INTERMEZZO: Love Couldn't Lost Forever

1.8K 210 16
                                    

SELAMAT TAHUN BARU 2016!

Ini cuma intermezzo doang ko, masih tentang Are dan Phantom, tapi bukan dgn latar dan alur yg sama kaya Fata Lector. Okay?

Met baca ><

***

"Aku tidak bisa meninggalkan Marie sendirian di rumah, Phantom," tukasku pada akhirnya.

Aku pun melangkah memasuki kamar anak perempuan pertamaku dan meninggalkan Phantom dengan kepalanya yang bodoh. Bagaimana bisa aku meninggalkan Marie hanya untuk pesta di kantornya? Argh, sifatnya yang keras itu tidak berubah sedari dulu.

"Hey, mom's here. Why are you wake up, Dear?" tanyaku lembut ketika melihat Marie terbangun dari tidurnya.

Dia tertawa kecil melihatku dan ku mainkan jari mungilnya. Meski Marie masih berusia tujuh bulan, dia adalah gadis yang kuat. Tidak pernah menangis ataupun merengek.

"Dad..di..di!" pekiknya.

Ya, aku tahu dia memanggil Daddy-nya.

"He's not here," ucapku. Karena sedetik yang lalu ku dengar garasi terbuka dan suara mobilnya. Mungkin dia memutuskan pergi tanpaku. Tak apa.

"Bbrrrrbrb.." Marie memainkan bibirnya dan membuatku tertawa. Aku pun menggendongnya dan membawanya ke ruang tengah. Ku letakkan Marie di kursi bayinya dan ku nyalakan televisi dengan saluran kesukaannya. Anakku mulai tertawa dan melupakan keadaanku.

Ku raih telepon di sudut ruangan dan ku tekan beberapa nomor yang sudah ku hafal. Nada sambung pun terdengar.

"Ada apa?" suara beratnya menyambutku.

"Marie menanyakanmu,"

"Aku akan pulang pukul 8." tukasnya dan segera memutuskan telepon. Aku menghela nafas berat dan mengusap wajahku. Phantom dan aku tidak kunjung membaik sejak kami menikah, dia terlalu mengutamakan pekerjaannya. Jika aku memarahinya dia bilang hasilnya juga untukku. Tapi, siapa yang butuh uang jika yang kau inginkan adalah kasih sayang?

Aku meraih mantel coklatku dan kunci mobil, ku matikan televisi dan membawa Marie berjalan-jalan sejenak. Mungkin membelikannya mainan baru membuatnya melupakan Phantom sementara.

Aku memacu mobilku melewati jejeran rumah di blok-ku, dan berakhir pada toko mainan yang lumayan besar di daerah ini. Ku lihat Marie sangat bersemangat dan terlihat ingin segera bermain. Kebetulan di toko ini tersedia fasilitas untuk anak balita, jadi aku bisa membiarkan Marie terjun ke dunianya dan berpetualangan dengan teman barunya di sana.

"Satu tiket," ucapku setiba di loket yang berjudul Play Ooh!

Gadis muda itu memberikanku tiket bermain untuk Marie setelah kuserahkan selembar uang lima dolar. Aku pun menurunkan Marie dari gendonganku dan melepasnya di arena tersebut. Marie pun segera meluncur dengan tergopoh-gopoh ke arah rumah-rumahan kecil di ujung sana.

Ku jatuhkan bokongku pada kursi yang tersedia dan bersandar. Merasakan keletihanku selama menjadi ibu rumah tangga sendiri. Tentu saja aku tidak ingin menyewa asisten, kau tahu—aku lebih baik kelelahan karena Marie aman di sisiku daripada membiarkannya bersama asisten. Itu mengerikan dan membuatku takut.

"Hei," sapa seseorang dari sampingku.

"Oh, hei Nyonya Clark,"

Dia duduk di sampingku. Ya, dia adalah tetanggaku, suami dari Peter Clark, Fiona.

"Kau terlihat—buruk?" tebaknya. Aku meringis kecil mengingat betapa lelahnya diriku.

"Ya, kau tahu aku tidak menyewa asisten," ujarku yang membuatnya tertawa. Kami pun mulai berbincang-bincang tentang hal kecil layaknya perempuan.

Fata Lector [Masa Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang