순진한 사랑 ( sonjinan sarang ), cinta yang murni

348 0 0
                                    

Aku memasuki rumah yang sudah kutinggalkan selama 5 tahun. Rumah peninggalan ayah ku.

Aku memandangi pekarangan rumah yang tidak terawat. Banyak daun-daun kering yang berguguran, bunga-bunga yang ditanam ayah ku sudah layu, dan juga ada sampah di halaman ini, sepertinya orang-orang mengira bahwa rumah ini adalah rumah kosong yang sudah ditinggalkan pemiliknya, sehingga mereka membuang sampah di sini. Setelah melihat halaman rumah yang kotor itu, aku berjalan ke arah pintu masuk. Aku membuka nya dengan perlahan. Aku memang memiliki kunci cadangan yang diberikan oleh ayah ku. Hal yang pertama disuguhkan padaku ketika aku membuka pintu masuk adalah debu-debu yang mengepul dan sarang laba-laba. Tetapi walaupun rumah ini kotor, ada satu hal yang tidak berubah yang selalu kurindukan dari rumah ini. Wangi ayahku, walaupun ia bukanlah ayah kandungku, tetapi aku sangat menyayanginya seperti ayah kandungku sendiri.

Ia menyayangiku dengan tulus. Ia yang mengurusku ketika aku ditinggalkan begitu saja oleh ibuku di bawah pohon saat musim gugur. Ia yang memberikanku kasih sayang seorang ayah.

Terkadang aku iri, melihat teman-temanku yang ketika masa liburan tiba, bisa berkumpul bersama keluarganya. Pernah temanku, Jae Yoon memamerkan robotan baru, yang dibelikan oleh ayahnya di Jepang. aku merasa iri dengannya, aku sangat menginginkan robotan itu. Sampai suatu hari, aku meminta hadiah  robot itu kepada ayahku itu sebagai hadiah ulang tahunku yang ke 7, tetapi ayah berkata bahwa, ia belum memiliki uang. Ketika ayah berkata seperti itu, aku langsung berpikiran buruk bahwa ayah tidak menyayangiku sampai aku berkata .

“ayah jahat! Bilang saja ayah tidak mau membelikanku robot itu karena ayah tidak manyayangiku kan ? ayah hanya menganggapku anak angkat saja kan ?!” karena kesal aku sampai berkata seperti itu. Melukai perasaan ayahku sendiri. Mendengar ku yang berbicara seperti itu, ayahku hanya menatapku nanar. Kemudian ia segera membelikan badannya. Berjalan membelakangiku dengan tubuh yang lunglai.

Melihat ayahku yang seperti itu, aku baru sadar bahwa aku sudah melukai perasaannya. Aku ingin mengejarnya dan memeluknya, tetapi egoku berkata bahwa, ayahku lah yang harusnya meminta maaf padaku. Aku tidak akan berbicara padanya sampai ia membelikanku robot itu, ucapku dalam hati.

Seminggu tidak berbicara kepada ayahku membuatku merasa kesepian. Ayahku sudah melakukan berbagai cara untuk membujukku agar aku mau berbicara padanya, tapi aku tetap tidak mau berbicara dengannya. Ketika ayahku bertanya, apakah aku sudah mengerjakan pr ku, aku hanya diam dan tidak mau memandang ke arahnya. Sebenarnya ketika itu, aku mempunyai pr. Pr menulis kanji. Aku sangat tidak menyukai pelajaran itu. Guruku menyuruhku untuk membuat 10 buah kalimat dengan kanji karena aku membolos sewaktu pelajarannya, kalau tidak mengerjakannya pantatku akan dipukul dengan penggaris rotan sebanyak 50 kali. Aku meringis membayangkan pantat ku akan merah dan lecet karena dipukul oleh penggaris itu. Aku sudah berniat mengerjakannya. Bahkan aku sudah membuat satu kalimat. Tetapi ketika ayahku bertanya seperti itu, semangatku untuk mengerjakan tugas itu menguap entah kemana. Ketika baru menulis satu kata untuk kalimat ke-3, kepalaku terasa berat. Aku mengantuk sekali, aku bahkan sudah tidak memikirkan hukuman itu lagi.

Keesokan paginya, aku bangun dan menyadari bahwa aku sudah tertidur di tempat tidurku. Bukan di meja belajarku. Ketika itu, aku baru menyadari bahwa tidak ada harum masakan dari arah dapur, aku bingung, karena biasanya ketika aku bangun tidur, aku sudah mencium aroma masakan yang lezat dari arah dapur. Kemudian aku pergi ke dapur dan tidak menemukan ayahku di sana. Aku pergi ke kamar ayahku dan melihat bahwa ayahku menggigil kedinginan padahal saat ini musim panas dan tubuhnya dilapisi 3 selimut tebal. Aku yang panik melihat ayahku hanya bisa menangis sambil merangkak naik ke arah tempat tidur ayahku.

“Appa .... apaa ... palli ireona (papa.. papa... cepat bangun )” kata ku sambil mengguncang tubuh ayahku pelan. Aku menyentuh kening ayahku dan keningnya panas sekali. Ayahku menggenggam tanganku sambil membuka matanya perlahan. Ayahku mengusap rambutku dan mencium pipiku. Kemudian aku melihat buku pr ku ada di meja kerja ayah. Aku mengambil buku itu dan terkejut, ayahku mengerjakan tugasku walaupun ia sedang sakit. Ayahku melihat ku kemudian berkata “jangan sampai kau dipukul Woo Bin-a. ayah tidak mau melihat pantatmu itu luka, membuat mata ayah sakit.” Mendengar perkataan ayahku, aku langsung menghambur ke arahnya dan memeluknya erat.

“gomawo appa. Maafkan aku sudah membuatmu sakit karena aku ngambek padamu. Aku sekarang tidak mau robot itu lagi. Aku mau ayah sehat saja.”

Ayahku langsung memelukku erat dan menciumi kedua pipiku. Aku berusaha menghindar dari ciumannya, tetapi aku tidak bisa. Ayahku terus saja menciumku. Ayahku menciumku sambil tertawa bahagia. Sejak saat itu aku merasakan bahwa, ayahku memang sangat tulus menyayangi ku.

봄비Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang