Setelah pertengkaran kami tadi siang, Aku pikir Alive benar-benar tidak akan perduli lagi padaku. Tapi pikiran buruk itu lenyap begitu saja saat kulihat dia telah berdiri di hadapanku.
"Aku tidak terlambat kan?" katanya sembari melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya yang kutahu pasti harganya sangat mahal.
"Tidak juga." kataku datar dan pura-pura masih terlihat kesal padanya. Terkadang wanita juga perlu bersikap sok jual mahal, mengingat sikapnya yang menyebalkan selalu saja membuatku kesal.
"Ayo pergi." ujarnya kemudian menarik pergelangan tanganku dengan lembut.
"Kita mau kemana?" Aku bertanya kepadanya. Sikap pria ini terkadang membuatku bingung.
Aku berjalan mengikutinya. Langkahnya yang panjang membuatku kesusahan. Sepanjang jalan aku menggerutu tak jelas, hingga pada detik dimana langkah kakinya tiba-tiba terhenti membuatku menabrak bahunya yang kokoh.
"Kenapa berhenti tiba-tiba? Kau pikir ini tidak sakit. Menabrak bahu tapi rasanya seperti menabrak dinding, keras sekali." gerutuku kesal. Jujur saja ini memang sakit. Aku yakin... di balik jas hitam itu pasti ada lapisan bajanya.. atau setidaknya dia mungkin memakan batu sampai rasanya bisa sekeras itu. Yaampun... hidungku sakit sekali.
"Diamlah, dan cepat cari pakaian renang. Kau tidak lupa kan? waktumu tidak banyak lagi."
"Bukankah aku sudah berkata padamu? Aku tidak mau jika kau yang mengajariku. Lagi pula aku memiliki pakaian renang, kenapa harus beli yang baru jika yang lama saja masih ada. Lebih baik kita pergi. Kau bilang waktuku sudah tidak banyak lagi 'kan?"
"Apa kau yakin bahwa kau memiliki pakaian renang? Aku tidak melihat apapun yang kau maksud dengan pakian renang yang kau katakan itu. Aku sudah melihatnya, dan itu sudah sangat-sangat tidak layak untuk digunakan."
"Apa katamu? Aku bahkan baru sesekali memakainya. Bagaimana bisa kau berkata bahwa pakaian renangku sudah tidak layak untuk dipakai. Kau ini keterlaluan sekali. Aku tahu kau sangat kaya, tapi kau tidak berhak mengatur hidupku sesuka hatimu, Tuan Hegwen."
"Apa kau bisa bertanggung jawab dengan ucapanmu itu? Kau lihat apa yang kubawa saat ini? Kau bisa memakainya di hadapanku jika kau yakin pakaian yang kau sebut layak ini memang pantas jika digunakan."
Aku menelan ludah dengan susah payah. Salah satu tangannya menyerahkan sebuah bingkisan di hadapanku. Sebuah Paper bag bewarna coklat yang isinya mungkin... Emm ya, aku mungkin bisa menebak apa isinya.
Semua karyawan memperhatikan kami. Dan hal itu jelas saja membuatku risih. Hingga pada akhirnya semua sadar ketika Alive seperti tengah memberi isyarat dengan cara pura-pura batuk sembari melirik ke arah manager toko ini agar memperingatkan para karyawannya untuk tidak memperhatikan kami lagi.
Setelah merasa bahwa semua terlihat kembali berjalan dengan normal, lagi-lagi Alive bertanya kepadaku.
"Bagaimana? Apa kau mau membuktikannya secara langsung dihadapanku tentang seberapa layaknya pakaian renangmu ini?"
"Jadi kau mengambilnya dari rumahku? Dari dalam lemari pakaianku?" Aku mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
"Aku tidak ingin perdebatan ini semakin panjang, Olive. Aku hanya ingin berniat baik membelikanmu pakaian renang baru karena aku pikir pakaian renang lamamu itu sudah tidak layak pakai. Kau bisa mengerti itu 'kan?" Dia mencoba membela diri. Tapi caranya itu benar-benar tidak sopan.
Aku tidak bisa membayangkan bagaimana caranya dia bisa mencari pakaian renangku yang entah aku sendiri sudah lupa menaruhnya dimana. Dia pasti sudah mengacak-acak seluruh bagian dari isi lemari pakaiannku. Dia pasti melihat semuanya.. bagaimanapun bentuk pakaianku, tapi yang kukhawatirkan adalah... dia juga mengacak-acak bagian dari pakaian dalamku. Oh Sial!
![](https://img.wattpad.com/cover/48247605-288-k294214.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDIDATE'S STEPBROTHER
RomanceSetelah sekian tahun berlalu, Oliver kembali bertemu dengan sosok pria yang paling di bencinya di masalalu. Alive tidak hanya kembali hadir membawa kenangan pahit yang mampu membuat kebenciannya kian bertambah, namun ada hal lain yang membuatnya leb...