Chapter 20

211 13 2
                                    


Liburan ini membuatku lebih mudah untuk tidak mengingat Alex, maupun Luna. Malam tahun baru kulewati bersama keluarga besarku. Semua berjalan pada lajurnya, seperti yang sudah seharusnya, dalam lintasan waktu yang sudah ditentukan. Aku tak mengingat sebagian besar hari yang kulewati, namun, mengapa harus kuingat semuanya? Tak ada hal yang berkesan kecuali pohon natal yang sangat besar kali ini dan kembang api yang megah.

Liburan masih berlanjut. Tugas proyek sejarah kelompokku belum tertuntaskan sepenuhnya. Anna masih liburan Ski di pegunungan Schwarzwald bersama keluarganya. Dan aku? Aku masih... Bersantai di rumah. Selama liburan aku begitu pasif, tak seperti biasanya. Biasanya aku selalu mencari sebuah kegiatan baru untuk dilakukan, tapi tidak kali ini. Mungkin aku bisa pergi berselancar es sendiri, pikirku setelah beberapa saat.

Pikiranku buyar karena pintu kamarku terbuka. Kepala ibuku muncul di ambang pintu.

"Rin. Mau bantu mama buat cupcake nggak?" Tanya mamaku.

"Hm, okee, tentu." Sahutku dan mulai bangkit dari kasurku. Karena memang aku tidak ada kegiatan, tambahku dalam hati.

Aku mengikuti ibuku ke dapur, di mana ibuku sudah menyiapkan semua bahan dan alatnya. Hampir semuanya.

"Nih, mama udah siapin semuanya." Kata ibuku sambil menunjuk tepung, loyang cupcake, mixer, bongkahan coklat, dan entah berapa bahan lainnya. "Kecuali telur sih. Kita kekurangan telur. Rin, kamu beli lagi selusin di Edeka ya, tolong?" pinta ibuku.

Aku hanya mengangguk dan mengambil uang 5€ yang dijulurkan ibuku. Aku pun memakai jaket dan sepatu bots lalu keluar rumah dan menuju halte bus terdekat.

Aku turun dari bus, dan menuju supermarket yang lapangan parkirnya terlihat sepi itu. Hanya enam mobil terparkir disana. Salah satu mobil berwarna silver menarik perhatianku. Sepertinya aku mengenal mobil ini. Tapi aku tak mengingat kenapa. Aku mengacuhkannya dan memasuki supermarket itu, yang dulu pernah kumasuki bersama Alex juga.

Rasanya seperti Deja-vu, kini aku kembali berjalan menyusuri rak-rak supermarket tersebut dan mengambil sekotak telur, yang paling murah. Ketika aku berbalik, aku melihat seorang wanita yang juga sedang mencermati telur-telur di rak ini.

"Tante Rina." Kata-kataku keluar lebih seperti sebuah pernyataan, bukan sapaan. Bagaimana tidak, terakhir kali aku melihat wanita ini adalah saat ia mengantarku pulang dengan mobilnya. Pantas saja aku mengenal mobil silver di lapangan parkir tadi.

"Hey, Karin." Tante Rina tersenyum dan berdeham. Ia nampak sedikit canggung.

Dalam hati aku bertanya, kapan terakhir kali ibu ini bertemu anaknya. Apa Tante Rina tau Alex ngerokok? Dan tiba-tiba, jarak antara aku dan tante Rina terkesan jauh sekali.

"Gimana kabar Alex?" Tanyanya, seakan-akan itu pertanyaan yang telah lama ingin ia tanyakan.

"Kabar Alex? Seharusnya aku yang menanyakan itu, tante." Jawabku spontan.

Tante Rina tersenyum lesu. "Bagaimana tante bisa tau kabarnya dia. Melihat Alex aja nggak pernah, apalagi bertemu." Sahutnya sedih.

Aku menjerit dalam hati. Jadi setelah cerai, Alex lupa sama ibunya gitu aja? Bahkan seharusnya dia ikut ibunya, karena dulu dia terkesan lebih milih ibunya dibandingkan ayahnya.

PurposeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang