#Chapter_2 : Tragedi [R]

38K 1.2K 32
                                    

Seperti kertas putih yang ternoda, dimana permata kehilangan sinarnya.


🌷🌷🌷


"Tas udah, buku tulis udah. Apalagi ya yang kurang?" Dian melihat-lihat isi kantong belanjaan sembari memeriksa barang apa yang ia lewatkan.

"Emang masih ada yang kurang ya?" tanya Echa.

Dian mengangguk. "Iya nih Kak, pita kuning buat Masa Orientasi besok."

"Ya udah kalo gitu kita bal---"

"Ehh, nggak usah Kak." Potong Dian, menahan tubuh Echa agar tak berbalik lagi. "Biar aku sendiri aja, Kakak mending telpon Ayah deh suruh Pak Manjo buat jemput."

Echa mendesah melihat sekitarnya. "Jadi Kakak nungguin Pak Manjo sendiri nih?" tanyanya ragu.

Dian terkekeh. "Iya, nggak apa-apa 'kan Kak, Dian larinya cepat kok." Kilah Dian.

Echa mendesah pelan menyetujui meski hati kecilnya merasa ragu. "Ya udah, cepetan sana." Echa sedikit mendorong tubuh adiknya itu agar segera bergegas.

Remaja 12 tahun itu mengangguk samar sebelum akhirnya berlari masuk kembali ke gedung pusat perbelanjaan itu. Sementara Echa merogoh ponsel dari tas slempang kecil miliknya untuk menghubungi Ayah.

Sebenarnya tadi, kedua gadis itu berencana pulang menggunakan angkot ataupun taksi. Namun karna entah apa, hal itu sudah tak terlintas lagi dipikiran Echa maupun Dian. Seolah semuanya memang sudah seperti ini yang telah diatur.

Alhasil setelah menghubungi Ayah untuk menyuruh sopir rumah menjemput, maka disinilah Echa berdiri. Menunggu diparkiran pusat perbelanjaan itu.

"Ya ampun Dian mana ya?" gumam Echa, sesekali melihat pintu masuk mall.

Sudah 20 menit Echa menunggu namun Dian maupun Pak Manjo, sopir rumah belum juga muncul. Sudah sedari tadi Echa menghubungi Dian, tapi tak satu panggilan pun di jawabnya. Echa kembali melihat jam di pergelangan tangannya.

"Dian, kamu kok lama banget? Jangan-jangan Dian sama Pak Manjo janjian lagi?" pikir konyol Echa.

"Aduh, mana parkiran bagian sini sepi lagi. Dian kamu mana sih?" gumam Echa lagi yang kali ini nampak semakin resah.

Ditengah pikirannya, Echa mengingat lagi mimpi buruk semalam yang membuatnya bergidik ngeri. Ia menepuk keningnya merasa bodoh, harusnya tadi ia mengikuti Dian masuk atau setidaknya menunggu Pak Manjo di tempat yang lebih ramai.

Echa kembali lagi ingin melakukan panggilan pada sopir rumah dan Dian, namun benda persegi itu tiba-tiba mati karna kehabisan daya. Echa mendesah frustasi, jika ia masuk mencari Dian, ia mungkin saja tak menemukannya.

Jika ia menunggu diparkiran ini lebih lama lagi, ia mungkin akan mati berdiri karna ketakutan. Lalu jika ia pulang sendiri menggunakan taksi, orang tuanya pasti mengomelinya karna tak bersama Dian. Lagi-lagi Echa menepuk keningnya merasa bodoh.

Echa mendesah lagi memikirkan sesuatu. Sejak pagi tadi perasannya tak karuan. Ia merasa seolah akan tertimpa hal buruk. Belum lagi situasi parkiran area sini yang terlihat sangat sepi. Sejauh mata memandang hanya ada jejeran mobil-mobil yang nampak dimata Echa.

Gadis berhijab itu menggerutu, kenapa pula mereka bisa berada disini? Dan kenapa pula ia tak menunggu saja Pak Manjo di jalan raya depan Mall ini?

Hahh, kenapa otak Echa yang katanya cerdas tiba-tiba bisa jadi sebodoh ini?

Cukup lama Echa berdiri menunggu dengan pikiran kalut sementara angin senja berhembus semakin menambah suasana mencengkam yang gadis itu rasakan. Echa meneguk ludah, merasa ada sesuatu yang aneh.

Salahkah aku Mencintaimu? [Completed/Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang