#3 [Langit]

3.8K 214 6
                                    

Sekitar pukul 1 siang, aku tiba di rumah. Ponyon juga tiba dirumah beberapa menit setelah aku. Dandanannya sudah hancur dan jaketnya ia taruh entah dimana. Ia berkeringat sampai riasan di wajahnya itu kacau. "Aduh! Kamu kok tiba-tiba ilang?!" pokoknya Ponyon terus mengomel, berceloteh ini dan itu.

Oh iya, aku tidak pulang diantar dengan si cowok danau itu. Melainkan dengan ojek dengan panggilan Mang Dadang. Reka adegan :

"Aku nggak akan nganterin kamu pulang, Sya." Ujarnya padaku.

"Apa? Oiya nggak apa-apa, kalo naik angkot.."

"Jangan! Kamu naik Mang Dadang."

"Mang Dadang?"

"Sebentar, ya."

Reka adegan selesai. Aku tidak tahu kenapa dia mengutus Mang Dadang untuk mengantarku, dia bahkan membayar Mang Dadang terlebih dahulu walau aku sudah bilang aku bisa bayar dirumah. Lalu dia mengingatkanku kalau aku tidak membawa kunci rumah. Mungkin dia merasa tersinggung aku bilang cowok aneh makannya dia tidak mau mengantarku. Tapi, apa-apaan tadi? Dia mencoba merayuku? Astaga, walau dia terlihat polos ternyata dia tidak seperti yang kupikirkan, dia sama saja dengan laki-laki buaya lainnya.

"Kenapa ngelamun?" tanya Ponyon memecahkan pikiranku.

"Nggak."

"Untung aja, tadi ketemu Langit."

"Langit?" aku mendangakkan kepalaku ke atas.

"Yeu, si eneng gimana, sih, aduh, Langit. Majikannya si Kang Agus, eh, Gustin."

"O, oh, namanya Langit?" Ponyon mengangguk-angguk. Jadi, waktu itu dia bukan meneriaki langit. Dia memberitahuku namanya. Astaga, aku menyesal karena telah mengiranya orang gila.

"Setiap pulang jual sayur, Gustin jadi tukang kebun di rumah De Langit."

"Tadi Langit, sekarang De Langit."

"Suka-suka Julia, ah." Ujarnya lalu melenggak masuk ke dalam rumah.

***

Subuh-subuh aku sudah bangun. Hari ini adalah salah satu hari bersejarah dalam hidupku, yaitu masuk sekolah di Bandung untuk pertama kalinya. Akhirnya, mama cuti untuk mengantar dan menjemputku ke sekolah. Hebat, bukan? Kejadian seperti mungkin hanya bisa terjadi sepuluh tahun sekali dalam hidupku.

Jam 6 lewat 15 menit kami sudah berangkat dari rumah, tak lupa Ponyon juga ikut mengantar, ia duduk di jok belakang. Mamapun menceritakan masa SMA-nya, tapi ia mengedit beberapa kejadian soal papa. Padahal aku sudah pernah dengar cerita aslinya dari nenek dan kakek, juga sumber yang bisa sangat dipercaya, papa. Masa itu aku masih SMP, mama dan papa masih bersama. Aku tidak mengerti kenapa mereka bercerai padahal dulu mereka sangat mencintai. Bahkan, papa pernah bercerita padaku sambil membanggakan dirinya, kalau dulu, ia pernah masuk ke rumah sakit karena menghajar pacar mama yang menyakiti mama. Lihat! Walaupun papa bukan siapa-siapa mama, dan mama masih berstatus pacar orang, orang butapun bisa tahu kalau papa itu benar-benar mencintai mama.

Aku menghela nafas, yep, cinta itu menguap begitu saja, bahkan rasanya dihati mama tidak ada secuil rasa yang dulu pernah ia rasakan pada papa. Sambil asik melamun, mama tiba-tiba memanggilku.

"Chaca!"

"Iya, ma?" aku langsung menoleh dengan cepat.

"Kamu nih ngelamun aja, udah sampe nih." Ujar mama sembari memakirkan mobilnya di area parkir sekolah. "Teh Yuli, mau ikut apa nunggu?" tanya mama.

"Nunggu!" jawabku cepat.

Mama tertawa. "Teh Yuli mau ikut apa nunggu?" tanya mama sekali lagi.

"Saya teh, nunggu disitu aja, sekalian ngebubur." Ujarnya sambil menunjuk salah satu gerobak bubur yang mangkal didekat sekolah.

Belong To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang