“kau sudah tau dia dimana ?”
.....
“apa kau bilang ?”
....
“me..me... me.. ni..kah ?” bibir Ji Hye bergetar mendengar semua penjelasan orang suruhannya. ia tidak tahu apa yang ia rasakan saat ini. Kalut, panik, cemas. Dia... sudah menikah ?
“bagaimana bisa ?” tanyanya sambil berusaha mengatur suaranya senormal mungkin. Walaupun ia terisak mendengar penjelasan suruhannya. Bagaimana bisa ? bagaimana bisa ? hanya kata itu yang berulang-ulang muncul di kepalanya.
..........
“di.. di jodohkan ?”
....
Ji Hye langsung terduduk lemas di lantai ruang praktiknya, telepon genggamnya terlepas begitu saja dari genggamannya yang dingin begitu mendengar berita laki-laki yang ia cintai telah menikah karena dijodohkan. Bagaimana bisa laki-laki yang sudah ia tunggu-tunggu untuk melamarnya sekarang malah sudah menikah ? pengorbanannya selama ini sia-sia saja ? perjuangannya untuk mengikat laki-laki itu selamanya sudah tidak ada sekarang ?. keluarga laki-laki itu memang tidak menyukainya karena dulu ia berasal dari keluarga yang miskin, berbeda strata sosial dengan laki-laki pujaannya itu. Berbagai cara dilakukan keluarga laki-laki itu untuk menjauhkannya dengan laki-laki itu. Sampai ia bertekad bahwa ia harus sukses, ia tidak mau dipisahkan dengan laki-laki itu. Ia harus berada di level yang sama dengan laki-laki itu. Cinta pertamanya.
Tangis Ji Hye langsung meledak begitu saja, begitu mengingat kejadian itu. Ia menyesali keputusannya dulu, mengapa ia memilih meninggalkan laki-laki itu. Mengapa dulu ia begitu keukeh mempertahankan keputusannya untuk pergi . mengapa dulu ia begitu gegabah ?
Tiba-tiba alarm nya berbunyi tanda ada pasien yang membutuhkan pertolongannya di UGD. Ji hye berusaha bangun dari duduknya. 1 kali.. 2 kali.. 4 kali.. alarm nya terus saja berbunyi. Ia sudah berusaha bangun, tetapi lututnya masih terasa lemas. Sambil berusaha menggapai ujung kursi, ia pun bangun perlahan-lahan, dan berjalan keluar dari ruang praktiknya sambil sedikit berlari. Ia tahu sekarang bukan saatnya untuk bersedih, ada nyawa yang harus ia pertaruhkan dan selamatkan.
Ji Hye akhirnya sampai di UGD. Pasiennya sudah di letakkan di ranjang dorong untuk pasien. Darah berlumuran dari paha pasiennya. saat ia hendak berlari mengejar ranjang pasiennya itu. Ia melihat laki-laki itu... laki-laki yang baru ia tanyakan kabarnya dari orang suruhannya beberapa menit yang lalu. Laki-laki yang membuat lututnya lemas seketika.
Ji Hye menatap laki-laki itu nanar. Laki-laki itu terlihat begitu panik. Ia terlihat kacau. Dengan rambut berantakkan dan pakaian kantornya yang sudah basah oleh keringat. Ia ikut mendorong ranjang istrinya dengan tergesa-gesa.
Nanar. Ji Hye menatap laki-laki itu. "Harusnya ia mencemaskanku. Apa yang akan ia lakukan seandainya aku yang ada di situ?" gumamnya dalam hati.
Ji hye jatuh terduduk. Entah sudah berapa kali ia terjatuh. Tapi sakitnya tidak seberapa dibandingkan dengan sakit di hatinya. Luka karena mendengar orang yang sudah ia tunggu sudah menikah, sekarang luka itu ditambah lagi dengan, ia yang harus menyelamatkan anak laki-laki itu. Anak dari laki-laki itu dan istrinya. Istrinya. luka yang sudah menganga dalam, sekarang harus disayat kembali.
Ji Hye merasa tubuhnya mati rasa, telinganya hanya berdengung mendengar suara roda-roda berjalan dari ranjang yang sudah menuju ruang operasi itu. Pikirannya melayang entah ke mana, tatapannya kosong. Wajahnya pucat.
Seorang suster yang melihatnya segera menghampirinya
“dokter.. dokter.. dokter... bangunlah dokter..” suster itu berusaha membantu Ji Hye untuk berdiri dengan susah payah. Tetapi lengan ji hye yang tadi ditarik oleh suster itu untuk membantunya berdiri tetap saja terjatuh. Ji Hye merasa ada yang memanggilnya tetapi telinganya hanya mendengar dengungan-dengungan tidak jelas.
“dokter.. dokter.. dokter.. bangunlah dokter... bangun.. pasien itu membutuhkanmu. Dokter.. dokter.....” entah sudah berapa kali suster itu berusaha memanggil Ji Hye, tetapi tetap saja Ji Hye merasa mati rasa. Susah sekali untuk bergerak. Meskipun suster itu sudah sekuat tenaga membantunya berdiri, tetap saja Ji Hye masih terduduk di lantai dengan tatapan kosong.
“dokter bangunlah dokter, kumohon, bangun dokter.” Suster itu tetap berusaha menarik lengan Ji Hye untuk berdiri dan segera pergi ke ruang operasi.
Tiba-tiba PLAAAKKKKK.
Seseorang menampar pipi Ji Hye dengan keras. Kesadaran Ji Hye mulai pulih sedikit demi sedikit. Pipinya terasa panas dan telinganya berdengung keras menerima tamparan itu. Ia hanya menatap nanar orang yang menamparnya itu. Ia tertawa getir menatap orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
봄비
أدب الهواةaku menunggu cinta pertamaku, sehingga aku kembali ke negara ini. tetapi, di saat aku mencarinya. ia hilang. aku bertemu dengannya kembali, tetapi kini aku tidak bisa menganggapnya kekasihku lagi. ia mengkhianatiku. dengan pekerjaan ku sebagai dokte...