part 4

17K 829 18
                                    

Sorry for typo guys^^

Happy Reading^^

"Jadi ini yang bernama Oliver?"

Pria paruh baya itu tersenyum kearahku. Meski raut wajahku sama sekali tidak mengindahkan pertanyaannya barusan, dia tetap mengulurkan tangannya kemudian memelukku meski dalam waktu yang singkat.

Aku hanya bisa terdiam. Sungguh di luar dugaan saat Alive berubah seketika menjadi sosok putra idaman para ibu karena sikapnya yang begitu penurut. Ketika sang Ayah menyuruhnya untuk menyapaku, dia tersenyum begitu manis, mengulurkan tangannya seperti apa yang di lakulan oleh sang ayah barusan.

Tidak. Demi Tuhan aku sama sekali tidak ingin menyentuhnya barang seujung kuku sekalipun. Aku tidak akan membiarkannya menyentuhku dengan begitu mudahnya.

Dia masih tersenyum, sedangkan aku masih berdiam diri tak berekspresi. Ku lihat dari sudut mataku... Ibu sudah melotot tajam di ujung meja sembari berkomat-kamit seperti tengah membaca sebuah mantra. Ya, aku pikir dia tahu hal bodoh apa yang bisa kulakukan hingga membuatnya malu di hadapan kekasih barunya itu.

"Maaf, Aku mempunyai alergi terhadap orang asing. Dan sepertinya... tubuhku mulai terasa gatal. "

Semua terdiam. kecuali Alive, pria itu tersenyum mengejek kearahku.

"Apa? Jangan bercanda, Olive! Sejak kapan kau memiliki riwayat penyakit aneh seperti itu?" pekik Ibu tak percaya.

"Sejak saat ini."kataku asal.

Ibu mulai berjalan mendekatiku... Menarik lenganku kemudian memeriksanya.

"Mana? Mana ada?" katanya mulai kesal.

"Lepaskan Aku, Ibu. Sakit." Kataku saat tau dia mulai mencubitku. Dasar wanita bar-bar. Haaah mengapa hanya karena pria tua itu dia jadi berubah seperti ini? Sialan!.

***

Makan malam berjalan begitu hening. Aku sama sekali tidak menyukai suasana formal seperti ini. Apa tidak ada kegiatan lain selain mengunyah dan menelan? Semua tampak diam sembari menikmati makanannya masing-masing. Yang kulakukan saat ini mungkin jauh lebih baik, setidaknya membuat alunan musik dari sendok, garpu dan juga piring tidak membuatku mati karena bosan di tempat ini.

"Jaga sikapmu, Olive." kata ibu memperingati. Aku tidak perduli.

"Wow... kalian benar-benar tahu seleraku. Semua ini makanan kesukaanku." ujarku antusias. Tentu saja ini hanyalah pura-pura.

Aku tidak perduli saat mereka menatapku dengan heran. Cara makanku mungkin seperti orang yang kelaparan karena 1 minggu tidak di beri makan.

"Olive! Sudah berapa kali Ibu bilang, jaga sikapmu!" serunya menggeram tajam. Pria tua itu mendekati Ibuku, menepuk bahunya pelan sembari berkata sabar mengenai sikapku yang kurang sopan.

"Sabar, Rose. mungkin Olive belum terbiasa dengan semua ini."

Deru napas ibuku terdengar begitu kasar. Dan itu tandanya dia sedang marah besar.

"Biarkan kami berbicara sebagai seorang teman." suara pria brengsek itu mencoba menengahi.

Sial. Apa dia pikir sedang berusaha menjadi seorang pahlawan kemalaman?

"Tidak. Aku tidak ingin berbicara denganmu." selaku tajam. Memangnya dia siapa sampai mau mengajakku seenaknya.

"Heeey! Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" seruku sepanjang jalan. Pria itu menyeret lenganku sedikit kasar.

***

"Kau! Cepat singkirkan tanganmu yang menjijikan ini dari lenganku. Ini menyakitkan, bodoh!"

CANDIDATE'S STEPBROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang