Aku mengembalikan buku diary Maria dengan rapi ke tempatnya semula. Setelah membaca diary itu, pandanganku kepadanya sedikit berubah. Walaupun aku masih menyimpan sedikit sakit hati dengannya, tapi aku yakin Maria dengan tulus mencintai ayah.
Aku pun meninggalkan kamar Maria dan pergi kembali menuju laboratorium ayahku. Maria masih pingsan di sana.
Aku memutuskan untuk pergi mengikuti arah Ogre tadi, hingga akhirnya aku melihat ayahku yang tersungkur lemas.
"Ayah!" aku berteriak memanggilnya sambil berlari mengejar ayah.
Begitu aku mendekatinya, muncullah sesosok wanita berbaju biru dengan noda darah di bagian dadanya. Rambutnya coklatnya yang panjang membuatku semakin yakin kalau itu adalah ibuku, walaupun wajahnya sangat pucat dan tidak menunjukkan ekspresi apa-apa.
"I... ibu? Apakah itu kau?" tanyaku dengan ragu-ragu. Tapi wanita itu hanya diam.
Aku terus berlari mengejar ayah, tapi sosok wanita itu menariknya dengan cepat dan menghilang.
"Tunggu!!!" kataku berteriak dengan sekuat tenaga, tapi mereka sudah menghilang begitu saja.
Aku lemas melihat kejadian tadi. "Tidak mungkin... Apakah tadi itu benar-benar ibu? Tidak mungkin aku salah mengenalinya, tadi itu benar-benar ibu..." gumamku lemah mengingat pemandangan tadi.
"Tapi kenapa ibuku...? Pasti karena kutukan ini ibuku jadi seperti itu," kataku pada diri sendiri. Aku tidak mau berpikiran macam-macam tentang ibu.
"Jadi kau belum sadar juga ya?" kata suara yang cukup familiar terdengar dari belakang. Aku tau, itu pasti suara pria aneh bernama Ogre itu.
Aku langsung menengok ke sumber arah tersebut dan benar dugaanku.
"Semua ini disebabkan oleh kutukan dari seorang wanita yang membalaskan dendamnya kepada ayahmu... Dendam itu berubah menjadi kutukan yang menginginkan kematian ayahmu," jelasnya padaku.
"Maksudmu, wanita itu adalah..." kataku ragu-ragu. Rasanya aku tidak ingin mempercayai perkiraanku sendiri.
"Jadi kau menyadarinya. Ya benar, wanita itu adalah ibumu," ujarnya lagi.
"Tidak mungkin!" aku menepis perkataannya. Aku tidak ingin percaya kalau ibuku punya dendam terhadap ayahku. Bahkan sampai menimbulkan kutukan seperti ini.
"Dan kenapa kau berpikir seperti itu?" tanyanya kepadaku.
"Karena ibu sangat mencintai ayah!" jawabku dengan emosi yang membuncah. Aku pun berusaha menenangkan diriku, aku sungguh merasa sedih sekarang.
"Ibuku bahkan mengerti pekerjaan ayah, dan ayah juga menyayangi ibu. Bukankah seharusnya ibuku bahagia? Aku tidak bisa percaya kalau ibu mempunyai dendam terhadap ayah.
"Tapi... mungkin ibuku tidak suka melihat ayah bersama dengan Maria. Aku sangat berharap kalau itu tidak benar, tapi..." aku tidak melanjutkan kata-kataku. Aku sedih mengingat ibu, apalagi tau kalau ternyata ibuku punya dendam kepada ayahku.
Mungkin ibuku benci melihat ayahku bersama Maria. Bahkan ketika ibuku masih hidup, ibuku tau ayahku sering kali bersama dengan Maria.
"Jadi kau akan mencari tau yang sebenarnya?" tanyanya dengan santai padaku.
Aku pun hanya mengangguk pelan lalu pergi meninggalkan Ogre sendirian, mengikuti jejak kemana ayahku dibawa oleh hantu wanita yang mirip ibuku tadi.
Aku tidak peduli, aku ingin segera menemukan ayah dan ibuku. Aku harus menyelamatkan ayah dan mengetahui apa yang terjadi.
Aku terus berjalan hingga sampai ke sebuah ruangan besar berisi meja-meja yang ditutupi kain putih dengan bercak darah. Seperti kamar mayat saja rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mad Father [Slow Update]
HorrorAya Drevis, gadis lugu berumur 10 tahun yang imut dan cantik harus berurusan dengan banyak mayat hidup alias monster di rumahnya karena ayahnya, Alfred Drevis. Ayah Aya bisa dibilang adalah seorang ilmuwan gila. Dia menggunakan hewan, bahkan manusi...