Gue boleh ke rumah lo nggak?
Sebuah pesan singkat datang dari Justin, seketika saja senyuman langsung terukir dibibirku. Dengan segera aku langsung membalas 'boleh'.
Tin..tin..
Terdengar suara klakson mobil, aku kenal betul suaranya, itu pasti mobil Justin. Aku dengan segera berlari keluar rumah lalu menghampirinya."Hai, Jutik." sapa Justin.
Aku tersenyum bahagia, "Kok udah nyampe sini aja? Cepet banget."
"Iyadong, kan kalau mau ketemu lo semangat, jadinya cepet." goda Justin.
Aku mengerutkan dahi sambil menahan senyum malu. "Dasar Kapil!"
Justin tertawa. Aku melihat sepertinya Justin menyembunyikan sesuatu dariku yang ia letakkan dibelakang punggungnya. "Lo nyembunyiin apaan sih?" tanyaku sambil mencoba melihat apa yang ada dibelakang punggung Justin, namun aku tak berhasil melihatnya.
"Kepo." kata Justin sambil menjulurkan lidah.
Aku manyun. Justin pun tertawa melihat wajah ugly ku ketika manyun.
Justin akhirnya mengeluarkan sesuatu yang ada dibelakang punggungnya, sebuah bunga mawar merah. Ia memberikannya padaku. "Nih, buat lo.."
Aku heran sekaligus senang, "B-buat...gue?"
Justin mengangguk. Akupun menerimanya sambil tersenyum.
Justin berdehem, "Nggak disuruh duduk nih?" canda Justin.
Aku menepuk jidatku, "Oh iya, lupa, yaudah duduk."
Justin pun ikut perintah.
"Mau minum apa?" tanyaku.
Justin berdehem, "Apa aja lah, apapun yang lo bikin pasti enak."
Aku tertawa kecil, "Yaudah, gue bikin minum dulu ya."
"Ok, Mamah."
Aku langsung terbelalak lalu langsung memukulnya dengan mawar pemberiannya tadi, "Ih, Justin. Geli banget sih."
Justin langsung tertawa terbahak-bahak. Sedangkan aku langsung masuk rumah untuk membuatkan minum Justin.
Tak lama, aku kembali lagi keluar dengan membawa minuman rasa jambu untuknya. "Nih,"
Justin menerimanya, "Wih, kok lo tau sih kalau gue suka minuman rasa jambu?" katanya sambil meminum minuman yang aku berikan.
"Emang iya?" tanyaku antusias.
Justin mengangguk. "Wah, sering kepoin gue yak lu?"
Lagi-lagi tebakan Justin benar, aku memang sering kepo dengan apapun tentang dia. Tapi, aku benar-benar tidak tahu jika ternyata Justin suka minuman rasa jambu. Uh, feeling mah susah ya, jodoh kali. Wkwk.
"GR banget sih, kebetulan aja dikulkas gue adanya itu, yaudah gue kasih aja buat lo." kataku.
"Rejeki anak soleh berarti," kata Justin sambil memasang wajah sok imutnya.
Aku menahan tawa, "Muka lo biasa aja dong."
Justin tersenyum. "Ariana?"
Aku berdehem sambil mengangkat kedua alisku.
"Lo liat ada yang beda nggak dari penampilan gue?" tanya Justin sambil bersikap sok ganteng.
Aku mengerutkan dahi, melihat Justin dari ujung rambut sampai ujung kaki, namun tidak ada yang beda sepertinya, "Nggak ada."
Justin berdecak, "Liatnya yang bener dong..."
Aku memperhatikan Justin sekali lagi. "Mmm....Ada!" kataku dengan girang.
"Apa?" tanya Justin tak kalah girangnya.
"Tuh belek lo masih ada." kataku.
Justin tercengang, ia langsung membersihkan matanya. Aku langsung tertawa girang, aku hanya mengerjainya saja.
"Mana? Nggak ada.." kata Justin.
Aku tertawa, "Emang nggak ada, orang gue bercanda doang."
Justin memanyunkan bibirnya, "Orang lagi serius juga."
"Sorry...Emangnya apaan sih yang beda? Sama aja kok, masih jelek kayak kemarin."
Justin manyun lagi, "Rese nih, Jutik!"
Aku tertawa.
"Liat dong tangan gue.." kata Justin sambil memperlihatkan tangannya padaku.
Aku memperhatikan tangannya, terdapat sebuah cincin di jari tengahnya. "Wih, cincin baru ya!"
"Eh, ini bukan sembarang cincin tau."
Aku mengerutkan dahi, "Emang?"
Justin mengangguk mantap "Iya!"
"Maksud lo, cincin lo itu ajaib gitu? Bisa bikin lo ngilang kayak di TV-TV? Yang bener aja lo, gila.." kataku sambil tertawa.
"Yeee, dodol dasar! Maksud gue bukan itu."
Aku menghentikan tawaku sambil menatap Justin serius, "Terus maksudnya apa?"
Justin melepaskan cincinnya dari jarinya, lalu memberikannya padaku. "Coba deh lo liat."
Aku mengerutkan dahi sambil mengambil cincin Justin. Aku memperhatikannya, sepertinya cincinnya tak asing. Di dalam cincin itu, terdapat tulisan yang bertuliskan Kapil. Ah iya! Cincin ini persis seperti milikku, lebih tepatnya cincin pemberian Justin yang didalam cincin itu ada tulisan bertuliskan Jutik. Malah, cincin Jutik itu sedang aku pakai sekarang.
"Eh, ini sama ya kaya yang gue pake." kataku menyamakan dengan cincin yang aku pakai. Aku memberikannya lagi pada Justin, Justin menerimanya lalu memakainya kembali.
Justin mengangguk, "Kapil dan Jutik." kata Justin.
Kapil dan Jutik. Apa maksud dan pada ucapan Justin? Dan kan kata penghubung. Apa dia ingin aku dan dia mempunyai hubungan? Ah, Ariana, kau terlalu banyak berkhayal!
"Bagus nggak?" tanya Justin meminta pendapatku.
Aku mengangguk mantap. "Bagus banget. Gue suka banget sama cincin ini." kataku.
"Kalau sama orangnya?" goda Justin.
"Ih, apaan sih lo!" kataku sambil menahan senyumku.
Justin, gue lebih suka sama orangnya malah dibandingkan cincinnya. Batinku berteriak mengungkap kejujuran. Namun, mulutku masih terlalu gengsi untuk membantu sang batin mengungkap rasa.
"Cie blushing gitu..." ledek Justin.
Aku memegangi pipiku, sepertinya pipiku memang sedang memerah sekarang. Ah, Justin menyebalkan. Aku kan jadi malu.
"Justin, nyebelin banget sih lo." kataku sambil manyun.
"Kalau lagi blushing gitu, kecantikan lo itu bertambah lima puluh persen lagi tau, Jutik!" goda Justin.
Aku menahan senyumku. Justin memang pandai menggodaku. "Ah sudahlah. Mm, Justin, tapi kenapa lo baru pakai cincin itu sekarang?" tanyaku.
Justin berdehem, "Ya..."
"Oh iya, kan kemarin-kemarin lo lagi sok ngambek dari gue gitu ya. Lupa gue." ledekku.
Justin langsung malu dan menarik hidungku. Akupun tertawa melihat Justin yang salah tingkah, yes, akhirnya aku berhasil meledek balik Justin.

KAMU SEDANG MEMBACA
FEELING [Jariana]
FanfictionTerkadang, rasa cinta kita terhadap seseorang dapat dengan mudah menutup rasa cinta orang lain terhadap kita.