Aku memasuki cafe. Sebelum masuk, aku melihat bayangan diriku pada pintu cafe yang terbuat dari kaca. Dengan kaos putih bertuliskan girl yang aku padu-padankan dengan jeans yang panjangnya diatas mata kaki berwarna biru muda membuatku merasa nyaman. Ya, cukup rapih untuk bertemu sang pemilik hati, ups, maksudku...Justin. Maklum, aku memang suka berkhayal.
Aku memasuki cafe dan mencari sosok Justin. Seorang pria mengangkat tangannya seperti menyuruhku menghampirinya, ya, itu Justin. Aku pun menghampirinya dengan sedikit...gugup. Wajar, ini kali pertamanya aku bertemu secara intens dengan Justin.
Aku pun duduk dihadapan Justin. "Nunggu lama, ya?" tanyaku berbasa-basi, padahal aku tahu pasti dia juga baru datang.
"Nggak, santai aja, gue juga baru datang kok." pas! Tepat perkiraanku.
Aku tersenyum. Justin memanggil waiter. Tanpa menunggu lama, seperti biasa, dengan sigap sang waiter datang menghampiri untuk melayani kami.
"Milkshake coklatnya satu ya," ujarku dan Justin bersamaan. Aku dan Justin saling berpandangan lalu tertawa.
"Jadi milkshake coklatnya dua, ya.." kata Justin
Sang waiter menulis pesanan pada note miliknya, atau mungkin milik cafe ini. "Ada lagi?" tanya waiter dengan ramah.
Justin melirikku dengan tatapan mau-apa-lagi?. Aku pun menggeleng untuk memberikan jawaban tidak. "Cukup." kata Justin pada waiter tersebut.
"Baik, tunggu sebentar ya.." kata sang waiter lalu pergi.
Kemudian seketika suasana menjadi hening. Tidak ada satupun yang mau membuka pembicaraan. Sampai pesanan kami datang. Waiter pun meletakkan dua gelas milkshake coklat di atas meja kami. Maksudku...aku dan Justin.
Aku menyeruput milkshake milikku. Begitupun dengan Justin.
"Jadi kapan turnamennya?" aku mencoba membuka pembicaraan.
Justin masih menyeruput minumannya, matanya berputar sambil berdehem. "Kamis." jawab Justin setelah beberapa detik berfikir. "Jadi ada waktu tiga hari lagi buat latihan, senin, selasa, dan rabu." sambungnya.
Aku mengangguk mengerti. "Jadi, jurnalis ngeliputnya pas lombanya aja, atau latihannya juga?" tanyaku.
"Sebaiknya sih, latihannya juga. Biar lebih mantep nanti artikelnya kalau kita menang." kata Justin.
Aku berdehem, "Iya juga sih. Biasa latihan jam berapa?"
"Pulang sekolah kan jam dua, biasanya kita dikasih waktu istirahat dulu satu jam, jam tiga baru latihan, sampai jam lima sore." jelas Justin.
"Oh, gitu."
"Nanti yang ngeliput basket siapa? Elo?" tanya Justin.
Aku sekali lagi menyeruput milkshake milikku. "Nanti gue omongin dulu sama anak-anak jurnalis."
"Lo aja deh, kan seru kalau jurnalisnya cantik." kata Justin.
Aku mengerutkan dahi sambil menahan senyum. Ini ceritanya Justin sedang menggodaku? Ck, kelakuan. "Iya, semangat juga kalau yang diliputnya ganteng kayak lo." kataku balik menggoda.
"Jadi lo ngakuin juga kalau gue ganteng?" tanya Justin namun dengan nada yang menggodaku.
Aku menyipitkan mataku, "Namanya juga laki-laki. Kalau lo cewek baru gue bilang cantik!"
Justin menatapku jahil, "Bilang aja kali kalau gue emang ganteng."
Aku menatapnya geli sambil menahan senyumku. Justin memang menyebalkan. Membuatku mati kutu dihadapannya.
"Iyain aja deh biar lo seneng." kataku akhirnya.
Justin tertawa puas dengan kemenangannya menggodaku.
"Oh iya, tadi lo kesini naik apa?" tanya Justin.
"Angkot."
"Nanti baliknya bareng gue aja,ya.."
Aku mengerutkan dahi lalu menggelengkan kepala, "Gue berangkat sendiri, berarti pulang sendiri."
"Nunggu angkot bete tau, mendingan sama gue aja. Lagian kasihan tau jok disamping gue nggak ada yang nempatin. Masa cowok secakep gue bawa mobil sendirian. Kan ketahuan banget jomblo nya." ujar Justin.
Aku tertawa kecil, "Konyol banget sih lo."
"Yang konyol itu jelly."
"Itu kenyal, dodol!" kataku sambil tertawa, Justin pun ikut tertawa bersamaku.
Aku dan Justin sudah cukup lama berada di cafe, padahal cuma minum milkshake doang. Haha, memang sudah kebiasaan anak muda nongkrong di cafe tapi hanya beli minum saja. Wkwk.
"Balik yuk?"
Aku berdehem, "Gue balik sendiri aja deh."
"Kenapa?"
"Nggak apa-apa sih, mau balik sendiri aja."
Justin berdecak, "Lo jangan gitu dong, nanti kalau di jalan lo di culik gimana? Pasti gue yang disalahin. Kan lo habis ketemu sama gue."
Aku menatap Justin aneh, anak ini memang nggak jelas. "Lebay lo, mana mungkin ada yang berani nyulik gue. Gue kan wartawan, nanti peculiknya masuk koran kan malu."
Justin tertawa, "Yaudah, terserah apa lo kate, tapi lo harus balik sama gue titik!"
***
"Itu rumah gue yang gerbangnya warna biru."
Justin menghentikan mobilnya tepat di depan rumahku, ya, sesuai perintahku. Dalam perjalan, tidak ada banyak percakapan diantara kami, karena Justin sibuk menyanyikan lagu-lagu yang terputar dari radio mobilnya. Kalau boleh jujur, suaranya sangatlah merdu. Kalau di kategorikan, mungkin dia masuk kategori penyanyi internasional.
"Gue duluan ya," kataku lalu keluar dari mobil Justin.
Aku berdiri di depan gerbang. Dia membuka kaca mobilnya agar bisa bercakapan denganku.
"Gue balik ya," kata Justin.
Aku mengangguk, "Thanks, ya.."
"No problem."
Justin siap menginjak gasnya.
"Justin.." panggilku.
Justin menoleh, "Ya?"
"Hati-hati di jalan." kataku sambil tersenyum.
Justin mengedipkan sebelah matanya, "Siap nona." lalu menancap gas.
Aku tersenyum sambil memandangi mobil Justin yang sedang melaju, lama kelamaan semakin kecil sampai...hilang di telan tikungan.
Akupun masuk ke dalam rumah dengan hati yang berbunga-bunga. Thanks God, hari ini sangat indah. Ya, indah sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
FEELING [Jariana]
FanfictionTerkadang, rasa cinta kita terhadap seseorang dapat dengan mudah menutup rasa cinta orang lain terhadap kita.