Part 1 - Prologue

459 23 2
                                    

Jerman Utara,
Drevis Residence

"Ayah... apa kau di dalam?" tanyaku mengetuk pintu ruangan ayah.

"Ayah!" seruku senang saat ayah keluar dari ruangannya.

"Aya! Berapa kali ayah harus memberitahumu supaya tidak datang ke sini?" tanya ayahku dengan agak kesal. Ayah memang selalu melarangku ke ruangannya.

"Maafkan aku ayah..." kataku dengan wajah bersalah, "tapi-um... aku takut tidur sendirian."

"Aya... jangan khawatir, kau tidak pernah sendirian," kata ayah sambil berlutut menggenggam tanganku, "Ibumu selalu ada bersamamu. Dia akan selalu menjagamu, Aya."

Aku tersenyum dan menggangguk untuk mengiyakan perkataan ayahku.

"Sekarang tidurlah," perintah ayah.

"Baik, ayah," aku mulai berjalan meninggalkan ruangannya, tapi tiba-tiba sesuatu mengganjal pikiranku.

Oh iya aku melupakan sesuatu! Aku berbalik menghampiri ayahku lagi yang untungnya belum masuk ke ruangannya.

"Ayah, besok..." kataku berusaha mengingatkannya.

"Ya, peringatan satu tahun kematiannya. Kita akan mengunjungi makamnya besok," jawab ayahku.

"Baiklah!" kataku sambil tersenyum senang. Ternyata ayah tidak melupakan ibuku.

"Nah sekarang tidurlah, Aya. Ayah juga akan tidur sebentar lagi," kata ayah lalu masuk ke ruangan kerjanya lagi.

Aku pun melangkahkan kakiku untuk kembali ke kamarku.

"Tidak! Jangaaan! Hentikan-," suara teriakan siapa itu?!

"Tolong aku! Tolooooooong!" suara itu menghilang setelah aku mendengar suara seperti... gergaji?

Aku bergidik ngeri mendengar teriakan itu, aku segera berlari meninggalkan ruangan ayah dengan cepat.

Sebenarnya, aku tahu rahasia ayahku. Ayahku adalah seorang ilmuwan. Dia selalu menghabiskan waktunya di laboratorium bawah tanah, ruangan yang aku maksud tadi. Dan... aku selalu mendengar sesuatu dari dalam lab itu. Teriakan hewan dan manusia... Bahkan sejak aku kecil, aku tau apa yang ayahku lakukan. Jadi, aku berpura-pura tidak melihat, mendengar, atau tau apapun. Aku selalu berusaha mengabaikannya, karena aku... menyayangi ayahku.

Bukan hanya itu yang aku tahu, saat aku dan ibuku sedang tidak ada, dia dan asistennya...

"Sampel yang sangat bagus," kata seorang laki-laki bersuara berat yang pastinya ayahku.

"Aku akan segera membereskan sisa-sisanya," sahut asistennya.

"Nanti saja, kemarilah Maria."

"Dokter..." kata wanita itu dengan mesra. Aku yakin mereka sedang bermesraan saat ini.

"Dia menyadari tentang... hubungan kita," kata wanita itu di sela-sela kemesraan mereka.

"Hm? Lalu?"

"Aku tidak yakin kalau dia menyukaiku. Itu masalahnya," aku memang tidak menyukainya.

"Gadis itu akan menjadi 11 tahun. Itu umur yang sangat labil, kurasa. Tolonglah bersikap baik padanya. Pastikan dia tidak akan pernah terluka. Dia adalah yang paling berharga..."

*****

Mad Father [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang