Chapter 33

28.5K 2.3K 180
                                    

....

Aku terbangun untuk yang kesekian kalinya dan saat melirik ke samping, aku melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 05.55 pagi. Jadi aku bangkit dan duduk. Menemukan selimut disekitarku. Siapa yang menyelimutiku? Apa mungkin Ali?. Entahlah, tapi pintu kamar kami masih tertutup rapat.

Semalaman memang tidurku seperti terjaga. Aku terbangun beberapa kali dan hal itu membuatku sedikit pusing pagi ini. Pertengkaran kami benar - benar membuat ku tidak nyaman.

"Non.... non sudah bangun?!" Sapa bibik. Aku menoleh tersenyum. "Kenapa tidur di luar non?! Bibik baru lihat subuh tadi, makanya bibik ambilkan selimut..."

Oh, bibik ternyata yang menyelimutiku. Tentu saja, seharusnya aku pun tau kalau mustahil jika Ali yang memberikannya.

"Nggak papa bik..." balasku.

"Apa den Reifan masih marah?!" Tanyanya membuatku melirik lagi kearah pintu.

"Mungkin.." lirihku lemah.

"Kenapa non tidak tidur saja di kamar tamu non?" Aku diam, entah apa yang saat ini berada di fikiranku tapi rasanya begitu aneh pagi - pagi tidak bisa menatap suamiku. Aku menunduk mengingat kebahagiaan kami beberapa waktu yang lalu. Dan tanpa terasa hal itu membuat air mataku meleleh dengan sendirinya.

"Sudah non. Jangan difikirin dulu, aden memang begitu kalau masih marah. Sekarang non mandi saja dulu. Bibik siapin air ya? Non bisa mandi di kamar tamu dulu..."

Aku mengangguk dan dengan itu bibik bergegas meninggalkanku menuju ke kamar tamu di lantai bawah. Beranjak dari dudukku. Aku berjalan mendekati pintu kamar kami. Kemudian memutar knop pintunya. Masih di kunci rupanya. Jadi aku memutar tumit dan bergerak pergi menuju ke bawah untuk menyusul bibik.

Memasuki bath up aku membiarkan tubuhku tenggelam tertelan hangatnya air busa yang telah terisi tetesan sabun beraroma mawar yang menenangkan. Memejamkan mataku untuk beberapa saat dan menikmati hangatnya air yang menyentuh dan masuk ke dalam pori - poriku. Ini sedikit membantuku jauh lebih relax. Tapi hal itu tidak berlangsung lama karna tiba - tiba aku mendengar seruan Ali dari luar dan dalam hitungan detik dia sudah berada di ambang pintu kamar mandi ini.

"Mana sarapanku?!"

"Bibik tadi bilang dia sudah membuatkan pancake...."

"Siapa disini istriku sebenarnya? Kamu apa bibik? Kenapa juga aku punya istri kalau tidak berguna..."

Kontan hal itu membuatku menelan ludah. Tentu saja aku merasa tersindir oleh ucapannya. Dan secara otomatis tubuhku bergerak berniat segera keluar, namun sadar akan kondisiku saat ini. Aku menahan niatan ku untuk berdiri. "A- aku akan membuatnya..." dan dengan itu dia memutar tumit pergi meninggalkan kamar mandi.

Cepat - cepat aku berjalan ke arah shower untuk membilas tubuhku dari busa sabun kemudian mengambil jubah mandiku dan bergegas keluar langsung menuju ke dapur. Kukira ini sebuah kemajuan, mengingat bagaimana Ali yang anti berbicara denganku sejak semalam tetapi secara tidak terduga ia mencari dan memintaku untuk membuatkannya sarapan. Tentu saja hal itu membuatku sangat antusias. Ini adalah kesempatan untukku mengajaknya berbicara serius dengan santai bersamanya.

Tapi begitu sampai didapur, aku menjadi bingung dan tidak tau harus membuatkan sarapan apa untuknya, otakku blank dan aku tidak menemukan sesuatu apapun kecuali roti. Membuka kulkas aku menemukan bahan lain seperti sosis, keju dan juga jamur. Jadi aku mendapat ide untuk membuatkannya pitza rumahan dengan roti dan bahan - bahan yang sangat pas - pasan itu.

Dalam hati aku terus berdoa agar dia menyukai sarapannya kali ini. Otakku membayangkan ketika nanti aku menemaninya sarapan dengan tenang, disaat yang sama pulalah aku akan menjelaskan apa tujuanku menandatangani surat itu. Tentunya harus dengan kepala dingin. Aku rasa, aku sudah mempunyai alasan yang tepat untuk membuatnya bisa mengerti. Dan yang pasti itu bukan alasan sebenarnya seperti yang mama katakan saat itu. Bukan menerima bisa - bisa Ali malah tambah murka nanti.

When????Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang