiap hujan turun, aku selalu berharap kamu datang, berdiri diantara tetesan air yang turun dari langit itu," lanjutnya sembari menatap langit yang tak cerah.

"Gue benci hujan. Hujan tetap saja nggak bisa menghapus air mata gue," balas Prilly angkuh.

Ali tersenyum simpul. "Tapi hujan juga pernah membawa kebahagiaan. Bukankan dulu kita selalu dipertemukan saat hujan? Aku rasa itu bukan suatu kebetulan, tapi Tuhan yang ..."

"Cukup, Li! Gue udah lupain semua itu!" Potong Prilly memekik marah.

"Li? Kamu memanggilku Ali?"

"Emang itu nama lo, kan?" sahut Prilly sinis dibalas senyuman simpul Ali.

"Apa rasanya sesakit itu? Apa pertemuan terakhir kita dulu menyisakan luka yang begitu dalam sampai kamu pergi begitu saja? Aku minta maaf, Rain. Meskipun aku tau, kata maaf saja mungkin tidak akan cukup untuk menebus semua kesalahanku."

Mulut Prilly terkatup rapat. Hatinya bergemuruh hebat seperti ombak yang saat ini sedang ia pandangi, rasa marah, kesal dan kecewa kembali ia rasakan. Bahkan rasa rindu pun kembali hadir setelah sekian lama ia menguburnya dalam-dalam. Namun ia berusaha menepis rasa itu, karena kini ada pria lain yang harus ia jaga hatinya yang sebentar lagi akan menjadi masa depannya.

Sungguh sulit bagi Prilly dihadapkan pada situasi seperti ini. Berdiri berdampingan dengan orang yang pernah memenuhi ruang hatinya, menjadi cinta pertamanya sekaligus memberinya luka.

Ali menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya kasar. "Apa kamu yakin dengan pilihanmu?" tanyanya tiba-tiba.

Prilly menoleh dengan tatapan tak mengerti. "Maksud lo?"

Ali menoleh wanita di sampingnya dengan senyum tersungging di bibir merah alaminya. Senyum getir lebih lepatnya.

"Katakanlah aku egois. Tapi asal kamu tau, sampai detik ini aku masih menunggu jawaban cinta dari kamu. Aku masih berharap kamu mau kembali seperti dulu," tutur Ali menohok hati Prilly.

"Bahkan aku masih memakai gelang yang bertuliskan nama kamu," ucapnya lagi sembari mengangkat tangan kanannya hingga Prilly dapat melihat jelas beberapa huruf yang tergantung pada gelang itu menjadi rangkaian kata bertuliskan RAIN.

Hujan Kala Itu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang