#18

4.7K 141 15
                                    

numpang curhat sedikit bole ya,

Seharian ini bawaannya happy mpe bisa nyelesain chapter #19, kkk. Masalahnya adalah sepanjang sore hingga menjelang tidur ini bawaannya pingin nangis, marah-marah ma si tikus kecil yang ga mu ngerakin pointer di layar, mpe mau nelen nih modem...hiks. So, update aja lah nih chapter #18 sebelum good mood nya bener-bener ilang. Happy reading, moga bis baca yg bad mood jadi good mood.

sekian dan terimakasih.

================================================================================

Chae Ryeong membuka mata, merasakan sesak dan sulit bernafas di dada. Ia melihat hampir separuh tubuh Jin Ho menindih tubuhnya dan kepalanya yang menyusup di lekukan lehernya. Chae Ryeong menggeliat mencoba melepaskan diri dari pelukan Jin Ho, tapi rasanya tubuhnya telah terkunci tak bisa bergerak. Chae Ryeong mendesah halus menyerah dengan usahanya. Ia menatap wajah Jin Ho yang terlihat sangat damai, sangat berbeda dengan wajah jail atau seriusnya. Desah nafas Jin Ho terdengar halus di telinga Chae Ryeong menandakan ia masih terlelap tidur.

Chae Ryeong menelan ludah. Jin Ho terlihat sangat tampan. Dengan salah satu tangannya yang terbebas, jemari Chae Ryeong bergerak menyusuri lekuk wajah Jin Ho. Ia menyentuh alis tebal Jin Ho hingga membuat mata Jin Ho berkedut membuat Chae Ryeong tersenyum kecil melihatnya. Ia kembali menelusuri hidung kokoh Jin Ho dan terhenti pada bibir yang telah meninggalkan jejak di wajah dan tubuhnya. Chae Ryeong lekas-lekas menarik jemarinya. Hanya menyentuhnya saja membuat tubuhnya kembali panas dingin seperti habis terkena arus listrik.

“Jam berapa ini?” Jin Ho melayangkan ciuman di dahi Chae Ryeong. Ia melirik ke arah jam tangannya. “Ah...masih setengah tiga pagi.” Jin Ho menyusupkan lengannya di balik leher Chae Ryeong, membuat bantalan bagi kepala Chae Ryeong.

“Sejak kapan kau terbangun, Jin Ho-ssi?”

“Uhm...sejak kau terus-terusan memandangi wajah ku.” Jin Ho tersenyum mendapati jawah terkejut Chae Ryeong yang tak menyangka kalau ia menyadari semua yang dilakukan oleh nya. “Sejak jemari mu memetakan wajah ku.” Jin Ho memutar bola matanya seolah sedang mengingat apa yang barusan terjadi, masih terus tersenyum mendapati wajah Chae Ryeong yang memerah menahan malu.

“Jangan terus menggodaku , Jin Ho-ssi.” Tanpa sadar Chae Ryeong melayangkan pukulan kecil di dada Jin Ho yang langsung di tangkap dan di genggam erat oleh Jin Ho. Chae Ryeong bisa merasakan degub  jantung Jin Ho yang berdetak stabil.

“Oppa. Mulai sekarang kau harus memanggilku oppa. Paham.”

“Aku tak mau. Itu terlalu menggelikan...” Chae Ryeong tertawa kecil, menggelengkan kepalanya.

“Kau bahkan belum mencobanya.” protes Jin Ho.

“Ku bilang aku tidak mau. Jin Ho-ssi!” Chae Ryeong membulatkan mata dan memajukan bibirnya tanda protes, membuat Jin Ho mati-matian menahan hasratnya untuk tidak kembali mencium bibir Chae Ryeong. “Ini seperti mimpi.” desah Chae Ryeong.

“Kalau begitu, lebih baik kita terus bermimpi. Ayo tidur lagi.” Jin Ho menarik tubuh Chae Ryeong merapat.

“Aku tak mau.” Chae Ryeong mendorong halus tubuh Jin Ho. Ia menarik nafas pajang. Ya...sebaiknya aku terbangun dan mengakhiri mimpi ini. Mimpi ini terlalu indah dan aku tak ingin nantinya terbangun mendapati kenyataan yang menyakitkan. Sebaiknya aku mengakhirinya sekarang. Chae Ryeong bangkit dari tidurnya dan merapikan gaun tidur yang terlihat berantakan.

Jin Ho menarik nafas panjang dan ikut bangun dari tidurnya, duduk di sebelah Chae Ryeong yang menoleh ke arahnya. “Keurae...jangan tidur lagi. Tak boleh bermimpi lagi.” Jin Ho menatap wajah Chae Ryeong. “Jadi ganti baju mu sekarang dan ikut dengan ku.” Jin Ho bangkit dari tempat tidur, berjalan menuju ke dalam kamar mandi.

I Choose To Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang