Chapter 16

194 13 0
                                    


    Hari ini, hari sabtu, hari terakhir sekolah untuk semester 1. Dengan malas, kami mendengarkan Mr. Heinrich-guru Biologi, menjelaskan tentang pembelahan sel. Jam dinding di kelas kami berdetak begitu lamban dan keras. Bunyi detakan jam itu merupakan satu-satunya suara di kelas ini, di samping suara Mr. Heinrich.

    Aku menguap. Sebenarnya aku ingin mengobrol sedikit dengan Anna, namun setiap kali kami mengobrol saat pelajaran biologi, guru itu langsung menegur kami dengan nada yang begitu sedih dan mata berkaca-kaca karena merasa tidak dihargai. Baik Anna maupun aku tidak tega melihatnya seperti itu, sehingga lebih baik diam, walaupun kami bisa tertidur saking bosannya.

    Anna yang biasanya selalu menajamkan telinganya ketika guru berbicara, kini menyobek sebuah lembaran kertas dari bukunya. Ia mengambil pensilnya, lalu menulis sesuatu di atasnya. Kertas itu didorong olehnya ke aku. Aku membacanya, berusaha agar tak terkesan mencurigakan.

    Kamu juga diundang kan ke ulang tahunnya Jenny?

   Diam-diam, aku mengambil pensilku dan membalas pesan itu.

    Iya. Besok kan? Kamu ngasi dia hadiah ga?

  Anna membacanya, lalu tersenyum.

   Iya besok. Aku udah siapin sebuah buku. Yaudah bilang aja itu dari kita berdua.

    Aku tersenyum, mengingat tahun lalu, saat ulang tahun Jenny, aku tak membawa kado, karena kukira budaya itu sudah lepas di usia itu. Ternyata banyak temannya yang lain membawa kado. Perayaan ulang tahun Jenny dulu juga harus kubilang lumayan kekanak-kanakan. Dengan menyanyi bersama, bermain games, dan topi-topian berbentuk kerucut dengan warna-warna meriah, dan balon-balon di setiap sudut ruangannya. Bertolak belakang dengan cara Ella merayakan ulang tahunnya. Tapi jika disuruh memilih, aku lebih memilih datang ke acara ulang tahun semacam milik Jenny daripada Ella.

***

  Aku yang selalu tepat waktu, kini memasuki rumah Jenny tepat pukul 4 sore. Begitu aku masuk, aku mendengar alunan lagu '22' dari Taylor Swift. Aku menyelamati Jenny.

   "Selamat ulang tahun Jenny! Semoga kamu tambah pinter, tambah cantik, semoga kamu panjang umur! Dan juga sehat selalu!" Ucapku sambil memeluk Jenny. Gadis itu terlihat bahagia.

    Sayangnya, Anna belum datang. Dan kadonya dibawa olehnya. Jadinya, aku harus menunggunya terlebih dahulu. Aku pun menyender di pojok ruangan sambil memandangi keadaan sekitar.

    Jenny mengundang semua teman sekelasnya, sepupu-sepupunya, dan beberapa teman sekolah dasarnya. Lagu-lagu yang dimainkan oleh speaker di pojok ruangan itu semua lagu Taylor Swift. Cewek ini sedang demam Taylor Swift. Benar saja, kemarin aku melihatnya memakai baju bercetak wajah penyanyi itu. Tahun ini, jumlah balon di sekitar ruangan berkurang. Dan rupanya aku tak mendapat sebuah topi kerucut berglitter lagi. Jenny berevolusi, pikirku sambil tersenyum.

    Tiba-tiba, seseorang menepuk bahuku. Tanpa mendengar suaranya, aku sudah dapat menebak siapa orang itu.

    "Heyyyy, kok senyum-senyum sendiri sih?" Sven menatapku sambil nyengir. Ia membawa dua buah gelas plastik berisi minuman.

    "Daripada aku cemberut." Sahutku setelah beberapa saat.

    "Wow tumben ga keras." Sven meneguk minumannya. "Oya, kamu mau nih? Sprite?" Ujarnya sambil menawarkanku gelas yang lagi satu. Gelas itu masih penuh.

    Aku mengintip ke dalam gelas itu. "Kamu ga isiin apa-apa kan?" Tanyaku curiga. Semenjak kerja kelompok itu, aku lebih akrab dengannya. Aku juga harus melupakan tindakan bodohnya yang mencoba menciumku tahun lalu. Dia hanya kelewat suka saat itu. Dia bukan seperti Roby, yang kelewat berengsek.

PurposeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang