Aku bergegas keluar dari kamarku untuk mencari ayah. Begitu aku berada di depan pintu kamarku, aku memiliki firasat buruk. Tapi, aku harus mencari ayah.
Aku menepis firasat itu jauh-jauh lalu membuka pintu kamarku. Begitu aku keluar, aku mendengar suara-suara dari sebelah kiriku. Tapi aku tidak peduli, aku tetap pergi menuju laboratorium ayahku.
Tiba-tiba jejak-jejak darah bermunculan di dinding, membuatku panik dan membeku. Aku pun hanya terdiam sampai jejak kaki itu berhenti di depanku dan membuatku terjatuh.
Aku mencicit ngeri melihat pemandangan di depanku. Dua orang, bukan. Mereka terlihat seperti zombie, dengan wajah tidak beraturan, dan banyak tambalan kulit dan jahitan di sekujur tubuhnya.
Aku perlahan-lahan mundur, karena aku tidak dapat bangun saking takutnya. Apa aku akan mati di sini...?
"Ke sini!" suara siapa itu? Apa ada orang lain di sini?
"Si... Siapa itu?" tanyaku dengan suara bergetar.
"Ayo ke sini!" suara itu terdengar lagi.
"Apa ada orang di sana?" aku bertanya lagi. Tapi harapanku mulai membuncah setelah mendengar suara itu. Aku pun bangun dan berlari menuju suara itu, menjauh dari dua zombie menyeramkan ini.
Aku pun melihat seorang anak lelaki dengan rambut pirang. Ada sedikit bercak darah di bajunya. Tapi aku rasa anak ini tidak berbahaya.
"Siapa kamu?" tanyaku dengan hati-hati.
"Lewat sini," katanya sambil mengacuhkan pertanyaanku.
"Siapa..." aku pun bersikeras ingin tahu siapa dia tapi dia malah menyahutiku.
"Tetaplah bersama denganku," katanya sambil melangkah untuk menunjukkan jalan. Aku tetap tidak mau mengikutinya dan berjalan mundur perlahan.
Sepertinya dia tau kalau aku tidak mau mengikutinya sehingga dia menoleh dan menatap mataku langsung, "Aku bilang lewat sini!"
"Aaaaa!" aku berteriak sambil menutup mulutku. Wajahnya sungguh menyeramkan, mata sebelah kanannya tidak ada, sehingga aku dapat melihat lobang matanya yang mengerikan itu.
Aku berlari menjauhi anak laki-laki itu. Tapi ternyata dua monster seperti zombie tadi masih ada dan berusaha mendekatiku lagi. Tidak ada pilihan lain, aku langsung kembali ke kamarku dan menguncinya.
Aku menghirup udara banyak-banyak, sambil menenangkan jantungku. Mungkin semua ini hanya ilusi, sebaiknya aku tidur lagi.
Aku berbalik menuju ranjangku, dan lagi-lagi aku dikagetkan oleh seseorang-yang sedang berdiri melihat-lihat rak bukuku-sampai membuatku terlonjak menabrak pintu di belakangku.
Aku pasti akan berteriak lagi kalau orang itu sejenis monster-monster di luar kamarku. Tapi untung saja dia terlihat seperti manusia biasa. Dia memakai topi dan tuxedo hitam, lagipula darimana dia bisa masuk ke kamarku tiba-tiba?
"Siapa itu...?" tanyaku sambil mencoba menenangkan diri.
"Banyak buku menarik di sini. Apakah kau menyukai buku, sayang?" katanya tanpa menengok dan menjawab pertanyaanku.
"Siapa kau?!" aku bertanya lagi dengan nada lebih tinggi karena kesal pertanyaanku tidak dijawab.
"Jangan terlalu agresif, aku hanyalah pebisnis," jawabnya dengan tenang lalu berjalan ke arahku.
"Pebisnis...?" tanyaku masih bingung.
"Panggil aku, Ogre. Aku harap aku bisa mengenalmu, gadis muda," katanya lagi. Aku hanya terdiam, bingung harus berkata apa pada orang asing ini.
"Aku tau, mayat-mayat yang berkeliaran di sekitar sini pasti sangat menyusahkanmu," ujarnya lagi. Kata-katanya membuat aku merinding. Mayat?
"Mayat...? Monster di luar sana? Mereka seperti monster di dalam cerita-cerita seram. Kenapa mereka bisa seperti itu?" tanyaku padanya. Aku rasa dia tidak berbahaya dan aku mulai bisa percaya orang ini, kurasa.
"Itu adalah kutukan," jawabnya dengan santai, tapi cukup untuk membuatku terkejut.
Karena melihatku bingung, dia pun berbicara lagi, "Apa yang kau lihat di luar sana adalah mayat dari bahan percobaan ayahmu. Mereka dipenuhi dengan kemarahan, dan mereka dapat hidup lagi karena kutukan. Untuk membalaskan dendam kepada ayahmu... pastinya."
"Apa?!" aku terkejut, "Jadi, ayahku dalam bahaya? Aku harus menyelamatkan ayah!"
"Kenapa? Hanya karena hobi, dia telah membunuh banyak orang untuk melakukan percobaannya. Ini adalah akibatnya. Kau harusnya sadar sekarang... bagaimana ayahmu yang sebenarnya. Dan kau masih ingin menyelamatkannya?"
Aku terdiam mendengar penuturannya. Mungkin dia benar, tapi tetap saja aku harus menyelamatkan ayahku. Ayahku dalam bahaya!
Tanpa sepatah katapun aku keluar dari kamarku, meninggalkan orang yang menyebut dirinya sebagai Ogre itu.
Ayahku selalu baik padaku. Dia adalah satu-satunya ayah yang aku punya. Dan aku juga sudah berjanji pada ibuku juga...
"Orang asing bermata merah itu memberikan Jack kekuatan untuk mengutuk orang lain. Dan Jack bilang, 'terimakasih, sekarang aku bisa membalas dendamku,'," kata ibuku lembut yang sedang membacakan dongeng tentang Orang Asing Bermata Merah itu.
"Ibu... apa yang ayah selalu lakukan di bawah sana?" tanyaku setelah bosan mendengar dongeng yang sudah sering dibacakan oleh ibuku.
Ibuku terdiam sejenak, tampak berpikir, "Itu pekerjaan yang sangat sulit... Kau akan mengerti setelah kau besar, Aya."
"Aku ingin cepat besar kalau begitu..."
"Aya... Apapun yang terjadi, jangan pernah membenci ayahmu," kata ibuku dengan raut wajah yang berbeda.
"Ibu... Tentu saja aku tidak akan membenci ayah!"
"Baguslah kalau begitu," kata ibuku sambil tersenyum.
"Ibu, apakah kau tidak suka pada ayah?"
"Tidak, bukan begitu... Aku juga sepertimu, Aya. Aku sangat menyayangi ayahmu," aku tersenyum lega mendengar jawaban ibuku.
"Kadang dia tidak bisa ditebak. Jadi ayo kita dukung ayahmu, bagaimanapun keadaannya. Janji?" ujar ibuku lagi.
"Yeah!" aku tersenyum sambil mengangkat jari kelingkingku.
Apapun yang terjadi, aku menyayangi ayahku. Jadi jangan khawatir ibu... Aku harus menyelamatkan ayahku!
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Mad Father [Slow Update]
HorrorAya Drevis, gadis lugu berumur 10 tahun yang imut dan cantik harus berurusan dengan banyak mayat hidup alias monster di rumahnya karena ayahnya, Alfred Drevis. Ayah Aya bisa dibilang adalah seorang ilmuwan gila. Dia menggunakan hewan, bahkan manusi...