Part 17

7.1K 435 60
                                    

Sorry telat Update.🙏
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Masih berjalan kesana-kemari. Pandangan Oliver kali ini menatap jam dinding yang ada di dalam kamarnya. Saat ini jarum jam sudah mengarah pada pukul 10 malam.

"Lebih baik kau pulang saja. Kau bisa datang lagi kemari besok pagi." Usul gadis itu setidaknya untuk mengalihkan keinginan pria itu.

"Aku akan pulang setelah kau menemuiku." masih tetap pada pendiriannya. Alive tidak akan beranjak sebelum Oliver mau menemuinya.

"Aku tidak bisa." jawab gadis itu masih terdengar ragu.

"Kenapa?" tanya Alive mulai tak sabar.

"Kenapa kau selalu ingin tahu urusanku?!" ucap Oliver geram, gadis itu meremas ujung kemeja yang dia kenakan hingga kusut.

"Apa menurutmu yang kulakukan ini salah?"

"Dan kau masih bertanya? Ayolah, kau ini tidak tuli untuk mendengar bagaimana reaksiku saat ini. tidak, bahkan sebelum saat ini juga."

"Buka pintunya, Oliver. Kita perlu bicara." bujuknya pelan. Alive kemudian menurunkan nada bicaranya agar tidak terdengar emosi. Ya Tuhan, dengan cara apa lagi pria itu membujuknya?

"Pergilah. Aku tidak ingin melihatmu malam ini."

Lalu terdengar desahan napas putus asa dari pria itu sebelum akhirnya kembali berucap, "Besok, aku akan datang lagi. Tetaplah di rumah dan tunggulah aku. Aku berjanji padamu untuk datang secepatnya setelah urusanku selesai."

"Aku tidak bisa menjanjikan apapun." desisnya pelan. Gadis itu tidak yakin pada perkataanya sendiri.

"Apa maksudmu, Oliver?" Alive memastikan tentang apa yang baru saja dia dengar.

"Lupakan saja. Sekarang bisakah kau pergi?" kata Oliver memohon. Suara gadis itu terdengar lelah.

"Ya Tuhan... Sebenarnya ada apa denganmu?" Dan tidak hanya sekali ini saja pria itu bertanya tentang keadaan Oliver. Dia tidak mau melihatnya, dia juga melarangnya untuk masuk, dan entah sampai kapan dia akan selalu seperti ini, menghindarinya terus menerus.

Sambungan telepon itu putus secara sepihak. Alive membuang napas dengan kasar sembari manatapi layar ponselnya kembali, masih sama... terlihat wajah gadis sialan yang baru saja memutuskan panggilannya itu masih setia menjadi wallpaper ponselnya hingga sekarang.

Alive mengepalkan tangannya kemudian menghantam udara malam yang sunyi. Demi Tuhan bukan ini yang dia inginkan-- Kemudian dia menendang sebuah pot bunga yang letaknya tak jauh darinya. Dia berjanji akan menggantinya setelah ini, tapi biarkan emosinya mereda setelah apa yang telah dia lakukan malam ini.

Rasa gengsi itu telah kembali menyelimuti hati pria itu. Ya, tidak hanya wanita saja yang memiliki rasa seperti itu. Alive tetaplah seorang pria yang memiliki ego yang sewaktu-waktu dapat merubah cara pola berpikir yang semula dewasa bisa menjadi kekanakan dalam waktu yang bersamaan. Ya, seperti itulah dia. Sama seperti ketika Oliver bersikap tidak perduli padanya, maka dia juga akan melakukan hal yang sama seperti apa yang telah Oliver lakukan kepadanya. Hal itu tidak akan berjalan lama... di samping itu dia berpikir tentang bagaimana cara memperbaiki masalahnya.. Alive adalah tipekal orang yang angkuh namun perduli diam-diam.

Sebelum berjalan pergi, Alive kembali menatap pintu rumah gadis itu lagi, masih berharap siapa tahu sebuah keajaiban datang dan membuat Oliver sadar lalu membukakan pintu untuknya, memandang keluar rumah, menatapnya kemudian berlari kearahnya sembari memeluknya dengan erat. Tapi nyatanya hal itu tidak pernah terjadi sejak dia yang masih saja terdiam selama 30 menit menatapi pintu itu seperti orang idiot.

CANDIDATE'S STEPBROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang