OLIVER
Aku tidak perduli saat semua orang menatapku seperti wanita jalang yang baru saja ketahuan menggoda seorang pria tua kaya raya.
Sebelum keluar dari butik ini, aku masih menyempatkan diri untuk menatap ke arah Stevy. Ya. Sejujurnya aku ingin sekali menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan pria brengsek itu.
Aku berjalan ke arah ruang ganti. Merutuki pakaian minim yang selalu kupakai selama bekerja di sini. Demi tuhan aku sangat muak bekerja seperti ini jika bukan karena untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Mungkin sudah saatnya aku mengundurkan diri. Lagi pula aku masih bisa mencari pekerjaan lain yang lebih baik dari ini. Aku bergegas pergi meninggalkan ruang ganti. Saat kulihat seorang gadis berdiri di depan pintu sembari menatapku dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Kedua mataku beralih memperhatikannya.
"Hey. Kau ini mau kemana?" tanyanya menginterupsi.
"Cepat minggir. Aku ingin pergi." jawabku singkat dengan raut wajah datar tanpa ekspresi. Sesungguhnya ada rasa lega ketika melihatnya masih perduli dengan keadaanku yang seperti ini.
"Pergi kemana? Memangnya ada tempat kerja baru yang lebih menguntungkan dari pada disini? Coba di pikirkan kembali Olive, jika masalahmu terdapat pada Mrs Betty, aku rasa kau masih bisa menghadapinya meskipun sendiri. Dan jika masalah ini bersangkutan dengan apa yang baru saja kulihat tadi... sejujurnya aku masih bisa memaklumi. Tapi jika dipikir-pikir, sepertinya... Mr Hegwen memang tertarik kepadamu."
"Yang benar saja Stevy... Aku bahkan sangat jijik saat berdekatan dengannya."
"Kenapa? Apa yang salah darinya? Aku pikir hal semacam itu adalah sesuatu yang normal, menurutku pantas saja jika Mr. Hegwen terpesona denganmu, lekuk tubuhmu, raut wajahmu. Kau tahu? Terkadang aku bahkan merasa sangat iri denganmu."
"Iri? Yang benar saja!? Kau tahu? Aku bahkan mati-matian berubah menjadi seperti ini."
"Aku pikir kau memang memiliki bentuk tubuh yang bagus sejak kau lahir."
"Omong kosong. Kau tidak tahu bagaimana aku."
"Aku tahu dirimu, Olive. Aku tahu saat kau bersusah payah menurunkan berat badanmu. Aku tahu saat kau berusaha mati-matian menjauhi makanan favotitmu demi bentuk badan ideal seperti yang kau impikan selama ini."
"Cukup, Stevy."
"Tidak. Aku tidak akan berhenti sebelum kau sadar, Olive. Aku tahu kau masih membencinya, tapi tidakkah kau berpikir bahwa mungkin saja dia sudah berubah."
"Apanya yang berubah? Coba tunjukan kepadaku. Kau melihat perubahan itu dari segi mana? Dia memperlakukanku dengan seenaknya. Dia melecehkanku asal kau tahu!?"
"Okey, maafkan aku... Dan aku pikir... Sepertinya dia sudah mengenalmu sejak menginjakan kakinya di tempat ini."
"Sial!"
***
AUTHOR
Olive menghentakan kakinya tak jelas. Dirinya berjalan kesana-kemari tanpa tujuan yang pasti. Dia tidak perduli bagaimana penampilannya saat ini. Pertemuan keluarga? Sialnya hal itu justru membuatnya pusing tujuh keliling. Dia memikirkan nasib sang ayah yang bahkan berani berterus terang kepadanya tentang perasaannya pada sang mantan istri, siapa lagi jika bukan ibunya sendiri?
Saat itu... Oliver mengujungi ayahnya, Jonathan yang sedang sakit. Pada saat itu pula keduanya bercerita tentang banyak hal, hingga pada kesempatan lain Jonathan begitu berani membuat sebuah pengakuan bahwa sejujurnya dia masih mencintai Rosemelly, wanita yang tak lain adalah mantan istrinya. Ibu kandung Oliver Janne.
Sedikit terkejut setelah mendengar pengakuan dari sang Ayah. Ada rasa sakit yang melingkupi ruang di hatinya saat ini yang membuat dadanya begitu sesak. Kenapa baru sekarang? Kenapa baru sekarang dia mengakuinya setelah keduanya telah resmi bercerai?
"Semua sudah terlambat, Ayah. Ibu sudah mempunyai pendamping baru, Dia berkata bahwa pria itu akan menjadi Ayah tiriku."
Jonathan terdiam... Matanya berkaca-kaca. Mendengar perkataan Oliver barusan membuatnya begitu menyesal. Seharusnya dulu Jonathan bisa mempertahankan kehidupan rumah tangganya. Seharusnya dia tidak mengambil kesimpulan sendiri tanpa memikirkan perasaan putri satu-satunya ini.
"Jika benar Ayah masih mencintai Ibu, Aku akan berusaha membuatnya kembali padamu, bagaimanapun itu. Sejujurnya aku ingin kalian bersama. Aku ingin kehidupan yang dulu. Bukan seperti saat ini."
"Maafkan Ayah, Olive. Ayah benar-benar menyesal setelah berpisah dengannya."
"Aku tahu, Aku bisa mengerti bagaimana posisimu saat itu. Mulai sekarang aku berpihak padamu, Ayah. Mari kita rebut Ibu dari lelaki tua itu."
Keduanya terkekeh pelan. Jonathan memeluk Oliver sembari membelai rambut panjang bergelombang milik gadis itu.
"Setelah ini, berjanjilah padaku bahwa kau tidak akan sakit lagi."
Jonathan menganggukan kepalanya kemudian tersenyum ke arah Oliver yang juga tersenyum kepadanya.
***
"Astaga... Apa yang kau pakai saat ini, Olive?" pekik Rose setelah melihat penampilan putrinya yang terlihat begitu biasa saja.
"Cepat ganti pakaianmu. Ibu tidak ingin melihatmu seperti itu. Kau tahu 'kan? Hari ini adalah hari pertamamu bertemu calon Ayah barumu!" ujar Rose begitu kesal.
"Kau yang akan bertemu dengannya, bukan aku." kata Oliver tak kalah sengit.
"Oh Tuhan. Tidak ada waktu lagi. Cepat ikut aku."
"Aku tidak mau, Ibu. Lepaskan aku!" pekik Oliver saat Rose menarik pergelangan tangannya dengan erat.
Rose dan Oliver telah tiba di sebuah Restoran hotel berbintang 5. Kedua nya melangkah menuju sebuah ruangan khusus dimana disanalah calon Ayah barunya berada.
Ketika pintu itu terbuka untuk mereka, betapa terkejutnya Olive saat melihat seseorang pria tampan yang tengah duduk di samping pria paruh baya itu adalah Alive.
Kedua tangannya mencengkram erat ujung sweater yang saat ini sedang ia kenakan. Kedua matanya tak luput memandang tajam kearah pria yang saat ini sedang menatapnya dengan senyum yang begitu mempesona.
Rose berjalan menghampiri calon suaminya itu kemudian saling berpelukan untuk sesaat. Salah satu tangannya menyambut hangat uluran tangan pria tampan yang tak lain adalah putra dari calon suaminya itu. Dia adalah Alive, Axelleon Alive... Seseorang yang begitu Oliver benci di masa lalu maupun di masa kini.
Oliver terpaku. Dirinya diam di tempat memikirkan sesuatu yang terjadi hari ini. Dia tidak pernah menyangka bahwa Alive yang akan menjadi saudara tirinya nanti. Hal gila apa lagi yang akan terjadi hari ini? Gadis itu menggelengkan kepalanya tak terima. Tidak. Dia tidak mau memilik saudara tiri yang mesum seperti Alive. Apa jadinya nanti jika dirinya satu rumah dengan pria itu? Dia tidak bisa menjamin keselamatannya, tidak, tidak hanya itu saja... Dia tidak bisa menjamin bagaimana nasib status keperawanannya nanti. Apa jangan-jangan... pria paruh baya di samping ibunya juga adalah pria brengsek seperti apa yang ada di dalam pikirannya saat ini?
Rose menatap Olive dengan perasaan tak enak hati. Wanita itu berjalan mendekati putrinya lalu menuntunnya untuk ikut bergabung bersamanya.
Gadis itu tengah berargumen pada dirinya sendiri. Dalam hati dia berseru bahwa demi apapun juga dia sangat menentang hubungan ini. Dia sama sekali tidak akan mau merestui hubungan ibunya dengan pria itu. Hal itu membuatnya kembali tersadar dari lamunannya dan... cukup. Sudah cukup untuk hari saja dia bisa bersikap baik di depan kedua pria dihadapannya saat ini, tapi tidak untuk pertemuan berikutnya. Oliver memastikan bahwa tidak akan ada pertemuan kedua, ketiga atau bahkan seterusnya.
TBC.
![](https://img.wattpad.com/cover/48247605-288-k294214.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDIDATE'S STEPBROTHER
RomanceSetelah sekian tahun berlalu, Oliver kembali bertemu dengan sosok pria yang paling di bencinya di masalalu. Alive tidak hanya kembali hadir membawa kenangan pahit yang mampu membuat kebenciannya kian bertambah, namun ada hal lain yang membuatnya leb...