bab 3

861 98 25
                                    

Aku mengerjapkan mataku berkali-kali saat merasakan cahaya matahari menyinari wajahku. Akupun segera terbangun dan langsung beranjak dari tempat tidurku.

Saat aku membuka pintu, tampak suasana hening langsung menyapaku. Tak ada seorang pun di kamar Davin. Dia kemana?

Setelah mencuci muka, aku memutuskan untuk mencari Davin. Bagaimanapun caranya tugasku disini menjadi pengasuh sekaligus mata-mata Davin. Aku tidak boleh lengah darinya.

Saat aku melewati ruangan yang entah itu apa, aku mendengar suara bariton yang sangat berwibawa.

"Untuk apa kau memperlihatkanku ini?" Tanya seorang pria dengan nada kesal.

"Hanya ingin menunjukkan, bahwa seorang Mianor telah lahir kembali." Ucap seseorang yang lain.

"Jangan bercanda. Mianor sudah punah ratusan tahun yang lalu. Lagipula, itu hanya ramalan yang belum pasti kebenarannya."
"Ramalanku tidak pernah meleset, Bung." Tiba-tiba tangan kekar mencengkram pundakku. Akupun berbalik ke belakang, dengan wajah super kagetku. Karena dia adalah Davin.

"Tak kusangka, kau yang terpilih menjadi pengasuhku dari ribuan orang di luar sana. Bahkan, kau suka menguping?" Tanyanya dengan tatapan benci.

"Aku tidak menguping."

"Sstt.. jangan mengelak. Sejak awal, aku memang tak pernah menyukai kehadiranmu disini, dan kuharap kau mengerti apa yang harus kau lakukan." Ucapnya dan segera pergi meniggalkanku.

Aku termenung sesaat dan segera mengejarnya yang sudah berada di luar kerajaan.

Pagi ini, dia memakai pakaian berkuda berwarna biru tua yang didominasikan warna silver.Lengkap dengan sarung tangan dan sepatu bootsnya. Dia terlihat sangat menawan sekarang.

"Jangan mengganggu hariku, jika kau ingin hidup tenang." Ucapnya tajam, dan segera menaiki kuda coklat yang berada di depannya saat ini.

Akupun menghela nafas, dan segera mengikutinya dalam diam, lebih tepatnya penguntit. Untung saja dia hanya mengendarai kudanya dengan kecepatan yang masih bisa kujangkau.

Aku yang mulai kelelahan, segera terdiam sejenak dan memilih untuk beristirahat dekat danau, sambil memperhatikan Davin yang masih sibuk dengan kudanya itu.

Aku menatap pantulan wajahku di air danau. Sambil tersenyum datar.

"Semangat Namira. Ini hari kedua kau bekerja. Kau tidak bisa menghentikan impianmu begitu saja bukan?" Tanyaku pada diri sendiri.

Sesaat aku merasa cahaya menyinari kedua mataku. Akupun menutup mataku sipit-sipit sambil berdiri mengikuti arah cahaya itu, dan yang kulihat sekarang, sebongkah batu bercahaya, warnanya transparan. Lebih tepatnya bening bagaikan air danau yang kutatap barusan.

Aku mengambilnya, dan menatapnya dalam dekat. Namun suara Davin membuatku segera menyimpan batu itu di saku celanaku, dan mengintip Davin dari balik semak-semak.

Tampak dia sedang berjalan sambil memegang tali yang terpasang dikuda coklat miliknya, sambil mengoceh tak jelas. Mungkin dia sedang lelah.

"Carlos, apa kau tahu, aku telah diberi kebebasan oleh Ayah?" tayanya pada kuda coklatnya,

Huhh sepertinya dia sangat kesepian, sampai kuda pun menjadi teman bicaranya.

Akupun makin bersembunyi saat Davin dan kudanya melewati semak-semak yang menyembunyikan tubuhku.

"Tapi sebagai gantinya, aku harus bersama pengasuh mesum itu. Bahkan dia sudah melihat tubuhku, bayangkan saja." Ucapnya kembali. Akupun merona malu. Masa aku dibilang mesum, sih.

The Prince SaviorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang