Part 18

2.1K 346 29
                                    

Kalian tau gak? Aku stress sendiri karena Fata Lector belakangan ini, bukan-- bukan karena gak dapet 15 vote, tapi karena gak tahan buat publish part baru :'v aku aneh ya. Oh iya, karena vote dan komen kalian sekarang Fata Lector rank #27, terimaksih loh yaa :')

Dan buat kalian para sider, apa perlu aku santet dulu biar kalian mau unjuk diri? Please, aku butuh respon kalian, vote, kritik, saran, aku sangat menghargai semuanya, aku orang yang mau nerima masukan ko, jangan takut untuk bersuara.

Dengan segenap perjuanganku karena lagi gatal2 alergi dingin, dan istirahat karena besok UAS nya gampang /tsaah/ ku persembahkan pada kalian part ke 18 ini. SELAMAT MEMBACA!

***

Aku menerima banyak pertanyaan dan pelukan kekhawatiran dari setiap orang disini, ya, para divisi dan keluargaku. Setelah berhasil menemukan mereka kurang lebih selama 26 jam dan berjarak sangat jauh dari posisi awalku, aku mendapat kabar baik dan buruk. Baiknya, tidak ada divisi yang tertangkap oleh Penjaga Kedamaian, dan buruknya, aku baru tahu jika Theo dan divisi merencanakan perang perebutan wilayah dengan Presiden Lilith.

Oh, yang benar saja?

Sejak pertemuan mengharukan tadi siang, Theo membawa para divisi ke pinggir sungai sekitar dua kilometer dari camp rahasia ini untuk berlatih secara fisik dan menyusun strategi. Aku menunggu mereka di camp dengan Gadis Pugnantis yang terlihat manis ini.

"Menunggu sangat membosankan, ya?" kataku membuka percakapan. Aku sangat jarang berbicara dengan Pugnantis, kecuali Theo. Karena ku fikir ya—mereka sangat, kau tahu? Angkuh mungkin.

Gadis disampingku tertawa kecil, "Kami menunggumu, kau tahu itu?"

Aku terperangah—maksudku, dia berbicara sangat lembut, "Oh, benarkah?"

Dia melirikku dengan penuh harapan di matanya dan mengangguk. Aku pun menimpalinya senyum ringan dan kembali menatap ke arah langit, "Aku Arenna Drew, dan kau?"

"Miliana Harold,"

Aku mengangguk mendengar jawaban darinya, "Ehm, jadi—Mili, aku memanggilmu Ana atau Harold?"

Dia menoleh ke arahku dan terdiam sejenak, setelah itu suara kekehan terlepas dari mulutnya.

Aku bodoh, eh?

"Mili saja, itu nama pemberian Ibuku. Aku menyukainya," jelasnya. Mungkin aku harus menyingkirkan asumsi bahwa setiap Pugnantis itu angkuh, atau setiap Tutius itu terlalu lembut dan semacamnya. Aku terus tersenyum melihat Mili dengan wajah manisnya, aku tak menyangka dia terlahir sebagai Pugnantis.

***

"Opificis, kalian persiapkan senjata, bekerja samalah dengan Cogitantis." jelas Theo dari depan sana dengan selebaran kertas di tangannya.

Divisi Opificis pun mengangguk setuju dan kembali mendengarkan.

Theo membaca kembali kertas tersebut dan berkata, "Tutius, siapkan obat-obatan. Tetap berada di camp dan jaga mereka yang terluka."

Para Tutius pun menyetujui. Mungkin perang adalah hal yang buruk bagiku, tapi melihat keempat divisi berkumpul dan saling membantu adalah salah satu hal yang membuatku merasa bahagia. Kami memang hidup berdampingan, tapi tidak pernah sedekat ini.

Biar kuperjelas. Kami terlahir dengan naluri yang berbeda, minat yang berbeda, dan keinginan yang berbeda. Dan seluruh perbedaan kami semakin jelas ketika berumur 12 tahun, kami dikumpulkan dalam aula besar yang berada di Up Land, maupun Down Land. Kami berbaris menunggu antrian, dan ketika dirimu berada di barisan depan biarkan salah satu simbol dari kelima divisi melayang menghampirimu. Fata Lector, divisi yang menunjukkan bakat membaca maut. Dalam tingkatan tertinggi, seorang Fata Lector bisa membaca masa depan dan melakukan telepati seperti Phantom. Dan divisi ini berlambang burung elang. Mereka yang berdivisi ini memiliki sifat netral diantara divisi lain.

Pugnantis, si angkuh dan keras kepala. Namun karena bakatnya dalam perkelahian fisik, salah satu keunggulannya adalah mampu berfikir cepat dan siap mengambil resiko. Mereka berlambang panah dengan kobaran api. Cogitantis, berlambang arloji dengan huruf 'C' di dalamnya. Mereka terlahir sebagai seorang pemikir yang hebat, bahkan terkadang mereka bisa membaca fikiran melalui gesturmu. Selanjutnya, Opificis. Sang pekerja keras dan tidak suka membuang waktu. Mereka berlambang palu. Partner yang baik untuk Cogitantis. Dan terakhir adalah Tutius, sang penyelamat. Mereka terkadang terlalu lembut dan baik. Sepertinya mereka harus belajar bersikap kuat dengan Pugnantis. Dalam tingkatan tertinggi Tutius mampu merapalkan mantra pada bagian yang terluka, dan luka pun sembuh sekejap mata.

Dan karena perbedaan yang jelas itulah membuat kami sedikit canggung jika bertemu dengan divisi lain. Ya—mungkin sekarang aku harus merasa bersyukur.

"Dan terakhir, Fata Lector—" suara Theo terdengar serak dari depan sana.

Hei, mengapa sudah tiba diakhir?

"Malam ini, baca semua takdir para divisi dengan benar. Kami mengandalkan mu sebagai penjaga takdir 786 orang disini." Tukas Theo tanpa basa-basi lagi.

Theo segera berbalik namun tertahan, "Tiga hari lagi penyerangan dimulai,"

Aku menelan ludah. Merasakan nafasku yang tersenggal seperti dicekik.

***

Apa ada yang ngerasa ceritaku itu bertele-tele gak? Respon yap! Vomment jangan lupa! ;)


Fata Lector [Masa Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang