***
"Kau tunggu sini, aku akan mencari Theodore,"
Aku mengangguk dan Damien pun pergi. Aku berada di gua dengan keramaian penuh dan menyesakkan. Dari setiap mata yang kutatap terlihat jelas kematian mereka. Aku hanya bisa meringis melihatnya.
"Gadis perbatasan, ya?" sapa lelaki manis di depanku.
Aku pun berfikir sejenak, "Phantom?"
"Ya. Sedang apa disini?" tanyanya seraya duduk di sampingku.
"Mengunjungi Damien,"
"Kekasihnya?" mata Phantom membulat.
Aku terkekeh mendengarnya, "Sepupunya,"
Phantom pun mengusap tengkuknya dan menyeringai, "Hehe, maaf,"
Aku mengangguk dan kembali memperhatikan sekitar, cukup lama Damien meninggalkanku. Hingga seorang lelaki bertubuh tegap mengisyaratkan kami semua untuk berkumpul.
"Okay, baik. Apa kalian tahu alasan kita berkumpul?" suara beratnya terdengar.
Keributan anak-anak belasan tahun itu pun pecah, bertanya mengapa alasannya.
Tentu, aku juga.
"Dia Theodore Fuller, seorang Pugnantis," jelas Phantom tanpa kutanya.
"Dia Pugnantis paling bijak dan ramah, itu lah sebabnya dia ditunjuk menjadi pemimpin semua divisi," tambahnya. Aku hanya mengangguk membalasnya.
"Theo juga sahabat Damien,"
Oh, pantas Damien mencarinya.
"Orang tua dan keluarga kita telah melewati perang, Perang Dunia keempat," jelas Theo dari depan sana.
"Karena perang itulah, Amerika Utara berubah menjadi bagian yang buruk," tambahnya.
"Dan saat ini, stok makanan menurun, air bersih menyurut. Karena itu lah kericuhan mulai muncul kembali,"
"Bagaimana bisa Presiden Goorel bernafas tenang di tahtanya?"
Keributan pun mulai menggema gua ini. Pidato Theo memang berefek besar, dan tentunya benar. Aku pun kagum padanya.
"Bagaimana jika kita bunuh saja Presiden Goorel?" usul gadis pirang dari ujung kerumunan.
Ide bagus, tapi..
"Ya, bunuh saja!" lelaki di ujung lainnya menyetujui.
"Bunuh! Bunuh! Bunuh!"
Hampir semuanya menyetujui, dan hanya beberapa anak yang terdiam bingung.
Tentu, mereka para Cogitantis.
Theo pun berteriak namun kalah, suara penyetujuan pun semakin menggema di gua ini. Kepala ku terasa berat dan pening, teriakan mereka membuat otakku berdenyut cepat. Kupijit kepalaku dan semakin tidak tahan dengan keadaan disini.
"Tiga hari lagi Presiden Goorel akan mati!" pekikku.
Setiap mata pun menuju ke arahku,
Kau bodoh, Arenna!
"Dia Fata Lector!"
"Ya! Fata Lector!"
"Ya!"
Brakk!
Semua mata pun dengan cepat beralih ke Theo yang membanting kursi tua di sampingnya, entah dari mana kursi itu.
"Kalian dengar? Presiden Goorel akan mati dengan sendirinya," katanya dengan tegas.
"Kau Fata Lector?"
Aku yang merasa ditanya pun terkejut, mata Theo menatapku tajam.
"Ya," jawabku singkat.
Theo menghela nafas, "Jangan mengatakan hal itu selain pada divisi, jika kau tak ingin mati di tangan Presiden,"
***
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Fata Lector [Masa Revisi]
Ficção Científica[DALAM MASA REVISI TOTAL] Perempuan itu satu-satunya di dunia, tidak ada yang sejenis dengannya. Tapi seiring waktu bergulir, langkah kaki membawa dirinya menuju kebahagiaan juga kebinasaan. Copyright© 2015