OLIVER
Setelah bagian dimana Pria itu menurunkan tali gaunku, tanpa sadar aku mendorongnya menjauh dan membuat ciuman sepihak itu berakhir secara tiba-tiba. Kami saling menatap dengan napas masih tersengal akibat kegiatan gila yang baru saja terjadi. Hampir saja dia melakukan hal itu kepadaku. Aku belum siap menerima sentuhannya yang membuatku menggila di setiap detiknya.Pria itu terlihat mencengkram rambutnya dengan frustasi. Aku masih berdiam diri sembari menaikan kembali tali gaunku yang sempat turun sehingga bagian dadaku terekspos dengan jelas. Dan setelah beberapa detik keheningan sempat menyelimuti kami, pada akhirnya dia kembali bersuara.
"Apa aku melakukan kesalahan?" tanyanya dengan nada yang cukup berat tanpa memandang ke arahku.
Aku benar-benar gugup ketika Alive mulai berani menatapku dengan pandangan yang mempu membuat siapapun bereaksi salah tingkah. Pria itu meraih tanganku, menjangkau bahuku hingga akhirnya aku bersandar pada dada bidangnya yang mampu membuatku takluk dalam sekejap.
"Apa kau bisa mendengarnya?" Perkataanya mampu membuatku berpaling menatap kedua mata itu untuk setidaknya mencari kebohongan di sana. Tapi sayangnya aku tidak menemukan apakah ada tanda-tanda perkataannya yang mampu membuatku curiga.
"Jika kau mendengarnya, rasanya benar-benar membuatku gelisah." tunjuknya tepat depan dada di sebelah kiri.
Aku tidak menjawab apapun selain menggelengkan kepala. Dia kembali menatapku kemudian meraih kedua pipiku lalu membingkainya dalam kehangatan tangannya yang begitu lembut-membuatku sejenak memejamkan mata.
"Baik, sepertinya kita memang perlu bicara." katanya lalu menarik napas secara perlahan.
"Jika saja aku memiliki keberanian lebih besar sejak dulu, mungkin semua orang akan berkata aku sudah gila karena menyukai seorang gadis bertubuh besar selama kurang lebih 12 tahun yang lalu." mulainya bercerita. Ucapannya sontak membuatku terkejut.. Tapi bagaimana bisa?
"Kau?" tanyaku tidak percaya.
"Iya, bahkan sampai detik ini." ungkapnya terdengar meyakinkan.
"Bagaimana itu bisa terjadi? Kau sedang bercanda 'kan? Kau tahu, ini sama sekali tidak lucu." kilahku sama dengan mengajaknya berargumentasi.
"Tidak, Aku mengatakan hal ini dalam keadaan sadar. Kau tahu, aku tidak semudah itu mabuk meski telah menghabiskan sebotol minuman beralkohol sekalipun itu sendirian." Ya, hal itu memang benar. Dan aku justru kebalikannya.
Aku berdiri tak percaya. Pandangan matanya masih mengikuti pergerakan tubuhku yang mulai tak bisa diam.
"Jadi, apa kau pikir aku akan percaya?" kataku dengan nada mencemooh. Setidaknya hal itu bisa sedikit menutupi rasa gugupku.
"Kau mungkin bisa berbohong pada orang lain, tapi kau tidak bisa membohongi dirimu sendiri. Begitu juga aku, Aku mungkin bisa menutupi semua ini di depan orang lain, tapi tidak ketika kau berhadapan denganku. Karena hal itu sama sekali tidak berlaku untukmu." kata-kata Alive telak membuatku diam seketika.
"Lalu, apa maumu sekarang?" Aku bertanya tanpa basa-basi kepadanya. Seperti seorang musuh yang kemudian mengarahkan pedang tepat di ujung pandangan lawannya.
"Kau."
"Aku? Tsk, jangan samakan aku dengan wanita lain di luaran sana. Pengakuan gilanmu itu sama sekali tidak bisa mempengaruhiku. Ayolah, jangan membuang waktuku dengan hal tidak penting semacam ini. Kau bisa mengatakan hal seperti itu pada wanita lain, tapi tidak denganku. Kau salah besar jika menurutmu aku akan tersipu setelah mendengar ucapanmu tadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDIDATE'S STEPBROTHER
RomanceSetelah sekian tahun berlalu, Oliver kembali bertemu dengan sosok pria yang paling di bencinya di masalalu. Alive tidak hanya kembali hadir membawa kenangan pahit yang mampu membuat kebenciannya kian bertambah, namun ada hal lain yang membuatnya leb...