Before my eyes start to overflow with tears
Without saying a word, just go back
The place you should be isn’t here by my side
Because I’m a girl, because I’m a girl, even though I want to hold on
My heart which was cut from where love passed me by
When is this scar supposed to heal over?
One drop, two drops, with my tears I will erase you
Until one day, my tears dry up
I’m good at lying, that’s how girls are
Even though I want to hold on, I’m telling you to go
Though the place where you used to be, is wet with tears
Because I’m a girl, because I’m a girl, I have to endure it
My heart which was cut from where love passed me by
When is this scar supposed to heal over?
One drop, two drops, with my tears I will erase you
Until that far-off day, when my tears dry up
Don’t look back
For if I see your face I won’t be able to resist
I might just beg you not to leave
The tears I’ve held in until now, might just burst forth
Though I may know about love, I don’t ever want to know about farewells
Because I’m that kind of girl, because that girl is me
-------
“Woo Bin~a, nanti malam ada acara penggalangan dana untuk membantu penyembuhan para penderita AIDS, kau akan datang kan ?” Jae won bertanya kepada woo bin yang sedang berjalan santai di sebelahnya. Memang ini jam istirahat, mereka biasanya menghabiskan waktu istirahat dengan makan siang di kanting rumah sakit.
Woo bin yang mendengar pertanyaan sahabatnya itu hanya mendengus
“untuk apa aku ke sana ?”
“kau... memang kenapa kau tidak mau ikut? Bukankah kita bisa cuci mata sekalian disana ?” goda Jae won, tetapi Woo Bin hanya tertawa kecil menanggapinya.
“atau kau tidak mau bertemu ibumu?” jae won agak ragu membahas mengenai kehidupan pribadi sahabatnya itu. Ia tahu mood sahabatnya itu bisa berubah drastis bila ada yang menyinggung soal keluarganya, terutama ibunya.
“kau tahu kan, wanita itu seperti apa. Pasti ia ada di sana” ucap woo bin ketus. Ia malas sekali kalau sudah membahas ibunya.
“oh iya, bagaimana kalau nanti malam kita pergi ke rumah Joon saja?” jae woon berusaha mengalihkan pembicaraan, ia tidak mau mood sahabatnya itu berubah. Ia tahu betul bagaimana woo bin bila mood nya sudah berubah. Mungkin di depan para pasien ia bisa memakai “topeng” dokter baik hati dan hangat, tetapi bila topeng itu sudah dilepas .....bisa berbeda keadaannya.
Merasa woo bin tidak menjawab pertanyaannya, ia pun menoleh ke sampingnya.
Woo bin sedang memperhatikan seseorang tatapan matanya lurus ke depan, jae woon pun mengikuti arah pandang mata woo bin.
“dia itu, dokter baru itu kan ?” tanya jae woon. Tetapi sahabatnya itu hanya bergeming
jae woon melihat sahabatnya itu mengepalkan tangannya keras di balik saku celananya. Giginya bergemeletuk menahan amarah. Tetapi tatapan mata sahabatnya itu tertuju pada satu arah, si dokter baru itu. Si dokter baru itu sedang ditarik-tarik lengannya oleh seorang suster. Sepertinya suster itu ingin membantunya berdiri, tetapi tetap saja lengan yang ditarik oleh suster itu lunglai.
Dokter baru itu kelihatan kacau sekali.
2 menit.. 4menit....7.. menit. Jae woon menghitung berapa lama waktu yang telah ia dan sahabatnya habiskan untuk berdiri di sini memandangi sokter wanita yang sudah seperti mayat hidup itu.
Tiba-tiba woo bin melangkah ke arah dokter itu dengan tangan yang masih terkepal keras.
Dan PLAKKKKKKKK.
Jae woon yang terkejut melihat tinghak sahabatnya itu hanya bisa melongo saja. Ia tidak pernah melihat sahabatnya sekasar dan semarah ini sebelumnya. Untung saja di bangsal rumah sakit ini sepi. Hanya ada mereka berempat.
“APA YANG KAU LAKUKAN ?! PASIEN MU ITU MEMBUTUHKANMU! KALAU DIA MENINGGAL BAGAIMANA ? BAGAIMANA DENGAN BAYINYA? DIA ITU KRITIS” woo bin berteriak kencang kepada dokter wanita itu. Suaranya sampai menggema. Woo bin segera menghampiri sahabatnya itu dan menarik jas sahabatnya untuk segera pergi dari situ. Bisa gawat kalau ada yang melihat, mengingat jabatan woo bin adalah dokter di rumah sakit ini. Bisa-bisa woo bin dipecat.
“sudahlah.. sudah, kajja (ayo) pergi”
Nafas woo bin terengah-engah menahan amarah, wajahnya merah padam. Tetapi dokter wanita itu hanya tersenyum getir ke arahnya. Kesadarannya perlahan-lahan mulai pulih sepertinya, pikir jae woon sambil melihat ke arah dokter yang tadi terduduk lemas di lantai seperti mayat hidup itu.
Dokter itu kemudian bangkit berlahan-lahan dari duduknya, meski harus di bantu oleh suster yang tadi menarik lengannya. Ia berdiri dan mendekatkan wajahnya pada woo bin, matanya menatap woo bin nanar. Jae woon melihat mata itu penuh kesedihan, penuh luka.
“tampar, tampar saja aku lagi.” Katanya pelan sambil menggerakan pipi nya yang sebelah lagi.
Woo bin hanya diam, tangannya terkepal erat. Jae woon menarik lengan sahabatnya untuk segera pergi dari tempat itu, tetapi woo bin tetap tidak bergerak.
“sebanyak apapun kau tampar aku, tetap tidak bisa mengalahkan sakit di sini.” Ucap dokter wanita itu sambil menunjuk-nunjuk dadanya. Wanita itu, istri kekasihku. Aku harus bagaimana? Menyelamatkan anaknya ? anak kekasihku? Bagaimana perasaanmu jika kau berada di posisiku? Apa kau akan menyelamatkannya?”
“AKU TIDAK TAHU, KALAU DIA ITU SIAPA MU. CEPAT KAU SELAMATKAN DIA, DIMANA RASA KEIBUANMU?! ADA SEORANG BAYI YANG HARUS KAU SELAMATKAN! MESKIPUN KAU MEMBENCI IBUNYA!” woo bin berteriak lagi.
“baik... baik.. aku pergi” kata dokter wanita itu lesu, ia berjalan dengan lunglai menuju ruang operasi.
Dokter wanita itu tampak tidak mengeluarkan air mata, tetapi tatapannya nanar dan ... kosong.
Woo bin menatap tangannya yang tadi menggampar wanita itu, ada perasaan menyesal di sana.
Woo bin mengikuti wanita itu pergi ke ruang operasi, nampaknya ia ingin mengawasi wanita itu, woo bin berjalan cepat mendahului dokter wanita itu.
Setelah sampai di depan ruang operasi, woo bin segera memakai baju operasi nya dan masker.
Dokter wanita itu juga mekaia baju operasinya.
tetapi sesampainya mereka didalam ruang operasi....
bayinya sudah keluar, para suster sedang memandikannya. Dan ibunya, sudah tergolek lemah, sang suami hanya bisa menundukkan kepalanya sampai menangis dan menggenggam erat tangan istrinya.
woo bin segera melakukan CPR kepada ibu itu. Sedangkan Ji Hye hanya diam, membeku, menatap pemandangan di hadapannya.
Matanya terpaku pada bayi laki-laki yang sedang dibersihkan, laki-laki itu, dan istrinya.
Perlahan-lahan laki-laki itu mengangkat kepalanya, dan tatapannya bertemu dengan tatapan Ji Hye, tetapi dia buru-buru mengalihkan tatapannya dan menggenggam tangan istrinya. Ji Hye manatap miris laki-laki itu. Perlahan ia menghampiri bayi laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
봄비
Fanficaku menunggu cinta pertamaku, sehingga aku kembali ke negara ini. tetapi, di saat aku mencarinya. ia hilang. aku bertemu dengannya kembali, tetapi kini aku tidak bisa menganggapnya kekasihku lagi. ia mengkhianatiku. dengan pekerjaan ku sebagai dokte...