Chapter 5

965 119 0
                                    

Kecerahan siang hari sudah tenggelam di telan gelapnya malam. Berbeda dengan hatiku, sejak tadi sore sampai sekarang hatiku masih saja diterangi indahnya jatuh cinta.

Senyumku ini tidak bisa dihentikan sejak tadi. Justin, kau benar-benar membuatku gila sepertinya.

Jutik. Jurnalis cantik.

Haha, kau memang paling bisa membuatku melayang tinggi, Justin. Kau sukses menggodaku sampai wajahku bersemu seperti ini. Dasar, Kapil. Kapten Centil.

Handphone-ku berdering. Tertera di layar handphone nama si pemilik hati, 'Justin'. Aku tersenyum lagi dan dengan segera mengangkatnya.

"Hai Jutik."

Aku tersenyum, "Ada apa Kapil?"

"Lo lagi ngapain? Pasti lagi mikirin gue ya..."

Dasar Kapil, tau aja kalau aku lagi memikirkan dia.

"Pede banget ya lo, gue...lagi nyusun artikel tau..." aku beralibi.

"Hm, masa si..."

Aku mendengus sebal, "Kapil, lo bisa nggak sih nggak usah nyebelin."

"Emang gue nyebelin? Tapi ngangenin juga kan..."

Damn. Yeah, you right, Justin. Kamu memang ngangenin.

"Terserah lo deh centil."

"Btw, besok lo ke turnamen sama siapa?"

Aku berdehem, "Belum tahu deh.."

"Kalau gitu bareng gue aja."

"Hm? Nggak deh..."

"Kenapa?"

"Lo kan harus konsentrasi tanding, ribet kalau harus jemput gue dulu."

"Nggak apa-apa! Pokonya besok pagi gue jemput ya. Titik. Bye Jutik."

Tut...sambungan terputus.

***

Aku sekarang sedang berada di dalam mobil Justin, tentunya bersama sang pemilik mobil. Aku dan Justin sedang dalam perjalanan menuju tempat turnamen. Tadi pagi Justin menjemputku, seperti yang dikatakannya semalam. Aku juga sudah mendapatkan dispensasi izin sekolah karena harus meliput turnamen ini.

"Jutik.."

Aku menoleh kearah Justin yang sedang menyetir mobil. "Apa?"

"Lo udah sarapan belum?" tanya Justin.

Aku berdehem, "Belum sih.."

"Kita makan bubur ayam dulu yuk?"

"Nggak usah deh, nanti lo telat gimana."

"Tenang aja, masih lama kok. Bubur ayamnya enak banget lho. Nyesel kalau nggak mau." kata Justin

"Iyaudah terserah lo aja lah, Kapil."

Justin tersenyum miring lalu menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Di depannya terdapat sebuah gerobak bertuliskan bubur ayam, disitu juga terdapat tenda yang dibawahnya terdapat meja panjang dan kursi-kursi plastik.

"Yuk turun." ajak Justin.

Aku mengangguk lalu turun dari mobil Justin. Aku dan Justin duduk di bangku pelastik yang disediakan oleh tukang bubur ayam tersebut.

"Lo suka pedes nggak?" tanya Justin.

Aku mengangguk.

"Bang, bubur ayam dua kayak biasa ya." kata Justin pada abang tukang bubur ayam.

"Siap!" jawab si abang antusias.

Aku tidak menyangka, sosok Justin yang kelihatannya...mmm tidak dapat ku definikan. Ternyata juga menyukai jajanan-jajanan pinggiran. Kagum.

"Lo suka makan makanan pinggir jalan kayak gini nggak nih?" tanya Justin

Aku berdecak, "Yailah, ini mah emang makanan sehari-hari gue, udah biasa."

Justin tersenyum setuju.

Si abang tukang bubur ayam meletakkan dua mangkok bubur dan dua gelas air diatas meja.

"Makasih ya,bang.." kata Justin.

"Sip" jawab si abang tukang bubur ayam.

"Ayo makan, Jutik. Asli enak banget. Cobain!" kata Justin.

Aku mengambil sendok lalu mengambil sesendok bubur dari mangkok dan memasukannya ke dalam mulutku, ku lakukan berkali-kali.

"Gimana? Enak kan?" tanya Justin

"Bukan main. Enak banget."

"Nanti kita kesini lagi kapan-kapan."

Aku mengangguk sambil tersenyum.

"Lo udah selesai belum makannya?" tanya Justin.

"Udah kok." kataku sambil meminum air dari gelas.

"Yaudah yuk berangkat."

***

Pertandingan basket telah usai. Dan....tim sekolahku menang. Otomatis Justin menang, dan aku akan mendapatkan makan siang gratis. Sungguh permainan Justin tadi mengagumkan, ia sangat lihai membawa bola basket kesana kemari, dan tidak pernah meleset saat memasukan bola ke dalam ring. Keren banget. Aku yang bertepuk tangan paling keras tadi. Aku suka dengan kelihaian yang dimiliki Justin dan juga aku suka.....orangnya.

"Congratulation.." kataku pada Justin

"Thanks so much. Tapi, jangan lupa lo gift-nya." kata Justin menagih janjiku.

"Siap! Traktirannya juga jangan lupa."

"Iya, balik ini kita makan." kata Justin.

"Bener? Ok"

Aku merapihkan jambul Justin. "Foto dulu dong."

Justin pun bergaya bak model, sungguh dia tampan sekali. Cekrik! Aku mengambil gambar Justin dengan kamera Jurnalistik.

"Sok ganteng banget deh si Kapil." ledekku.

"Emang ganteng kali." Justin menjulurkan lidah. "Yaudah makan yuk."

***

Aku dan Justin kini berada di salah satu rumah makan. Seperti yang Justin janjikan, ia akan mentraktirku karena kemenangannya.

Piring-piring yang tadinya masih terisi lengkap dengan lauk-pauk sekarang sudah kosong karena telah berpindah tempat ke dalam perut. Kenyang.

"Mau nambah?" tawar Justin.

Aku menggelengkan kepala, "Gila lo, perut gue bisa meledak."

Justin tertawa kecil. Lalu ia mendekatkan wajahnya padaku. Semakin dekat, semakin dekat...aku pun menutup mataku rapat-rapat. Aku tidak tahu apa yang akan Justin lakukan. Aku merasakan jarinya berada di ujung bibirku. Horor! Aku tak bisa membayangkannya.

"Ariana, lo kenapa?" tanya Justin.

Aku pun membuka mata sebelah kananku, setelah merasa aman, mata sebelah kiriku pun ikut terbuka.

"Lo ngapain deket-deket gitu, horor banget sih!" kataku.

Justin tertawa, "GR banget sih lo Jutik. Tadi itu di bibir lo ada nasi yang ketinggalan, ya gue cuma mau bersihin aja."

Duh, malu deh aku!

"Ya, salah lo sendiri nggak bilang apa-apa dulu, kan gue ngiranya yang nggak-nggak." kataku dengan malu.

Justin hanya tertawa-tawa saja melihat wajahku yang merah padam karena malu.

FEELING [Jariana]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang