Chapter 1

1.4K 129 0
                                    

Aku berdiri didepan gerbang sekolah. Ya, seperti biasa, menunggu angkot lewat agar aku bisa pulang. Aku membenarkan ikatan rambutku yang sudah acak-acakan. Maklum, sudah jam pulang sekolah, sudah pasti penampilanku sudah 3K alias kusam, kumel, kumuh.

"Huft," aku menghela nafas. Lelah, sudah sekitar dua puluh menit menunggu angkot, namun tak kunjung lewat dihadapanku. Ditambah lagi sorotan cahaya matahari yang siap membakarku jika saja aku terus berdiri disini.

Sebuah motor satria putih berhenti dihadapanku. Tak salah lagi, itu pasti Ricky Rozay. Dia adalah kakak kelasku yang sudah ku kenal sejak SMP, ya memang sejak SMP aku satu sekolah dengannya, dan sejak itu pula dia terus-terusan mendekatiku. Aku pun tidak enak jika harus menjauh darinya karena dia memang orang yang baik. Walaupun dia anak motor tapi dia orang yang baik. Tapi lebih tepatnya dia anak club motor, dan dia ketuanya. Walaupun Ricky adalah kakak kelasku, tapi ia menolak untuk ku panggil kakak, ya sama halnya dengan...Justin.

"Hei," sapa Ricky sambil melepaskan helmnya dari kepalanya.

Aku hanya tersenyum tipis sambil memegangi lengan tas yang tersangkut di kedua bahuku.

"Lo lagi nunggu angkot yak?" tanyanya sambil terus tersenyum, entah kenapa dia selalu tersenyum dihadapanku.

Aku hanya mengangguk.

"Bareng gue aja yuk?" tawar Ricky antusias.

Hm, ya, Ricky memang sejak dulu selalu menawari aku pulang bersama, setiap hari ia selalu membawa dua helm. Namun aku saja yang selalu menolak. Aku takut jika aku terlalu baik padanya, dia salah menanggapi sikapku. "Hm, nggak usah deh, gue naik angkot aja."

"Ini mataharinya lagi panas banget tau, lo mau gosong disini?" tanya Ricky diselingi candaannya.

Aku hanya bisa diam saja, tapi, aku juga tidak mau sih gosong disini, kan nggak lucu kalau nanti di buletin sekolah ada artikel yang judulnya koordinator jurnalistik gosong terbakar matahari.

"Oy kok malah bengong." katanya, aku hanya tersenyum saja. "Kali ini gue maksa, nih pake!" katanya sambil memberikan helm kepadaku.

Aku menerima helm itu. Tidak enak kalaupun aku harus menolaknya.

Brmmm. Ricky menyalakan mesin motornya, ia sudah siap berkendara, sedangkan aku masih terdiam didepan gerbang sambil memegangi helm.

"Ayo naik, tunggu apa lagi?" kata Ricky.

Akupun menaiki motor Ricky lalu memakai helm.

***

Ricky menghentikan motornya, namun bukan dirumahku, melainkan didepan sebuah cafe.

"Kok berhenti disini, Ky?" tanyaku heran.

"Iya, kita makan siang dulu ya."

Aku berdehem, ingin menolak tapi tidak enak. "Tapi, gue belum lapar."

"Iya nggak usah nungguin lapar. Yaudah ayo turun."

Akupun turun dari motor Ricky. Begitupun dengan Ricky. Ricky menggandeng tanganku masuk kedalam cafe. Ketika aku dan Ricky sedang mencari meja kosong, seseorang menghampiri kami berdua.

"Hei, Ricky, Ariana.." sapa seseorang yang tak asing, bahkan selalu ada di dunia khayalku.

"Justin.." aku tak menyangka akan bertemu dengannya disini.

Aku baru sadar, tanganku masih bergandengan dengan Ricky, ingin aku lepaskan tapi aku takut Ricky tersinggung. Tapi kira-kira Justin akan berfikiran apa ya tentang aku dan Ricky? Aku tidak mau dia salah menilai. Tapi...apa juga urusannya dengan dia? Dia juga tidak akan perduli dengan hubunganku dan Ricky.

"Kalian....pacaran?" kan benar tebakanku.

"Belum." jawab Ricky, apa maksudnya menjawab belum? Aku segera meluruskannya, "Nggak, Just. Kita teman aja."

Ricky menatapku dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Ok, kalau gitu, gue duluan ya." kata Justin.
Aku tersenyum, begitupun juga dengan Ricky. Justin hendak pergi, namun ia mengurungkan niatnya, "Oiya.." katanya membuatku mengerutkan dahi, "Ariana, gue boleh minta nomor lo, nggak?"

Whatttt? Justin minta nomor handphone aku? Ini mimpi? Apa aku belum bangun dari dunia khayal?

"Buat apa?" tanyaku gugup sedikit.

"Jadi, tiga hari lagi basket mau ada tanding sama sekolah tetangga. Kata coach gue, gue harus hubungi koordinator jurnalistik. Lo kan koordinator jurnalistik, berarti nanti gue hubungi lo, biar gampang, gue minta nomor lo aja deh. Boleh nggak?" jelas Justin.

Yaelah, aku fikir dia minta nomorku untuk pendekatan. Nggak tahunya urusan ekskul. Duh, Ariana stupid banget sih, terlalu percaya diri. Kzl deh.

"Ariana..."

Aku tersadar, "Hm, iya?"

"Gimana boleh nggak?"

Aku tersenyum tipis lalu mengangguk. Justin memberikan handphone-nya padaku, akupun menambahkan kontaku di handphone-nya, lalu memberikannya lagi kepada Justin.

"Thanks." kata Justin, aku tersenyum. "Kalau gitu gue duluan ya, bye" sambungnya lalu pergi.

"Kita duduk disitu yuk?" ajak Ricky sambil menunjuk meja tengah yang kosong. Aku mengangguk setuju. Akhirnya kami pun duduk di meja yang telah Ricky tunjuk tadi.

Ricky memanggil waiter dengan mengangkat tangan kanannya. Tanpa menunggu lama, sang waiter menghampiri kami.

"Lo mau pesan apa?" tawar Ricky.

"Gue bingung, samain sama lo aja deh." jawabku, sungguh aku tidak mood untuk makan apapun sebenarnya.

Ricky tersenyum, "Kalau gitu...waffle banana with chocolatte+cheese dua dan milkshake coklat dua ya."

"Ok, tunggu sebentar ya." ujar sang waiter lalu pergi.

"Ariana..." panggil Ricky, Aku pun menoleh kearahnya, "Lo kenal sama Justin?"

"Justin?" ulangku. "Kenal." sambungku.

"Kok bisa?" tanya Ricky penasaran.

Sungguh aku malas jika harus menceritakannya secara detail. "Kebetulan aja kenal." jawabku seadanya.

Sepertinya Ricky paham jika aku malas bercerita, ia terima saja dengan jawabanku yang alakadarnya.

FEELING [Jariana]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang