Aku terbangun dari tidurku ketika mama mengguncang-guncang tubuhku. "Jangan gitu dong ma banguninnya, nggak sopan." Kataku malas sambil kembali menyelimuti diriku.
"Itu diluar ada yang nunggu." Aku langsung menoleh. "Mau ketemu atau nggak?" tanya mama.
"Siapa?"
"Coba kamu liat sendiri." Ujar mama lalu melenggak keluar dari kamarku.
Jangan-jangan Langit?! Aku langsung menyibakkan selimut dari tubuhku dan melompat dari tempat tidur. Mama yang masih menuruni anak tangga terkejut karena tiba-tiba aku menyalipnya. "Chaca, ati-ati, dong, nanti jatoh!" ujar mama.
Aku langsung membuka pintu rumah dan pergi ke arah gerbang. Dari balik gerbang, aku terkejut bukan main. "Papa!" jeritku. Aku langsung membukakan pintu gerbang dan menghambur untuk memeluknya. Papa balik membalas pelukanku.
"Wow, wow!"
"Papa kok disini?" tanyaku sambil melepas pelukannya, sudah sekitar enam bulan aku tak bertemu dengannya.
"Kenapa nggak boleh? Yaudah papa pergi aja." Ujarnya lalu dengan bahu merosot dan wajah yang pura-pura lesu berjalan pergi.
"Ih, aku kan nanyaa!"
"Iya, papa dipindah ke Bandung."
"Demi apa? Serius? Bohong!"
"Ih, ngapain bohong!"
"Terus papa tinggal disini?!"
"Yekaliii! Papa beli rumah disana." Ujar papa sambil menunjuk ujung jalan.
"Deket, dong?!" tanyaku semangat.
"Yoi."
Ya ampun, Ya Tuhan, apa ini? Aku senang sekaliii! Aku tak berharap banyak kalau papa dan mama akan bersama kembali. Hanya dengan begini, aku sudah sangat bersyukur.
"Cha, sekolah?" aku menoleh ke belakang dan menemukan mama berdiri di teras, bersiap untuk bekerja. "Hari ini mama ada rapat, mama bakal pulang malem." Ujar mama.
"Aku boleh nginep di rumah papa?!" tanyaku langsung.
"Masih berantakan, Cha." Ujar papa dibelakangku.
"Terserah kamu. Kalau papa bolehin nggak apa-apa, asal nggak ngerepotin."
Aku berbalik, menunjukkan wajah memelas paling terbaikku. "Yaiyalah boleeh!" ujar papa lalu mencubit kedua pipiku.
"Ma, aku nggak sekolah, yaa?" tanyaku pada mama yang baru saja membuka pintu mobilnya.
"Kenapa?"
"Pliss, hari ini ajaah, papa kan datengg." Kataku memohon. Mama melirikku sebentar, lalu melirik papa.
"Yaudah, jangan ngerepotin."
"Ya nggak, lah!" bantahku.
***
Aku melihat-lihat isi rumah papa. Aku suka warnanya, semuanya di cat putih, dan rumahnya masih terbilang kosong. Hanya ada satu set sofa dan meja makan. Sisanya kosong. Yang terbaik dari rumah ini adalah, rumah ini bertingkat dua, dan dilantai dua hanya ada satu kamar tidur, jadi ada tangga dan langsung pintu menuju kamar tidur. Kamar tidur ini memiliki fasilitas spesial, yaitu tangga langsung menuju halaman depan. Jadi kamu tidak harus memasuki rumah utama kalau mau ke kamar ini.
"Aku ambil yang ini!" teriakku ketika melihat-lihat kamar spesial yang mirip kamar apartemen dengan model studio itu, aku berteriak karena papa sedang beres-beres di bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belong To Me
Teen FictionDia adalah laki-laki yang selalu membuatku kehilangan kata-kata, laki-laki yang selalu membuatku lupa dimana seharusnya aku berada, laki-laki yang selalu membuatku lupa aku hanya gadis biasa. Tuhan, hidupku tidak mudah, hidupku tidak selalu menyenan...