Chapter 6

887 108 0
                                    

Aku duduk dibangku kelasku sambil bertopang dagu. Aku bingung harus ngapain, membosankan.

"Bengong aja.." celetuk seseorang pria yang tiba-tiba datang.

Pria tersebut duduk disampingku. Betapa mengejutkannya ketika aku tahu pria itu adalah...Justin.

"Justin?"

Justin tersenyum lebar padaku.

"Lo ngapain disini?" tanyaku.

Terlihat semua anak-anak dikelas memerhatikanku dan Justin. Pasti, karena di kelasku banyak penggemar kakak kelas si kapten basket centil, JUSTIN BIEBER.

"Emang nggak boleh gue kesini?" tanya Justin

"B-bukan nggak boleh, nggak enak aja."

"Gue kesini cuma mau nagih janji kok." kata Justin.

Aku mengerutkan dahi. "Janji?"

"Lo lupa? Masih muda aja udah pikun."

Aku manyun karena Justin bilang aku pikun. "Emang gue janji apaan?"

"Lo kan janji mau kasih gue gift!"

Gift?
Oh ya, aku paham sekarang, yang dia maksud itu, janjiku pada saat ia turnamen.

"Emang belum sampe ya gift nya?" tanyaku pada Justin.

Justin menggeleng, "Emang lo ngirimin?"

Aku mengangguk. "Yaudah deh gue kasih lagi kalau belum sampai ke lo."

"Asik" girang Justin.

Aku merogoh tasku dan mengambil sebuah buletin sekolah. Lalu memberikannya kepada Justin.

"Buletin? Ini sih gue udah punya." kata Justin.

Aku menatap Justin heran, "Tadi lo bilang belum sampai."

"Y-ya, masa gift nya ini sih. Apa spesialnya coba." kata Justin manyun.

Aku berdecak, lalu membuka halaman kedua buletin yang berisi artikel tentang kemenangan tim basket pada turnamen kemarin. "Ini spesial banget tau.."

Justin membuang muka padaku, "Tau ah.."

Aku menarik wajah Justin agar menghadap kepadaku, "Liat dulu nih. Tuh liat dibanding yang lain, foto lo sengaja gue gedein tuh biar keliatan. Dan nih liat di ujung atas kanan, baca sama lo korespondennya Ariana Grande. Jarang tau gue jadi koresponden. Kurang spesial apa coba gift dari gue." jelas aku. Dari awal, aku memang sudah berniat hanya mengerjai Justin saja. Haha.

Justin tersenyum miring, "Licik lo ya."

"Biarin." aku menjulurkan lidah. "Btw, disini banyak fans lo tau.." bisikku.

"Masa sih?" tanya Justin.

"Iya, coba aja lo liat ke belakang, mereka pasti lagi ngeliatin lo."

Justin menoleh ke belakang sambil melemparkan senyuman kepada teman-teman cewekku. Seketika saja kelas menjadi gaduh akibat teriakan histeris dari para cewek yang disenyumi oleh Justin tadi.

"Gilaaa, baru disenyumin aja teriaknya udah begitu." kataku.

"Gue balik ke kelas aja ah, di kelas lo ngeri. Bye Jutik." Justin keluar dari kelasku.

Aku hanya tertawa geli.

Seketika saja para cewek-cewek itu menghampiriku dan melempariku dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuatku pening.

"Ariana, lo kenal sama Justin?"

"Kok dia bisa nemuin lo sampe ke kelas sih, ngapain?"

"Lo pacaran sama dia?"

"Kenal dari mana lo?"

"Sejak kapan lo deket sama dia?"

Aku pun menyuruh mereka diam, "Gue sama dia tuh ada urusan ekskul. Kemarin gue abis ngeliput dia tanding basket."

"Ih, Ariana enak banget sih bisa kenal sama Justin."

"Iya, kalau begitu gue mau jadi jurnalis ah biar bisa ngeliput Justin."

"Iya, ngiri deh gue sama lo, Ri."

"Justin orangnya baik ya, Ri?"

"Ganteng banget sih, Justin.."

***

Ariana, gue di depan rumah lo.

Sebuah pesan singkat datang dari Ricky. Untuk apa Ricky datang ke rumahku? Sebenarnya aku sedang malas bertemu orang. Tapi, dia sudah di depan rumahku, kan tidak enak jika tidak ku temui.

Aku pun keluar rumah.

"Ricky, ada apa?" tanyaku dengan nada yang ramah.

"Gue ganggu lo nggak?" tanya Ricky.

Aku menggeleng, "Emangnya ada apa, ada yang penting?"

"Nih gue ada martabak buat lo." Ricky memberikanku sekotak martabak.

Aku menerimanya, "Makasih. Yaudah duduk, Ky."

Ricky pun duduk di bangku yang ada di teras rumah. Aku pun ikut duduk menemaninya. Kan, nggak mungkin kalau aku tinggal sendiri ya walaupun sebenarnya aku sedang malas kedatangan tamu.

"Oiya, mau minum apa?" tawarku.

"Nggak usah repot-repot."

Aku tersenyum. "Nggak apa-apa kok. Gue bikinin minum dulu ya."

Aku pun pergi ke dalam rumah untuk membuatkan minum. Akupun kembali keluar rumah dengan membawa segelas minuman jeruk. "Minum, Ky."

"Makasih ya, Ariana."

Aku tersenyum.

"Lo cantik." kata Ricky.

Aku mengerutkan dahi, Ricky apa banget deh tiba-tiba bilang begitu. Aku pun tersenyum tipis, "Apa sih, Ky."

"Gue serius, dimata gue, lo itu cewek yang paling sempurna, cantik, pinter, baik, nggak ada kurangnya deh pokoknya." kata Ricky.

"Lebay deh lo, Ky. Semua orang kan punya kekurangan." kataku sambil tertawa kecil.

"Kan tadi gue bilang kalau di mata gue."

Aku menghela nafas, "Iyadeh, makasih ya, Ky." kataku sambil tersenyum.

Tiba-tiba Justin datang kerumahku. Raut wajahnya seperti tidak senang melihatku dengan Ricky. Ck, aku tidak mau kedekatanku dengan Justin musnah begitu saja.

"Jus...tin?"

Justin tersenyum tipis.

"Ada apa?" tanyaku.

"Gue...cuma mau kasih ini aja." katanya sambil memberikanku sebuah bingkisan, aku menerimanya dengan bingung. "Gue balik ya." Justin lalu pergi begitu saja.

"T-tapi Just..."

Justin tak menggubris, ia tetap pergi. Aku rasa, ia marah? Apa iya? Entahlah.

"Itu Justin ngasih lo apa?" tanya Ricky.

Aku berdehem lalu menggeleng, "Nggak tahu, nanti aja deh gue bukanya."

Ricky pun tersenyum.

"Ky, kayaknya udah malam deh, gue juga udah ngantuk." kataku.

"Yaudah gue pulang aja deh."

"Ga...papa kan, Ky?" tanyaku, takut membuat Ricky tersinggung.

Ricky tersenyum, "Gapapa, gue balik ya."

Aku mengangguk, "Hati-hati ya."

Ricky pergi sambil tersenyum.

FEELING [Jariana]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang