Chapter 14

38.7K 2.5K 49
                                    

Prilly terduduk di samping bundanya, dia mengecup beberapa kali tangan tante renata yang tengah tertidur pulas.

"Seperti yang udah aku bilang. Natasya adalah gadis yang sangat kuat, bisa kamu liat sendiri kan? Gimana dia tersenyum di depan ibunya tadi? Padahal kita tau di luar tadi dia menangis terisak seolah hancur..."

"Bukan seolah, dia memang sudah hancur..."

"Untuk itu aku minta jangan pernah sakitin dia.."

"Ky, ini udah yang ke berapa kalinya kamu ngingetin aku biar aku gak mainin Prilly?" Aku menoleh kesal pada Rizky yang diam tanpa kata.

Selama dia gak pernah ada niatan buat ambil AC dariku. Selamanya aku tidak akan menyakitinya. Aku memang memiliki perasaan pada Prilly, tapi walau bagaimana pun AC harus tetap menjadi milikku. Aku tidak akan rela membiarkan perusahaan keluargaku jatuh di tangan orang lain. Sekalipun itu istriku sendiri.

Malam ini, aku putuskan untuk menginap saja dirumah sakit. Aku yakin Prilly juga ingin menemani bundanya melihat kondisi bunda renata yang belum ada kemajuan, tidak tega rasanya jika aku harus mengajaknya pulang.

Aku mengistirahatkan kepalaku di atas genggaman tangan kanan ku. Mataku sudah sangat terasa berat. "Ali...." aku mengangkat dagu begitu suara khas itu terdengar. Prilly baru saja keluar dari ruang steril bunda renata.

"Em??"

"Kamu gak balik ke hotel??" Dia berjalan kearahku. Pun ku sambut dengan uluran tangan kemudian mendudukkannya di sampingku.

"Enggak. Kalo aku balik, kamu mau sama sama siapa? Rizky? Enggak lah, enak aja mau berduaan sama calon istriku.."

Ia tersenyum kecil sembari memukul lenganku. "Apa'an sih... kan kamu bisa ajak dia sekalian ke hotel.."

"Terus? Biarin kamu sendiri disini? Gak akan lah.." ujarku. Ia kembali tersenyum kemudian melempar pandangannya ke dalam ruang bundanya. Menjalankan tanganku ke rambutnya, aku mengelusnya lembut. "Semua akan baik - baik aja..."

Ia menoleh ke arah ku dengan tatapan penuh harap, matanya sudah berkaca - kaca dan dengan sekali gerakan aku menariknya kedalam dekapanku. Memeluknya serta membelai rambut lembutnya berusaha memberikan ketenangan padanya.

Entah sudah berapa lama aku tidak melakukan hal ini pada wanita, saat ini aku hanya bisa berharap, aku berhasil melakukannya pada Prilly, aku tidak ingin melihatnya terus menangis seperti ini. Mengeratkan dekapanku, aku memberinya sedikit motivasi, menasehatinya agar lebih rajin berdoa karna menangis tidaklah bisa merubah apapun. Sementara doa, bisa menyimpan suatu harapan yang kadang sesuai dengan harapan kita sendiri.

Prilly diam dan terlihat tenang dalam dekapanku, hal itu membuatku merasa lega dan sedikit senang ditambah lagi saat kurasakan isak tangis Prilly perlahan telah mereda, tapi kenapa badanya terasa semakin berat ya?

Aku sedikit merundukkan kepalaku untuk melihatnya. Dan sungginganku muncul begitu menemukannya sudah terlelap. Aku mengeratkan pelukanku dengan gemas, kemudian menggeserkan tubuhnya merapat kearahku, karna posisi duduknya yang semula memang condong. Ku rasa dia akan pegal kalau tidur dalam posisi seperti itu semalaman, untuk itu aku meluruskan duduknya dan mengistirahatkan kepalanya di dadaku. Mengecup pucuk kepalanya dengan sayang sebelum aku putuskan untuk mengistirahatkan kepalaku di atas kepalanya dan menyusulnya tidur.

....

Aku mengerjabkan mata saat badanku terasa di goyang. Kak Ricky? Dia disini?

"Kak Ricky?"

"Sshhht..." ia mendesus sembari melirik Prilly yang masih pulas didekapanku. Mungkin ia tidak mau Prilly bangun. "Udah jam 7, bangun!! Ini aku bawa berkas dan surat - surat penting buat pernikahan kalian, gila ya kalian. Ini pernikahan termendadak yang pernah ada tau... tau gini kan di persiapkan dari dulu!!" Ujarnya berbisik.

When????Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang