(가죽) Gajok = Keluarga

197 5 0
                                    

Setelah keluar dari toilet, aku berniat kembali ke ruanganku. Tetapi, aku melihat wanita itu. Dia sedang berdiri di depan pintu ruanganku. Ia terlihat mengernyitkan dahinya. Aku pun segera menghampirinya. Ketika aku sudah berada tepat di belakangnya, ia berbalik dengan wajah takut, seolah baru ketahuan mencuri.

“Apa yang kau lakukan di sini ?” aku langsung bertanya padanya. Ia terlihat takut mengatakan jawabannya. Aku terus menatapnya, mendesaknya untuk menjawab pertanyaanku.

“aku.. aku.. aku.. ha. Hanya ingin melihat papan nama ini, memangnya ini ruanganmu ya ?” wanita itu berbicara terbata-bata.

“ya, ini ruanganku” kemudian aku segera membuka pintu ruangan ku. Ia juga ikut masuk ke sini.

“keluar dari ruanganku” ucapku dengan keras. Berani sekali ia langsung masuk begitu saja ke ruanganku ini. Biasanya para dokter enggan masuk ke ruanganku. Mereka lebih senang berbicara denganku di kantin atau café rumah sakit ini, kecuali para pasienku dan Jae Won, sahabatku.

“YA! Aku kan hanya lihat ruanganmu, masa tidak boleh ? lagi pula, aku ingin berteman denganmu.” Wanita itu mengucapkan kata, aku ingin berteman denganmu, dengan mudahnya.

“KELUAR!” teriakku. Aku sudah sangat kesal dengan wanita ini. Pertama, ia menyentuh lenganku seenaknya, kedua, ia juga memasuki ruanganku seenaknya. Huh!

Sebenarnya karena ada rapat perkenalan dan presentasi tadi pagi, aku tidak dapat bertemu wanita itu. Ibu kandungku. Mendengarku yang bekerja di rumah sakit ini, ia langsung mencariku. Katanya ada berita penting yang harus ia sampaikan. Tapi kurasa aku tidak perlu mendengarnya. Sampai ia berkata bahwa, apa yang ingin ia katakan berhubungan dengan  ayah angkat ku.

5 hari yang lalu, ketika aku menginjakkan kakiku kembali ke Korea, setelah kuliah kedokteran  di Amerika. Aku bertemu dengannya di bandara. Ia melihatku dengan tatapan memohon. Sebenarnya, aku sudah mulai melupakan wajahnya. Ia bahkan menangis di bandara, dan membuatku menjadi pusat perhatian. Ia meminta ku untuk menatap wajahnya. Tapi, aku sudah tidak sudi menatap wajahnya. Tidak ada yang berbeda darinya, setelah 12 tahun setelah pertemuan pertama ku dengannya.

12 tahun lalu

Ketika pulang sekolah bersama Jae Woon, ada seorang wanita yang mengenakan pakaian mahal dan mantel bulu menghampiriku. Ia memelukku erat. Aku yang tidak mengetahui siapa wanita ini sebenarnya, berusaha melepaskan wanita ini. Ia akhirnya melepaskan pelukannya. Ia menatapku sambil berlinang air mata.

“anakku...” katanya sendu

“kau siapa ?” tanya ku langsung.

“ibu...” ia mengelus pipiku.. “ini ibu..”

Aku begitu terkejut dengan kedatangan wanita ini. Ia tadi bilang bahwa ia ibuku, ibuku ?. apa yang ia lakukan ketika ia meninggalkanku begitu saja di bawah pohon ketika aku lahir, termasuk perbuatan seorang ibu. Setelah membiarkan ku hidup tanpa kasih sayang seorang ibu, dan hidup dalam kemiskinan, padahal melihat dari mantel bulu dan pakaian mahal yang digunakannya, pastilah ia hidup mewah.

Aku yang menyadari itu, segera menghempaskan tangan wanita itu dengan keras. Aku mendorongnya sampai ia terjatuh di tanah.

“AKU TIDAK PUNYA IBU!!!!!” teriakku sambil menutup kedua telingaku. Jae won hanya bisa mengamati kami berdua dengan pandangan sedih dan bingung.

Aku kembali menggelengkan kepala ku menepis semua gambaran dan ingatan tentang wanita yang mengaku sebagai ibu kandungku.

Jam alarm ku berbunyi, tanda panggilanku di UGD. Aku segera berlari keluar dari ruanganku.

Suasana siang itu sangat sibuk. Baru saja terjadi kasus kecelakaan beruntun dari lima kendaraan dan salah satu korbannya adalah seorang ibu hamil. Seorang suami yang lengannya dan kepalanya berlumuran darah tetap berlari mengikuti istrinya yang terbaring di tempat tidur periksa dan  dibawa menuju kamar operasi. Sang suami tetap menempel di sisi istrinya, seolah tidak ingin meninggalkannya sedikit pun. Menyedihkan sekali melihat pemandangan seperti itu.

“air ketubannya sudah pecah saat kecelakaan terjadi, dan ketika sampai di ruang UGD, detak jantung bayi tidak terdeteksi!” seorang perawat berkata padaku yang berjalan tergesa-gesa begitu mendapat panggilan.

“bagaimana kondisi ibunya ?” aku bertanya sambil ikut berlari ke arah ruang operasi dan memegangi tempat tidur pasienku.

“detak jantungnya sangat lemah! Pendarahannya juga parah!”

“apa golongan darahnya ?”

Aku bertanya kepada perawat itu, suami yang sejak tadi memanggil nama istrinya sambil menangis itu seketika berteriak. “golongan darahnya O! saya juga O! cepat ambil darah saya saja!”

“tidak bisa, Anda juga mengalami pendarahan!” aku balik beteriak kepada suami pasien ku dan segera memerintahkan perawat “cepat cari golongan darah O!”

Namun suami itu tidak menyerah dan memegang lengaku erat-erat dengan tangannya yang berlumuran darah istrinya.

“tidak apa-apa! Ambil darah saya saja! Saya tidak merokok, saya juga tidak pernah minum alkohol!”

“anda kan juga terluka! Seandainya terjadi apa-apa, bukankah setidaknya anda harus sehat untuk menjaga bayi ini nanti ?! sebaiknya anda mengobati luka anda!” aku berteriak dengan tegas. Aku paham perasaan laki-laki ini. Meskipun hati ku sakit berada dalam situasi seperti ini, tetapi apa boleh buat, aku harus dapat menyelamatkan ibu dan bayinya.

Woo Bin tidak tega melihat suami pasiennya. Hatinya terasa bergetar dan ia ..... iri. Laki-laki ini begitu mencintai istrinya dan anaknya, sampai-sampai ia rela berbuat seperti itu. Ia merasa iri dengan bayi itu. Mempunyai ayah dan ibu yang rela berkorban nyawa untuknya.... berbeda dengannya dan orang tua kandungnya.

Woo Bin keluar dari ruang operasi mengenakan baju operasi yang penuh keringat. Suasana di luar ruang operasi cukup tenang, berbeda dengan saat ia masuk tadi.

“Suami pasien mana ?”

Langkah Woo Bin terhanti di depan ruang operasi. Ia melepas maskernya dan menoleh ke arah perawat yang berjalan mengikutinya.

“baru saja mendapat 8 jahitan di dahinya dan lengannya, sekarang sedang transfusi darah untuk didonorkan”

Tersungging senyum di wajah Woo Bin mendengar betapa hebatnya ikatan keluarga itu.. tiba-tiba hatinya bergetar, ia merasakan perasaan yang membuatnya harus menghirup udara dalam-dalam, untuk masuk ke paru-parunya. Sesak. tiba-tiba, ia merindukan ayahnya.

“hebat sekali. Ibu dan bayi yang jantungnya berdetak kembali, dan ayah yang mendonorkan darahnya dengan jahitnya di kepalanya dan lengannya. Semoga anak itu kelak berbakti pada orang tuanya”

Kembali muncul di benak Woo Bin saat jantung bayi itu berdetak kembali, saat  bayi itu menangis untuk pertama kalinya di dunia ini. Meskipun badannya letih, tetapi perasaannya seolah melayang ke angkasa. Tanpa sadar ia menyunggingkan senyumnya.

Woo Bin tidak sadar bahwa ada sepasang mata yang terus memperhatikannya. Sejak baru masuk ruang UGD sampai selesai dan keluar dari ruang operasi.

봄비Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang