Chapter 3

414 33 0
                                    


         Hari itu, hari Rabu. Rabu ini sangat mendung, dingin, dan suram. Aku, Anna, dan Alex berjalan menuju cafetaria. Sejak minggu ini kita bertiga sering ke cafetaria bersama. Untung, karena aku dapat ngobrol dengan Alex, tetapi tidak meninggalkan Anna.

"Rin, udah buat PR Biologi?" Tanya Alex sembari mengambil sebuah roti dan menaruhnya di atas bakinya.
"Belum sama sekali. Banyak banget soalnya, sampe ga ada motivasi buat ngerjain." Dengusku. Pandanganku menelusuri seluruh isi cafetaria tersebut. Aku melihat Luna duduk di sebuah meja di pojok ruangan sambil terbahak-bahak dengan geng-nya dan beberapa cowok dari kelas 12.
"Disana aja yuk duduknya!" Ujar Anna sambil menunjuk sebuah meja kosong yang untungnya sangat jauh dengan tempat Luna dkk.
"Okayy" ujarku dan Alex berbarengan.

Kita menuju meja tersebut. Aku melihat rintik-rintik hujan yang mulai menempel di kaca jendela. Cuacanya memang labil.
"Kamu belum buat kan rin, buat barengan yuk nanti?" Tanya Alex.
"Ayok. Dimana? Kamu mau ikut An?" Tanyaku sambil menoleh ke arah Anna yang ada di sampingku.
Anna memandangiku. Lalu memandang Alex. "Ehm, nggak deh" ujarnya "Aku... Aku ada kumpul paduan suara mendadak" tambahnya.

      Aku dan Alex pun memutuskan untuk mengerjakan PR itu di rumah Alex. Kebetulan aku juga belum pernah ke rumah Alex. Awalnya Alex ragu, tetapi akhirnya ia setuju juga.

***

    Dengan sedikit gugup aku memencet bel rumah Alex. Bunyinya ternyata sangat nyaring, bahkan aku si pemencet pun kaget. Aku mendengar langkah-langkah di lorong. Entah kenapa aku sangat gugup, menggigit-gigit bibir bawahku dan mencengkeram tali ranselku dengan erat. Semoga yang buka Alex. Pintu terbuka. Senyum ramah dari Alex menyapaku. Aku membalas senyumnya dengan sedikit canggung.

     "Hei. Ayo masuk, dingin di luar." tangannya menyentuh punggungku pelan, mengajakku masuk. Punggungku seperti disengat listrik rasanya. Tubuhku yang awalnya kedinginan, sekarang rasanya seperti berendam dalam bak berisi air hangat.

   Aku menuruti perkataannya. Sepatuku yang basah sedikit mengotori karpet coklat yang ada di lorong rumah Alex. Setelah membuka sepatu dan menaruhnya di pinggir lorong tersebut, berdampingan dengan 3 pasang sepatu lainnya, aku mengikuti Alex menuju kamarnya yang berada di lantai atas.
"Kamu sendirian aja?" Tanyaku sambil melihat-lihat sekitar. Bekas tangan Alex dipunggungku tadi masih terasa panas.
"Ehm enggak sih, ada ibuku di dapur." Kata Alex sedikit canggung.

Alisku naik. Sebelum aku dapat mengatakan sesuatu, seorang wanita memasuki kamar Alex. Wanita itu terlihat muda, ia mengenakan sebuah kaos bertuliskan 'I❤️Indonesia' dan sebuah celana panjang. Rambutnya yang panjang diikat. Jelas-jelas dia orang Indonesia, pikirku. Wanita itu memandang Alex dengan sedikit curiga.

"Ibu kira temanmu yang mampir?" Tanyanya berbahasa Indonesia. Dia pasti mengira aku takkan mengerti.
"Dia... Dia memang temanku, bu." Jelas Alex "Dia, ehm, dia mengerti bahasa Indonesia, jadi-"
"Dia bisa bahasa Indonesia?" Tanya ibu Alex.
"Iyaa tante." Jawabku sambil tersenyum ragu.

Ibu Alex lalu tersenyum tak percayaan. Ia mengajak kita ke ruang tamu untuk berbincang-bincang. Alex menjelaskan semuanya ke ibunya, bahwa aku juga anak campuran indonesia-jerman, dan lain-lain. Aku meneguk jus jeruk yang diberi oleh ibu Alex. Setelah Alex selesai menjelaskan, ibunya menjabat tanganku.

"Karin, nama saya Rina. Panggil tante Rina aja, atau Rina aja juga boleh." Kata Tante Rina.
Aku mengangguk, "Iya, Tante..."

Setelah berbincang-bincang sedikit, aku dan Alex kembali ke kamarnya. Rumah Alex sangat sederhana, seperti rumah masyarakat di Jerman pada umumnya. Rumah itu berlantai 2, dengan ruang bawah tanah tentunya. Lantai atas rupanya hanya terdiri atas kamar Alex dan sebuah kamar mandi. Kamar Alex sangat rapi. Tumben ada cowok yang kamarnya rapi, pikirku mengingat kamar Henry, sepupuku, yang kacaunya minta ampun.

PurposeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang