TBJ - 3. Perfect Match

121K 5.8K 18
                                    

Tiga: Perfect Match

"Lexa, saya tunggu di ruangan saya sekarang.", ucap Leonardo dengan senyum mengembang lalu menutup telepon singkat itu.

Bisa dia lihat Lexa, sekretaris dan semoga, calon menantunya, berjalan dengan anggun-nya, seperti biasa.

Alexandra Gabrielle Halim adalah gadis yang ia terima menjadi sekretarisnya empat tahun silam, ketika gadis itu baru saja menginjak usia 20, dengan segala prestasi yang diraihnya, gadis fresh graduate itu ia terima menjadi sekretarisnya. Dan ya, dia memang pekerja keras dan bisa dipercaya.

"Iya, Pak. Ada apa, ya?", ucap Lexa setelah dia menutup pintu ruangan boss-nya itu.

"C'mon Lexa, kamu tahu saya manggil kamu karena apa.", ucap Pak Leo seraya tertawa renyah.

Gadis itu mendengus dan berkata,
"Kalau bapak mau menanyakan progress hubungan alias 'pedekate-ala-ala' antara saya dan Ezar itu, berjalan LUMAYAN."

Leonardo tersenyum dan menjawab dengan santai,
"Apa saya bilang? Kamu pasti bisa, Lexa. Dan kamu sudah bilang orangtua-mu masalah perjodohan ini? Saya tahu kamu belum bilang, jadi segera bilanglah.", dan itu cukup membuat Lexa berjengit kaget.

"APA? Saya nggak mungkin menjanjikan orangtua saya pernikahan atau apapun itu, Pak. Saya masih pengen berkarir.", ucapnya.

"Kamu enggak perlu berhenti berkarir setelah menikah dengan Ezar. Kamu tau, saya sudah menganggapmu seperti putri saya sendiri, sama dengan Yolanda. Saya selalu mendukung kamu, begitupula dengan Wina maupun Ezar, dan kamu pasti tau akan itu, Alexandra."

Well, Lexa hanya bisa bungkam jika Pak Leo sudah memanggilnya dengan 'Alexandra', artinya dia tidak mau dibantah. Sebenarnya dia cukup tersanjung disamakan dengan Yola. Yolanda Regina Tantradinata adalah adik dan juga saudara satu-satunya yang dimiliki Ezar, yang sekarang masih menjadi maba di universitas swasta di Jakarta.

"Baik, Pak. Saya permisi.", ucap Lexa seraya mengangguk dan melangkah keluar dari ruangan itu.

---

Disisi lain, Ezar mati-matian menahan rasa penasaran-nya. Dan ketika mendengar bunyi kenop pintu, dia langsung mencecar Lexa dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah lama memenuhi pikirannya.

"Papa memanggilmu, kenapa?",

Lexa berjengit kaget lalu menjawab,
"Enggak, itu enggak papa. Cuma masalah sepele. Kenapa?"

Dari gelagatnya, Ezar sepertinya tahu, ayahnya sedang membahas masalah perjodohan-super-menggelikan itu. Dia hanya pura-pura tidak tahu dan berkata,
"Oh yasudah, Lexa, cepat siap-siap, temani saya mencari jas buat besok. Dan jangan membantah!"

Gadis itu hanya mengangguk, menyiapkan tasnya dan menjawab,
"Tunggu sebentar, Ezar. Ijin Pak Leo dulu.", mendengarnya Ezar cukup geli, namun mengingat tak ingin diinterogasi atau lebih parahnya dikira mengajak kabur gadis ini, dia ngikut saja.

Sampainya didepan ruangan, Lexa mengetuk beberapa kali sampai terdengar jawaban 'masuk!'.

Masih dengan ayahnya berkonsentrasi dengan dokumen-dokumen apalah itu, Ezar berkata,
"Pa, aku ijin pergi bareng Lexa bentar. Cari baju buat acara besok.",

Leonardo cukup kaget mendengarnya namun ia menutupinya, tersenyum, dan menjawab,
"Ya, silahkan."

Ezar mengangguk lalu menutup pintu ruangan dan menggandeng Lexa turun. Leonardo tersenyum didalam ruangannya karena ia tahu, ia tidak salah dengan rencananya ini.

---

Lexa terlihat tidak nyaman dengan rangkulan Ezar dipinggang-nya, dia mendekat dan berbisik,
"Zar, udah ah gausah rangkul-rangkul gitu, malu lah itu diliatin gitu ih!",

"Udahlah diemin aja, resiko jadi orang keren.", ucap Ezar seraya mengeratkan rangkulannya, menyunggingkan senyumnya, dan dengan penuh percaya diri melangkah ke luar lift dengan tatapan bertanya-tanya dan juga memuja dari karyawan yang lain.

Sesampainya di mobil, Ezar langsung menuju butik langganan Mama-nya, terletak di tengah kawasan Jakarta Selatan. Lexa hanya mengikuti lelaki itu.

"Kamu mau pake dress yang mana, Lex?", tanya Ezar sesampainya mereka di butik itu. Dan dia sudah memakai tux miliknya yang nampak sempurna. Ia sudah memesannya dan hari ini hanya perlu mencobanya saja.

"Aku mau dress yang simpel aja, dan nggak perlu ribet-ribet.", ucap Lexa dengan gampang. Dia nggak mau ribet-ribet alias heboh sendiri.

Ezar tersenyum, ia tau, wanita ini adalah wanita yang simple dan mudah diatur karena dia juga sudah cantik, tak perlu yang lain.

"Baiklah, kau pilih saja sendiri, oke? Atau perlu kubantu?",

"Kayaknya, kamu pilihin saja deh, Zar. Aku pusing banyak banget.", jawab Lexa spontan.

Ezar bertanya pada pramuniaga dan memilih beberapa dress dari lookbook collection butik itu dan menyuruh para pegawai membantu Lexa mengganti pakaiannya satu per satu.

Dress pertama adalah mini dress berbentuk korset berwarna biru tua yang sebatas setengah paha--karena Lexa juga cukup tinggi untuk ukuran wanita.

"Terlalu pendek.",

Dress kedua, panjang semata kaki, backless dengan tali spagethi berwarna putih gading dengan v-neck line.

"Terlalu seksi!",

Dress ketiga, short dress dengan aksen panjang--tail, dengan embroidery brookat diatas dan jatuh kebawah.

"Terlalu ribet!",

Lexa sudah menahan kekesalannya karena lelaki perfeksionis ini. Sampai pada dress keempat, jika masih kurang, dia akan give up.

"Perfect!"

Whoa, seluruh pegawai disitu nampak terkagum-kagum, entah karena melihat Lexa berjalan dengan dress merah milik Lexa dan juga pointed heels Christian Louboutin miliknya, atau karena Ezar dengan tux hitamnya?

Nobody knows. Because they are like the king and queen, perfect match of each other's pieces.

---

[REUPLOAD]; The Billionaire's JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang