"Chacaa! Chaa! Bangun Cha, Chacaa!" suara mama yang dahsyat langsung bisa membangunkanku dari tidur nyenyakku, padahal mama ada dilantai bawah. "Chacaaa!"
"Iya ma, iyaaa!"
"Chacaaa!"
"Iyaaa!"
"CHAAA!"
"SABAR MA SABAAR!" aku langsung bangun dari kasur dan keluar kamar, kalau aku tidak menghampirinya bisa-bisa dia berteriak sepanjang hari. "Kenapa, sih, ma?" tanyaku dengan kesal.
"Mandi ayo cepet."
"Kan baru jam segini."
"Ke bandara kamu."
"Hah mau ngapain?"
"Oma mau dateng."
"Hah Oma siapa?"
"Ih, kamu nih, Oma Pung, jangan jadi cucu durhaka gitu, deh."
Aku membeku ditangga. Tidak, ini petaka! Oma Pung itu adalah ibunya ayah. Dia itu super cerewet dan sangat amat overacting. Waktu itu pernah, tanteku (yang tinggal bersama Oma Pung) menelfon seluruh saudara, anak, cucu, keluarga, pokoknya semuanya untuk pulang ke Solo (ayahku asli Solo), katanya dia sedang sakit. Tentu saja kami kocar-kacir, dan waktu itu aku masih berumur 10 tahun, ayah dan mamaku belum bercerai. Saat pagi tante menelfon kami, kami langsung berangkat ke Solo pada siangnya. Dan saat baru sampai, rumah sudah penuh dengan sanak saudara kami, ada yang baru datang, atau bahkan bertemu di bandara.
Dan ternyata Oma Pung sedang membagikan wasiatnya tentang ini dan itu. Kami semua sudah menangis, kecuali tanteku yang tinggal bersama Oma Pung itu. Setelah acara mengharukan itu, tante baru angkat bicara. "Ibu maksa aku buat nelfon kalian semua untuk dateng sekarang karena ibu ngerasa waktunya nggak lama lagi. Ibu emang sakit, kemarin kita udah ke dokter," tante menghela nafasnya. "Dokter bilang ibu cuma sembelit biasa karena kurang makan buah, katanya paling dua hari lagi juga sembuh." Disitu, kami semua seperti terbakar emosi, kalau kami tidak mengingat Oma itu nenek dan ibu kami, mungkin sudah kami amuk masa atau membuangnya dipinggir jalan (bercanda)
Saat aku kecil, karena ayah dan mama super sibuk, aku dirawat Oma Pung dan Opung (dulu ketika Opung masih hidup). Bisa dibilang Oma dan Opung itu menjadi pengasuhku, lah. Pokoknya mereka tinggal bersama aku, mama dan papa saat aku sampai kelas 5 SD. Aku sih, tidak masalah dengan Opung, dia orangnya kalem dan suka bercerita. Tapi Oma?! Dia selalu menginterogasi teman-temanku yang main dirumah, dan kalau ada teman laki-lakiku mampir ke rumah, dia dilarang keras memasuki kamarku meskipun misalnya kami bersepuluh. Bisa dibilang masa kecilku kurang bahagia karena Oma Pung.
Dan sekarang, apa Oma Pung akan tinggal bersama papa lagi?! "Oma, mau liburan?" tanyaku ke mama.
"Kata papa kamu, Oma mau pindah kesini, kan tante kemaren baru nikah."
Oh gawat! Tidak! Aku tidak akan pernah lagi menginjakkan kakiku ke rumah papa. Pertama, tetangga baruku yang ternyata si bocah tengil itu, kedua, yang paling berbahaya dari yang paling berbahaya, Oma Pung akan pindah kesana! Ini adalah mimpi burukku.
"Aku nggak ikut ah, hari ini ada ulangan Fisika." Kataku bohong.
"Loh gimana? Mama udah ijin ke wali kelas kamu, jangan gitu, dong. Kasian papa kamu nggak ada temennya, udah sana cepetan, nanti kasian kalau Oma Pung nyampe nunggu." Ujar mama sambil memakan sarapannya. Halah! Aku tahu mama juga sebel sama Oma Pung! Dia kan suka ngatur-ngatur menantunya.
Hhh, untunglah aku masih punya etika terhadap orangtua. Tenang Oma! Cucumu ini akan selalu berbakti!
***
Pokoknya aku berangkat ke Jakarta, menjemput Oma lalu kembali lagi ke Bandung dan itu sudah sekitar jam 3 sore. Aku disuruh menemani Oma Pung karena tiba-tiba papa ada sesuatu yang penting terjadi di kantornya. "Ambilin kusi rosa." Ujarnya. Dari dulu Oma memang nggak bisa ngomong R, biasanya kalau orang cadel maka huruf R akan diganti dengan huruf L, tapi Oma Pung malah huruf S.

KAMU SEDANG MEMBACA
Belong To Me
Fiksyen RemajaDia adalah laki-laki yang selalu membuatku kehilangan kata-kata, laki-laki yang selalu membuatku lupa dimana seharusnya aku berada, laki-laki yang selalu membuatku lupa aku hanya gadis biasa. Tuhan, hidupku tidak mudah, hidupku tidak selalu menyenan...