Chapter 12

228 19 0
                                    


Hey readers!
Aku pengen ngasi tau beberapa hal, sebelum cerita ini berlanjut. Sekarang mungkin aku agak lama update ceritanya, soalnya lagi mau UAS (ulangan akhir semester), jadinya sibuk belajar hehe!
Tapi begitu aku selesai ulangan, aku janji bakal update cerita ini secepat mungkin.
Makanya tolong tunggu dengan sabar ya, dan jangan lupa vote&comment di cerita ini:) tolong maklumi juga.

Makasii, see you in a week/more! Please keep waiting!❤️❤️

-Tamy

---------------------------------

Hey, i'm back!! Maaf ya lamaa. Oke, tanpa lama lama langsung aja ke lanjutan ceritanya👇👇👇
---------------------------------

Chapter 12

   Aku memberi Mr. Röhmer lembaranku. Lembaran itu adalah tugas sejarah tentang raja-raja yunani. Buku Anna menjadi referensi yang bagus saat itu. Mr. Röhmer pun tersenyum sambil meletakkan lembaranku dan lembaran Anna di atas tumpukan lembaran lainnya. Kemudian, beliau mengoleksi lembaran-lembaran dari murid-murid yang lain.

   Aku sedang berterimakasih pada Anna mengenai buku 'Rahasia Raja-Raja Yunani'-nya, saat Mr. Röhmer dengan kesalnya memarahi Alex.

   "Jadi kamu tidak mengerjakan tugas ini?" Tanya beliau kepada Alex, yang dengan arogannya menatap ke luar jendela. Otomatis, ke-24 kepala di kelas itu menoleh ke arah Alex dan Mr. Röhmer.

    "Tepatnya aku lupa. Aku kira dikumpul minggu depan." Ujar Alex dengan polosnya, kini ia menatap guru itu yang mukanya memerah.

    "Kamu lupa?! Kamu tidak pernah lupa akan tugasmu sebelumnya, Alex, lantas apa yang membuatmu lupa kali ini?" Gerutu guru sejarah itu. Beliau mencoba mengontrol emosinya.

    Alex diam sesaat. Kini ia memandang Mr. Röhmer. "Apa yang membuatku lupa akan tugas ini? Tak ada hal yang spesifik, hanya saja sepertinya tugas pemberian anda tidak menjadi sebuah prioritas bagiku." Jawab Alex.

    Aku membelalakkan mataku. Jawaban Alex tadi benar-benar keterlaluan. Suasana di kelas menjadi semakin tegang.

    Mr. Röhmer menghembuskan nafas panjang. "Jadi begitu? Oke." Dengusnya. "Kamu dihukum. Tugasmu harus kamu kumpulkan besok, datanglah ke ruangan saya pada jam makan siang besok. Tapi, kamu harus membuat enam lembar, beda dengan teman-temanmu, yang menjadikan tugas ini sebuah prioritas, mereka hanya membuat dua lembar. "

    Alex menganga. Ia terlihat sangat bodoh dengan ekspresi seperti itu. "Enam lembar? Tulis tangan? Ini nggak adil!"

   "Oke, sepuluh lembar kalau begitu." Gerutu Mr. Röhmer sambil menatap Alex dengan tajam. Beliau pun kembali ke depan kelas dan mulai menerangkan materi berikutnya.

   Alex mengangkat tangannya, dan aku dapat mendengar dengusan 'fine' yang keluar dari mulutnya.

    Aku menatap Anna. Ia menaikan alisnya setinggi mungkin. "Dia takkan mampu mengerjakannya." Bisik Anna.

   "Bisa aja. Siapatau." Bisikku balik. Alex tak dapat ditebak.

***

   Siang itu, sepulang sekolah, aku sudah duduk di bus yang penuh, namun kendaraan itu tidak melaju juga. Aku pun menaruh ransel beratku di tempat duduk di sampingku. Tiba-tiba, aku melihat Alex yang terburu-buru memasuki bus. Cowok itu mencari-cari tempat duduk, tapi bus itu sudah penuh. Pilihannya hanya berdiri atau... Duduk di sampingku. Baru saja aku memikirkan itu, Alex sudah menghampiri tempatku.

   "Aku duduk sini ya." Ujarnya.

   Aku tak membalas perkataannya. Dengan bisu aku memindahkan ranselku dari tempat duduk itu ke pangkuanku.

   Alex pun duduk dan bus ini mulai bergerak dengan lamban. Beberapa menit, kami hanya saling membisu.

   "Tumben naik bus." Ujarku memecah keheningan di antara kami berdua. Di bus itu memang sedikit ribut akibat bercandaan dan obrolan murid-murid lain, tapi semua suara itu tak penting bagi telingaku.

   "Iya." Sahut Alex. Ia berhenti sesaat. "Luna pulang sama Ella hari ini, 'girls day out' " timpalnya.

   Aku tidak menanggapi penjelasannya itu. Pandanganku tertuju pada sebuah bentuk kotak yang menonjol dari saku samping ranselnya.

   "Kamu ngerokok?" Tanyaku dengan nada netral.

    "Kenapa kamu nanya gitu?"

   "Kamu ngerokok gak?" Tanyaku lagi, kali ini lebih tegas.

  "Iya." Ujar Alex pada akhirnya. Ia menyadari bahwa aku melihat bungkusan rokok dibalik ranselnya, sehingga ia mengutupnya dengan sikunya.

    Aku hanya menatap Alex. Mata kami bertautan selama beberapa detik. "Kenapa?"

  Alex mengangkat bahu. "Cuma pengen nyoba hal baru."

  Hal baru. Rasanya aku ingin sekali mengatakan bahwa tak semua 'hal baru' itu pantas untuk dicoba, namun aku memutuskan untuk diam saja.

   Bus itu berhenti, rupanya ini halte rumah Alex, karena Alex kini bangkit sambil menaikkan resleting jaketnya.

   "Have fun dalam nulis sepuluh lembar tentang sejarah raja-raja yunani." Ujarku dengan datar saat Alex menuju pintu keluar bus.

   Rupanya ia mendengar perkataanku. Ia tertegun sesaat, lalu menoleh kepadaku dan mengangkat sebelah sudut mulutnya.

***

  Sebenarnya polanya 'scroll-like-scroll-like-scroll-like', namun malam itu aku hanya menggerakkan ibu jariku dari bawah keatas layar HP-ku, berulang-ulang. Aku berhenti, mengistirahatkan jariku sesaat, sambil memandangi foto instagram Luna. Entah kenapa foto dari akun cewek ini muncul di timeline-ku.

    Fotonya adalah foto dari keenam cewek yang merupakan geng-nya Luna. Mereka berenam berdiri di depan sebuah tembok penuh graffiti. Tentu saja captionnya 'girls day out #squad'

    Aku kembali men-scroll. Setelah beberapa saat, aku memutuskan untuk men-stalk akun Alex. Siapa tau ada sesuatu yang menarik.

Dan ternyata memang ada sesuatu yang menarik.

Sehari yang lalu, Alex telah meng-upload sebuah foto yang menunjukkan beberapa botol Jack Daniel's disertai beberapa gelas disekelilingnya. Di sela-sela itu, terdapat asap rokok. Dan di depan semua itu, terlihat tangan Alex yang mengacungkan jempol.

    Ini gila. Ini terlalu gila, rasanya aku ingin tertawa saking gilanya. Oh ya? Siapa sangka, Alex yang dulunya polos begitu, sekarang mengacungkan jempol di depan botol-botol Jack Daniel's!

    Aku menggelengkan kepalaku sambil tertawa kecil. Walaupun hal ini enggak lucu sama sekali, entah kenapa aku tertawa. Aku pun mematikan layar HP-ku, dan menaruhnya di meja kecil di samping tempat tidurku. Lalu wajahku kubenamkan ke dalam bantal besar itu. Aku tertidur, dan mimpiku tentang Alex yang menikah dengan Luna, dan buket yang Luna pegang saat ke pelaminan tidak terdiri dari bunga, melainkan dari rokok-rokok yang menyala.

    
   

   

  

  

PurposeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang