Sebuah negara di belahan benua Eropa atau lebih dikenal dengan sebutan negeri kincir angin, Amsterdam, Belanda. Kota yang indah nan cantik serta memiliki ciri khas kebun bunga tulip yang berwarna-warni ini menjadi tujuan hidup seorang wanita cantik sejak enam tahun yang lalu. Tempat untuk menggapai cita-citanya dan melupakan masa lalunya.
Prilly, seorang dokter muda cantik telah berhasil menyelesaikan studi kedokterannya. Karena kesukaannya pada anak-anak, ia mengambil jurusan kedokteran spesialis anak. Selama tinggal bertahun-tahun di kota ini ia berubah menjadi seorang wanita yang mandiri. Masa lalunya yang mengajarkannya untuk tidak hidup bergantung pada orang lain.
Saat ini, wanita cantik bermata hazel ini sedang menikmati pemandangan indah di sekelilingnya. Sesekali matanya terpejam menikmati udara sejuk dan semilir angin yang memainkan rambut panjangnya dengan bertopang dagu pada sebuah jembatan. Menatap keindahan kanal dengan perahu-perahu yang melintas di atasnya. Senyum manis tak pernah pudar dari bibir tipisnya.
Prilly tersentak kaget saat tiba-tiba sepasang tangan melingkar mesra di perutnya. Senyumnya kembali mengembang. Meski tanpa menoleh tapi ia tahu siapa yang memeluk tubuhnya dari belakang.
"Kamu ngagetin aja!" seru Prilly yang disambut kekehan seorang pria di belakangnya.
"Maaf. Lagi ngapain sih disini?" bisiknya mesra.
"Aku lagi menikmati pemandangan di sini untuk yang terakhir kalinya. Aku pasti akan merindukan suasana seperti ini," ucap Prilly memegang sepasang lengan kekar itu agar memeluknya lebih erat karena udara yang cukup dingin meskipun jaket tebal sudah membungkus tubuh mungilnya.
Pria itu membalikan tubuh Prilly namun tangannya masih melingkar erat di pinggang wanitanya hingga menghapus jarak diantara mereka. Sementara Prilly melingkarkan tangannya di leher jenjang pria itu yang tak lain adalah kekasihnya yang beberapa bulan lagi akan resmi menjadi kekasih halalnya.
"Tapi di sana lebih banyak orang-orang yang merindukan kamu, termasuk orang tua kamu, Sayang."
"Iya, kamu benar. Aku juga kangen sama Mama dan Papa. Tapi, setelah kita menikah nanti bolehkan aku datang lagi ke kota ini?"
"As you wish, Baby. Aku akan bawa kamu kemanapun kamu mau. Bersama anak-anak kita nanti."
Prilly tersipu mendengar kata 'anak-anak kita' yang terucap dari bibir manis kekasihnya. Tangan kanannya terulur mengusap lembut rahang kokoh lelakinya. Lelaki yang sudah hampir empat tahun menemaninya walau ikatan resmi itu baru berjalan dua tahun. Tapi Prilly sudah memantapkan hatinya menerima lamaran pria di hadapannya ini.
"Raffa, makasih ya karena kamu selalu ada buatku. Kamu bisa menyembuhkan lukaku dan melupakan semuanya. Kamu ..."
Kalimat Prilly terputus saat sebuah telunjuk mendarat di bibir merahnya.
"Bukan hanya aku, tapi kita saling menyembuhkan luka itu," sahut Raffa setengah berbisik.
Prilly menatap Raffa dengan mata berkaca-kaca. Wanita itupun langsung memeluk erat kekasihnya yang disambut dengan pelukan hangat dan senyum manis Raffa. Sebulir air mata akhirnya menetes dari sudut mata wanita cantik itu. Bukan air mata kesedihan, melainkan air mata haru dan bahagia memiliki seorang kekasih yang sangat mencintainya setulus hati, tak pernah memberi luka setitikpun di hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Kala Itu (End)
RomanceDalam hidup biasaku dirimu muncul begitu saja. Yang tak pernah kuduga dan tak pernah kusangka. Awalnya kuterima dirimu hanya dengan imajinasiku sendiri. Ternyata karena itu aku mempunyai bunga cinta padamu. Padahal semua itu semu. Itu hanya permaina...