#Chapter_12: Tak Terduga [R]

19.5K 920 41
                                    

Bukan kebetulan, melainkan sesuatu yang telah terencana.


🌷🌷🌷


Wanita itu duduk santai, dengan gerakan anggun ia menyeruput minuman mengabaikan keheningan tiba-tiba karna kemunculannya. Bibir ranumnya yang sewarna darah, tersenyum culas ketika memandang satu-satu orang yang disebut sanak saudaranya di ruang kediaman besar itu.

Pesona kecantikan yang selalu memabukkan para kaum adam miliknya itu, dipandang muak oleh beberapa pasang mata. Ia tidak peduli, bahkan mungkin terkesan menikmati setiap ekspresi apapun yang keluarganya tunjukkan.

"Pertama-tama, aku minta maaf karna terlambat dateng." Suara Callin mengalun, menjadi satu-satunya suara yang mengisi keheningan itu.

Ketika kaki-kaki jenjang Callin pertama kali menapak di ruang kediaman ini, nyanyian serta musik welas yang dinyanyikanpun terhenti. Kemunculan Callin, menyedot semua perhatian disana dan ia menyukai itu. Menyukai, ketika satu-satunya pusat perhatian adalah dirinya.

"Kenapa kamu ke sini?" Darius, Ayah Callin kini bersuara.

Kepala Callin berotasi, kelopak matanya mengerjab cantik dengan senyum sinis ketika memandang pria paruh baya yang memiliki beberapa titik fisik serupa dengannya. "Papa nggak kangen sama aku?" sahut Callin polos.

"Mau apa kamu ke sini?!"

Echa terhenti begitu masuk kembali, suara teriakan Neneknya yang pertama kali ia dengar ditengah ketegangan yang berpadu keheningan.

Callin beralih dari Darius memandang sang Nenek. "Nenek nggak kangen sama cucu Nenek yang satu ini?" Tanya Callin. Suaranya mengalun lembut, namun begitu kontras dengan pandangannya yang menjurus sinis pada wanita tua renta yang bahkan berjalan saja harus menggunakan bantuan tongkat.

Tertatih, wanita tua itu beranjak ingin menghampiri Callin. Namun terhenti karna nyaris terjatuh jika tidak dipapah Darius. Ia tersandung tongkat sendiri, dan karna hal itu membuat Callin melontakan kekehan ejekan.

"Saya nggak punya cucu kayak kamu, pergi kamu dari sini!" usir Neneknya tiba-tiba. Ia mengayunkan tongkat pada Callin, merasa murka pada sikap cucunya yang tak pernah ia anggap itu.

Aura kemarahan jelas menyelimuti satu-satu orang di sana atas penghinaan Callin, pada seseorang yang harusnya ia hormati. Meski kemarahan tak dilontarkan langsung, namun sorot tajam menghunus Callin dari berbagai arah.

Callin tersenyum lagi, beralih memandang Ayahnya serta istri kedua dan adik-adik tirinya.
"Walaupun Nenek nggak ngakuin, tapi ... darah Papa yang anak Nenek ngalir ditubuh aku dan itu membuktikan kalau aku ini cucu Nenek." Jelas Callin santai, benar-benar menikmati kemurkaan wanita tua renta itu.

Jujur saja, sudah sangat lama Callin membenci Neneknya karna Neneknyalah penyebab utama Ibunya pergi dari rumah.

Wanita tua itu menodongkan tongkatnya lagi. Tangan keriputnya bergetar karna geram ingin melayangkan benda itu ditubuh indah dengan busana terbuka Callin. "Saya nggak punya cucu kayak kamu, saya nggak punya cucu yang menjual tubuhnya untuk didilihat oleh publik. Pergi kamu dari sini!" jerit Neneknya lagi yang membuat suasana semakin menegang.

Callin mendengus muak kembali mendengar itu. Ketika ia terpojok seperti ini, sanak saudaraya tak ada satupun yang membantu bahkan Ayahnya sendiri. Mereka menganggap Callin benalu yang merusak kehangatan dan keceriaan semula.

Salahkah aku Mencintaimu? [Completed/Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang