#Chapter_10 : Ego [R]

19.3K 879 10
                                    

Karna sesuatu yang sudah mendarah daging, akan sulit untuk diluluhkan.

🌷🌷🌷

Saat ini hujan deras tengah melanda ibukota, dan seperti biasa tiap tahunnya Jakarta selalu dilanda banjir langganan. Gio mengumpat keras karna hal ini, ia harus memutar arah karna rute yang biasa ia lewati tergenang banjir. Ia harap wanita itu masih disana menunggunya.

Tapi...

Gio mendengus, menunggunya? Jangan mimpi!

Untuk datang saja mungkin wanita itu tak akan melakukannya, apalagi sampai harus repot menunggu Gio. Tapi, salahkah ia berharap lebih?

Gio memarkir cepat kendaraan roda empatanya begitu sampai. Dengan menerobos hujan deras, Gio masuk ke kafe itu. Pandangannya mengedar, mencari pemilik tubuh yang sudah beberapa tahun ini mengantuinya.

Ketika mendapati Echa datang, senyum Gio mengembang. Wanita berhijab itu duduk seorang diri di pojok kafe samping jendela. Begitu akan beranjak, secepat yang ia mampu Gio menghampiri.

Gio kalut, berhenti dihadapan Echa yang nampak terkejut. "Pertama-tama aku minta maaf karna baru dateng sekarang, ada beb--"

"Hal penting apa yang ingin anda sampaikan?" potong Echa, ia duduk kembali dengan memendam kekesalan karna membuatnya menunggu nyaris dua jam.

Echa mengamati Gio sekilas. Wajah pria itu sedikit pucat, lebam-lebam diwajahnya juga belum sepenuhnya sembuh. Baju yang ia kenakan sedikit basah oleh titik air saat menerobos hujan.

Dari keseluruhan penampilan, Gio sangat jauh dari kata baik. Rambutnya acak-acakkan dihiasi tatapan mata sayu dan wajah pucat, apalagi hanya dengan pakaian rumahan yang dikenakannya saat ini yang lebih cocok dikenakan untuk pakaian tidur.

Gio mengehela nafas pelan, duduk menghadap Echa. Dimeja saat ini sudah tiga gelas minuman wanita itu habiskan karna menunggu Gio. Wanita itu juga tetap sama melemparkan Gio sorot kebencian dan kemuakan yang tak pernah berkurang sedikitpun. Justru bertambah karna harus berhadapan dengannya lagi.

Echa mulai tak sabar melihat Gio yang belum juga buka suara, bahkan setelah minuman keempat yang ia pesan datang. Pria itu terlihat kebingungan harus memulai percakapan dari mana.

"Saya ke sini bukan untuk melihat anda diam." Datar dan formal, terdengar sarkartis yang membuat Gio kembali menghela nafas karna penekanan kata wanita berhijab itu.

"Oke gini," Gio menggaruk tengkuk sebelum akhirnya memanggil pelayan memesan minuman yang sama seperti Echa. Entah mengapa berhadapan dengan Echa saat ini membuat tenggorokannya kering.

Hening kembali, karna Gio masih belum membuka suara hingga minuman pesanannya datang. Echa menunggu dalam diam, tidak beralih sedikitpun dari Gio agar pria itu tahu betapa ia sama sekali tidak mengharapkan pertemuan ini.

Gio menyeruput minumannya. "Makasih kamu udah mau nunggu aku--"

"Saya tidak punya waktu untuk mendengar hal lain. Jika bisa, anda langsung saja pada intinya." Potong Echa lagi mulai tak sabar.

Sejujurnya ia ingin sekali memaki. Hanya saja, ia tak sudi jika harus membuang tenaga dan suaranya teruntuk pria itu.

Gio menyandarkan tubuhnya dipunggung kursi, mencoba lebih rileks menghadapi sikap Echa.

Salahkah aku Mencintaimu? [Completed/Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang