Epilog

105K 3K 36
                                    

"GIBRAN JAVAIR TANTRADINATA!", teriak Lexa menggema seantero rumah.

"Iyaa Mamaaaaaaaaa!", teriak Gibran dengan kencang segera turun dari kamarnya dirumah ini.

Matilah aku, batinnya bersuara.

"Kamu ini! Mama udah bilang kalo kamu gak mau ngelanjutin perusahaan terus mau jadi dosen sama pemilik universitas juga ga masalah, tapi jangan bikin para mahasiswi mupeng juga!", omel Lexa dengan kesal ketika teringat tadi pagi ada segerombolan mahasiswi yang entah bagaimana tau rumahnya ada disini, tapi kan Gibran tinggal di apartemen?!

"Lhah, Lex, kamu tau kan, betapa gantengnya anakmu ini! Jadi diikhlasin aja lah kalo gitu. Emangnya kenapa, sih?", kata Ezar nimbrung lalu duduk diruang tengah.

"Ih, kamu jangan belain dia dong!", protes Lexa lalu mencubiti Ezar dengan membabi buta.

"Aduh say, buset dahh kekuatan cubitmu makin luar biasa banget ya.", sindir Ezar dengan muka masam.

Sementara Gibran yang berdiri menyaksikan itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya seraya tertawa. Hanya dengan keluarganyalah dia bisa berbagi canda tawa, hanya disini tempatnya berpulang sekarang.

"Eh tapi kamu serius nggak mau ngelanjutin perusahaan papa aja?", tanya Ezar dengan penasaran.

"Iya tuh, daripada kamu isinya cuma tepe-tepe bikin baper anak orang!", timpa Lexa.

"Hem, Pa, aku mau MEMILIKI perusahaan itu, kalo untuk bekerja disana, pikir-pikir lagi dulu, deh! Mupeng semua entar karyawannya?!", jawab Gibran dengan pede.

"Lhah, kamu nggak kepengen dapet istri apa? Kalo kerja di perusahaan kan bakal cepet dapet jodoh. Kalo ga nikahin aja sekretarisnya!", ucap Ezar enteng.

Sialan!

"Dih, mentang-mentang Papa sama Mama bisa jadi gara-gara Mama tuh sekretaris Papa, emangnya idupku bakalan gitu juga? Hello?", balas Gibran dengan nyolot.

"Aaah kalian bikin Mama pusing aja bisanya! Kamu cepet-cepet cari pacar to, Nak. Umurmu udah on the way 28, oke? Plis nyadar diri.", kata Lexa lalu memakan nastar yang ada di meja.

"Kamu lagi naksir mahasiswimu, ya?", entah kenapa perkataan spontan Ezar membuat Gibran tersedak setengah mati. Membuat Lexa dan Ezar berpandangan dengan penuh arti.

"HAYO NGAKU!! Lagi naksir siapa kamu dikampus?", todong Lexa seketika.

"Pantesan betah bener ngajar dikampus. Enakan juga dikantor.", kompor Ezar.

"Nggak ada lah, Ma, Pa. Mana mau aku sama mahasiswi yang masih dibawah umur. Kan Gibran masih betah ngajar, Papa.", jawab Gibran dengan datar.

"Bo'ong tuh Lex anakmu! Palingan dia juga lagi mupeng sama mahasiswinya yang bening-bening.", timpal Ezar dengan tengil.

"Iya tuh, Zar. Palingan juga lagi ada gebetan dah dia cuma gak mau ngaku aja. Lagian mahasiswi itu nggak dibawah umur Gibran sayang, mereka udah 17+.", jawab Lexa lagi.

Skak-mat.

"Nggak, ah! Lagian kenapa sih Mama sama Papa lagi hobii bener nyuruh-nyuruh aku nikah?", tanya Gibran dengan kesal.

"Lah, Mama kan juga pengen punya cucu kaya Tante Rara sama Om Putra, gimana sih!", gerutu Lexa dengan gemas kepada putera sematawayangnya.

"Gak bisa janji cepet-cepet, tapi!", ucapan Gibran dianggap seperti 'lampu hijau' oleh Ezar dan Lexa yang seketika tersenyum sumringah.

"Yeayyy! Eh tapi pokoknya tiga bulan ya, maksimal. Kalo ga ada Papa jodohin sama anak temen Papa, ya?", jawab Ezar dengan senang.

"GAK MAU!! Gibran mau milih sendiri. Dan oke tiga bulan.",

Well, the new journey just started?

---

[REUPLOAD]; The Billionaire's JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang