Chapter 4

401 28 0
                                    


      Sebulan telah berlalu. Kini hawa-hawa musim panas telah benar-benar hilang. Daun-daun pepohonan mulai berubah warna, dari hijau menjadi merah, orange, atau kuning. Musim gugur.

     Pagi itu, hari Jumat, seperti biasa aku memasuki kelasku dan menghampiri mejaku. Alex kini duduk di belakangku. Dan seperti biasa juga, Anna belum datang. Akhir-akhir ini dia tak datang awal seperti dulu.  Tiba-tiba Ella, teman satu geng Luna menghampiri kita.

"Hey! Hari ini kan aku ulang tahun, jadiiiii aku ngadain party di rumahku, mulai jam 6. Kalian harus dateng yaa!" ajaknya. Ella memang kaya, ia memiliki rumah dengan halaman belakang yang sangat luas, sehingga cocok dijadikan sebagai tempat party. Aku pernah datang ke party ulang tahunnya tahun lalu, dan aku tau betul bahwa Ella takkan ragu-ragu menghabiskan banyak uang untuk sebuah party yang meriah.

Aku memandang Ella yang menunggu jawabanku. "Ehm, mendadak banget. Tapi, aku dateng kok. Btw selamat ulang tahun yaa!" Ucapku sambil menyalami tangan Ella yang putih pucat.

"Aku datang juga." Alex membalas tatapan Ella. Mata Ella berbinar-binar mendengar ucapannya. Kini gadis itu tersenyum girang.

"Okay! Tenang aja, aku udah ngundang lebih dari 50 orang, pestanya bakal meriah kok!" Jelasnya sambil mengedipkan sebelah mata pada Alex. Mendapat perlakuan seperti itu Alex hanya mengangguk dan kemudian menghampiri Marcel, temannya, yang sedang nongkrong di pojok kelas.

"Oh ya, ajak Anna juga. Kalau dia mau..." Bisik Ella dengan ragu. Aku mengangguk. Ella pun berlalu, menuju Luna dan yang lainnya.

Anna yang baru datang kini menghampiri meja kita dan menaruh tasnya di kursinya. Ia menyapaku dan aku menyapanya balik. Setelah ia menaruh jaket tebalnya di kasa jendela kelas yang besar, aku menceritakan ajakan Ella kepadanya.

"Ehm. Aku nggak yakin bakal dateng. Kamu tau kan aku orangnya gimana... Ngga suka dikelilingin banyak orang gitu, apalagi kalau ada musik jedag-jedug gitu." Jelas Anna sambil menatapku, meminta pengertian. Kalau Anna tidak ikut, lalu gimana denganku? Sama Alex? Aku tersenyum saat pikiran tersebut muncul di benakku.

"Kok senyum? Hmm ah aku ikut aja deh, biar aku pernah ngerasain party." Kata Anna mengubah keputusannya.

     "Iya, kamu ikut aja. Party itu ga seburuk yang kamu kira kok!" Balasku dengan nada sedikit menggoda. Anna pun tertawa kecil dan mengangguk.

***

    Jam tanganku menunjukkan pukul 18.00. Aku dan Anna sepakat untuk bertemu di halte bus dekat rumah Ella. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya aku melihat Anna yang turun dari bus yang baru saja berhenti di halte ini.

      Anna memakai sebuah kemeja hitam di atas sepasang jins putih. Ia juga mengenakan jaket sehari-harinya yang berwarna merah tua. Gadis berkacamata itu tidak pernah memakai make-up dan bahkan saat menghadiri pesta seperti ini, ia tak mengenakan aksesoris apa pun. Boro-boro pake makeup, make kalung aja kagak pernah, batinku. Aku merasa sangat overdressed dibandingkan dengan Anna, karena aku memakai gaun pendek berwarna hitam dengan pernak-pernik di bagian dada, disertai dengan leggings tipis warna hitam. Aku menaikkan resleting jaketku (yang berwarna hitam juga) untuk menghambat udara dingin yang menyapu dadaku.

    "Eyeliner-mu berantakan"  kata Anna sambil nyengir. Tadi aku bersusah payah mengaplikasikan produk itu, berharap semoga hasilnya memuaskan.

   "Ah dasar kamu buat enggak PD aja." Ucapku datar. Tetapi, Anna tau aku hanya bercanda.

    Kami pun menelusuri jalan yang basah akibat hujan tadi siang menuju rumah Ella yang berjarak kurang lebih 70 meter dari halte itu. Ketika aku dan Anna telah sampai di depan pintu pagar rumah Ella, telingaku sudah dapat mendengar suara musik remix yang dimainkan keras-keras dari dalam rumah. Raut muka Anna menjadi sedikit tegang. Aku pun memencet bel di pintu pagar tersebut.

PurposeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang