Bahagia membawa duka, ataukah istimewah membawa luka?
Keduanya serupa namun sedikit berbeda.🌷🌷🌷
Echa diam membiarkan para perias itu me-remake tubuhnya tanpa sedikit pun mengeluarkan kata ataupun sekedar menyapa. Kebaya putih nan indah dipadukan dengan kepiawaian si perias dalam memainkan kontradasi warna makeup diwajah Echa, menjadikan wanita berhijab itu bak putri jelita tanpa senyuman.
Ya, benar-benar tanpa senyuman. Begitupun sorot mata Echa yang datar tanpa emosi seolah tak dialiri energi kehidupan. Bahkan ketika semuanya selesai, matanya tak melirik sedikit pun untuk sekedar melihat hasil karya orang-orang itu ditubuhnya.
Seharusnya ini menjadi hari kebahagiaan, namun entah mengapa bagai ada awan mendung yang bergumul dihatinya, wanita itu sama sekali belum mengiklaskan hal ini terjadi.
“Cha,”
Echa mendongak, mendapati Ayah dan Bunda yang tersenyum hangat. Pandangan dua paruh baya itu penuh kekaguman atas apa yang ada dihadapan mereka kini, dan itu cukup membuat Echa tahu kalau tangan-tangan yang me-remake tubuhnya selama berjam-jam ini begitu sempurna dan tanpa cela.
Echa tersenyum tipis terkesan dipaksakan.“Ayah nggak nyangka, sekarang kamu udah segede ini dan bentar lagi nikah.”
“Rasanya baru kemarin kamu Bunda gendongin sambil dinyanyiin, Cha.” Timpal Bunda tersenyum, namun sayangnya senyuman dan kebahagiaan kedua orang tua itu sama sekali tak menular pada Echa.
Dimas dan Erma mendesah, keduanya duduk dipinggir ranjang mengamit Echa yang duduk ditengah. Tangan Dimas terangkat menepuk pundak Echa pelan sementara Erma menggenggam tangan Echa. Keduanya tahu dengan pasti jika putri mereka itu sama sekali tak menginginkan pernikahan ini terjadi.
“Mengiklaskan kesalahan seseorang emang nggak mudah,” tutur Dimas yang mengetahui gundah dihati putrinya. “Tapi apa kamu nggak mau mencoba? Mencoba memaafkan seenggaknya dengan mulai menerima pernikahan ini sebagai awal.”
Echa mendesah. “Udah Yah, aku udah coba. Dari dulu Echa udah coba untuk memaafkan--“ ada jeda panjang sebelum Echa melanjudkan ucapannya, “Laki-laki itu. Tapi nggak bisa, Yah. Bener-bener nggak bisa.” Ungkap Echa menghilangkan penyebutan nama ‘Gio’ dalam ucapannya.
Erma mengehela nafas pelan, mengerti. “Apa kamu masih membenci orang yang menjadi Ayah kandung dari anak kamu?” tanya Erma. Tak pelak, hal itu membuat mendung dihati Echa semakin keruh.
“Benci dan cinta hanya dibatasi setipis helai benang. Jadi, walaupun kamu nggak bisa, walau sebesar apapun perasaan nggak suka kamu, tetep saja kamu harus membuang jauh perasaan itu. Dia akan jadi teman hidup kamu selamanya, seorang suami yang akan menjadi pembimbing, serta laki-laki yang akan bertanggung jawab penuh atas kamu dan juga Dika.”
Echa tak menyahut, sejujurnya ia merasa ragu akan hal itu.
Menjadi teman hidupnya selamanya?
Menjadi pembimbing yang bertanggung jawab penuh atas dirinya dan Dika?
Echa tersenyum kecut dalam gemingan. Bagamana bisa seorang bajingan seperti laki-laki itu bisa melakukannya? Yang ada, mungkin saja laki-laki itu justru akan menghancurkan hidupnya lebih dalam lagi. Dan yang paling penting, bagaimana bisa Echa menyerahkan hatinya untuk laki-laki itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Salahkah aku Mencintaimu? [Completed/Revisi]
RomanceSeorang wanita alim, cantik dan berasal dari keluarga terpandang yang harus mengalami kejadian naas yang menyebabkan kehormatannya direnggut. Lalu apa jadinya jika si penghancur kehormatannya itu justru mencintainya. Jika tidak mengizinkan aku menci...