Aku merasa senang melihat mereka kembali bersama. Aku tau rasanya terpisah dari ibu sendiri, dan rasanya sangat tidak menyenangkan.
Aku pun tidak merasakan hawa dingin lagi di kamar ibuku. Mungkin arwah mereka sudah tenang.
Dan sekarang, aku bingung harus bagaimana lagi. Aku tidak menemukan apa-apa di ruang arsip kecuali anak itu dan... sebuah memo.
Aku teringat dan langsung merogoh kantongku untuk membaca memo itu.
1 Barrel di lorong timur lantai 1
2 Lampu di ruang utama
3 Boneka merah di ruangan boneka
4 Lukisan di ruang resepsiApakah ini sebuah kode? Tapi untuk apa? Aku langsung menuju loker ibuku dan ternyata loker itu memiliki 4 angka sandi.
Mungkin memo ini memberikan pentunjuk untuk membuka loker ini.
Aku pun langsung pergi menuju lorong timur di lantai satu, ah itu berarti aku harus melewati dua monster tadi.
Mengingat salah satu monster itu sempat memegangi kakiku, aku jadi ngeri. Tapi aku harus melakukannya. Demi ayahku.
Aku langsung menuju ke ruang utama. Aku langsung menghitung lampu yang ada ruang utama, ada 4. Aku harus mengingatnya.
Lalu aku berlari secepat mungkin dari dua monster itu. Sungguh aku benci dua monster itu. Untung saja mereka tidak dapat menangkapku.
Aku langsung masuk ke lorong timur dan mengunci pintu. Aku sangat tidak ingin dua monster itu menangkapku.
Aku menghitung barel-barel yang ada, ada 7. Setelah aku mendapat petunjuk pertama dan kedua, aku membaca memo itu lagi.
Ruang boneka dan ruang resepsi adalah tujuanku berikutnya. Tapi keduanya membuatku wajib berhadapan dengan dua monster yang tadi, lagi.
Ah aku sungguh lelah jika harus berhadapan dengan dua monster itu terus menerus. Ayo, Aya! Kau harus semangat demi ayah!
Aku menghela nafas dan mempersiapkan diri untuk bertemu dua monster tadi. Begitu aku membuka pintu, monster itu langsung melihatku dan menghampiriku.
Aku langsung berlari menuju ke arah tangga, karena aku yakin mereka tidak bisa naik mengejarku.
Setelah aku berhasil lolos, aku menuju ke ruang boneka dan melewati ruang arsip karena ruang boneka dan ruang arsip sama-sama terletak di lorong barat lantai 2.
Begitu aku melewati ruang arsip, aku melihat sesosok-entah manusia atau bukan-sedang merangkak. Aku kaget, dan ketika dia melihatku dia juga sama kagetnya.
Untung saja dia merangkak mundur dengan cepat lalu menghilang begitu saja. Masih takut-takut, aku melanjutkan perjalananku menuju ruang boneka.
Ketika sampai, aku langsung menghitung banyaknya boneka merah. 6 boneka merah.
Aku pun memperhatikan sebuah kursi di bagian depan ruangan boneka yang menarik perhatianku. Kursi itu seperti kursi-kursi di istana dongeng karena sangat indah.
Di belakang kursi itu ada tirai, dan anehnya ada sedikit bagian di tirai itu yang menggelembung.
Aku perlahan-lahan mendekati tirai itu dan membukanya. Ternyata ada 2 boneka merah di belakang tirai itu, jadi total boneka ada 8.
Setelah aku memastikan jumlah boneka merah, aku langsung buru-buru keluar dari ruangan itu karena takut.
Bagaimana tidak, boneka-boneka di ruangan itu begitu mirip dengan manusia. Boneka-boneka itu adalah buatan ayahku.
Aku sungguh ngeri jika membayangkan kalau mereka tiba-tiba bergerak.
Tujuanku yang terakhir adalah ruang resepsi yang ada di sebelah kiri ruang utama, dan yaah kalian pasti tau maksudku.
Tepat sekali, aku masih harus berurusan dengan dua monster itu... lagi.
Aku lelah sekali berurusan dengan mahkluk-mahkluk aneh itu. Rasanya aku ingin segera tidur saja, dan aku berharap ketika bangun semuanya akan baik-baik saja.
Tidak, aku harus tetap menyelamatkan ayahku! Bagaimana pun caranya.
Aku memantapkan hatiku untuk menuju ke ruang resepsi. Dan kali ini aku sungguh beruntung, karena ketika aku berjalan ke arah ruang resepsi dua monster itu tidak melihatku.
Aku pun sampai di depan pintu ruang resepsi. Tapi aku bergidik ngeri ketika melihat pintu di sebelah kiri ruang resepsi, di depan pintu itu terdapat banyak genangan darah.
Pintu itu membuatku takut sehingga aku langsung masuk ke ruang resepsi. Ternyata ada 2 buah lukisan di sana.
Setelah memastikan, aku melihat-lihat ruangan resepsi untuk mencari petunjuk lain.
Aku berjalan berkeliling ruang resepsi sebentar, lalu aku mendengar tangisan seorang wanita dari dekat api unggun di dalam ruang resepsi.
Badanku langsung merinding, aku menjauhi api unggun itu dan meyakinkan diri kalau itu hanyalah perasaanku saja.
Aku mengalihkan pandanganku pada sebuah lemari yang terdiri dari 4 laci, lalu menghampirinya. Mungkin saja aku bisa menemukan sesuatu.
Aku memeriksa 3 laci paling bawah, tapi aku tidak menemukan apa-apa. Aku berusaha menggapai laci yang paling atas, tetapi aku terlalu pendek.
Aku pun mendorong sebuah bangku merah kecil yang ada di ruang resepsi ke depan laci itu, setelah itu aku menaikinya dan mencari sesuatu di laci itu.
Aku menemukan sebuah pisau kecil di dalamnya, mungkin itu akan berguna untukku.
Setelah aku tidak dapat menemukan apa-apa lagi, aku keluar dari ruang resepsi.
Begitu di luar, pintu di sebelah ruang resepsi-yang banyak mengeluarkan genangan darah-tadi menarik perhatianku.
Walaupun aku takut, tapi siapa tau aku dapat menemukan sesuatu di sana. Perasaanku begitu kuat, tapi begitu takut.
Dengan langkah berat, aku menuju ke depan pintu itu dan membukanya perlahan.
Ternyata pintu itu adalah kamar mandi, ah ketakutanku membuatku lupa semuanya.
Aku masuk dan melihat sebuah kardus, tepat di sebelah kananku. Kardus itu masih tertutup dengan rapat.
Aku pun mengeluarkan pisau kecil yang tadi dan membuka kardus itu.
Hanya ada handuk-handuk, sabun, dan lain-lain. Eh, tunggu dulu. Anehnya, ada korek api yang sudah kosong.
Aku memutuskan untuk menyimpan korek api itu dan memasukkannya ke dalam bajuku.
Tiba-tiba aku mendengar ada sesuatu yang sepertinya sangat basah terjatuh di belakangku. Aku kaget dan menjatuhkan pisau kecilku itu.
Begitu aku menengok ke belakang, aku melihat sesosok orang, mungkin sudah menjadi mayat, terjatuh dari bathtub kamar mandiku.
Yang membuatku semakin ngeri adalah, sosok itu penuh dengan darah dan sudah tidak bergerak lagi. Bahkan ternyata bathtub itu penuh berisi dengan darah.
Aku memperhatikan sosok itu dengan takut dan prihatin. Apakah dia sudah mati atau masih hidup, tetapi melihat sosok itu tidak bergerak sama sekali, aku pastikan dia pasti sudah tidak bernyawa.
Lalu aku menangkap sesuatu yang berkilauan dari ujung kamar mandi. Terlihat seperti kunci.
Aku pun melangkah sedikit demi sedikit karena takut, dan pelan-pelan melewati bathtub penuh darah itu untuk mengambil kunci.
Setelah aku mengambil kunci, aku ingin bergegas meninggalkan kamar mandi karena aku merasakan firasat buruk.
Benar saja, ketika aku baru saja melewati bathtub, sosok berlumurah darah tadi tiba-tiba bergerak dan merangkak ke arahku.
Suara raungannya yang menyeramkan, ditambah bunyi keciplak-kecipluk yang meninggalkan banyak bekas darah membuatku menghambur keluar dari kamar mandi itu.
Begitu aku keluar dari kamar mandi, sepertinya jantungku belum bisa beristirahat.
Setelah dikejutkan mayat berlumuran darah di kamar mandi tadi, aku harus melihat pemandangan yang membuatku hampir pingsan.
Bagaimana tidak, aku melihat sebuah boneka merah buatan ayahku berjalan dengan santainya di depan mataku.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Mad Father [Slow Update]
HorrorAya Drevis, gadis lugu berumur 10 tahun yang imut dan cantik harus berurusan dengan banyak mayat hidup alias monster di rumahnya karena ayahnya, Alfred Drevis. Ayah Aya bisa dibilang adalah seorang ilmuwan gila. Dia menggunakan hewan, bahkan manusi...