Chapter 13

777 83 0
                                        

Aku membuka pintu ruang ICU. Aku memasuki ruang itu dengan langkah gemetaran. Baru saja aku masuk selangkah, namun aku sudah tidak sanggup melihat Ricky yang terbaring tak berdaya. Tubuhnya di penuhi selang-selang, sungguh itu membuatku miris melihatnya.

Air mata terjun dengan deras ke pipiku. Aku tak sanggup lagi, aku merasa aku adalah orang paling bodoh didunia ini. Aku tidak bisa melihat ketulusan hati Ricky, seharusnya aku tidak bersikap kasar kepadanya, aku benar-benar jahat, Maafin gue Ricky. Perasaan cintaku yang sangat dalam kepada Justin membuatku tidak bisa menghargai orang yang menyayangiku. Padahal, Justin belum tentu memiliki perasaan cinta yang dalam padaku seperti yang Ricky punya. Aku hanya memikirkan ego ku saja, aku tidak pernah memikirkan perasaan orang lain! Dasar, Ariana Stupid!

Aku berjalan menghampiri Ricky dengan gemetaran, aku duduk di kursi yang terdapat disamping ranjang Ricky. Bibirku gemetaran, aku tidak bisa menahan tangisku. Kondisi Ricky saat ini sungguh memprihatinkan. Dia benar-benar lemah. Aku memegang tangan Ricky yang terdapat selang infusan. Aku menangis di tangannya.

"Ricky, maafin gue, gue tau gue stupid banget. Please buka mata lo. Lo harus bangun, Ky! Gue nggak mau kehilangan sahabat yang tulus sayang banget sama gue." Aku terus menangis sambil menggenggam tangannya.

"A-ari-ariana..." panggil seseorang dengan lemahnya. Aku menoleh, Ricky ternyata sudah membuka matanya.

Aku langsung menghentikan tangisku dan tersenyum.

"Lo kenapa nangis?" tanya Ricky dengan suara yang kecil, hampir tak kedengaran.

"Ky, lo harus sembuh, Ky."

Aku melihat Ricky tersenyum, "Lo...udah maafin gue?"

Aku mengangguk sambil menatap Ricky miris, sungguh! Aku merasa bersalah sekali. "Gue minta maaf, Ky. Ini semua bukan salah lo, gue yang salah Ky! Gue..." air mata kembali terjun.

Ricky menggeleng pelan, "Lo nggak perlu nangis, Ri. Gue...bahagia banget. Gue bahagia Ariana Grande mau ngomong sama gue lagi."

Tangisku meledak. Oh my God. Apa segitunya aku ya, ya memang aku sangat keterlaluan. Aku tidak pernah merespon Ricky. Stupid!

"Maaf, Ky..." ya hanya itu yang bisa ku bilang, tidak ada kata lain selain maaf.

Ricky tersenyum, "Gue sayang sama lo....Ariana."

Tuuuuuut---itulah nafas terakhir Ricky.

***

Ricky sudah meninggalkan dunia ini seminggu yang lalu. Sampai sekarang, aku belum bisa menerimanya. Aku belum bisa jadi sahabat yang baik buat Ricky. Ini semua cuma karena apa? Karena cinta. Ya, karena kegilaanku yang mencintai Justin. Semenjak Ricky meninggal, Aku dan Justin semakin jauh, bukan karena apa-apa. Karena aku sengaja menjauhi Justin. Tidak perlu ditanya kenapa, karena menurutku, tidak ada gunanya lagi semua ini, dulu Justin pernah bilang bahwa aku dan dia itu hanya teman. Ya, teman. Itu bukanlah yang aku mau, sejak dulu aku tidak pernah mau hanya menjadi temannya, aku mau lebih dari itu. Jadi, untuk apa lagi diteruskan kedekatanku dengan Justin? Jika diteruskan, aku hanya bisa semakin tenggelam dalam cintanya dan semakin sulit melupakannya. Lalu, bagaimana jika suatu saat Justin meninggalkanku dengan pacar barunya? Aku tidak bisa berbuat apapun, ya seperti yang Justin bilang. Kita hanya teman. Tidak mungkin seorang teman marah ketika temannya memiliki pacar baru, dan tidak mungkin seorang teman merasa cemburu ketika temannya memiliki pacar baru. Itulah alasanku tidak mau menjadi temannya Justin, karena aku tahu, aku akan sering sakit hati jika hanya menjadi temannya. Jadi, lebih baik aku sekalian saja menjauh darinya.

Handphone-ku berdering. Aku melirik layar handphone-ku. Tertera nama Kapil di layar handphone-ku. Huft, Justin lagi? Kalau kelamaan seperti ini, bisa-bisa aku ganti nomor saja. Tapi, nomor ini sudah menjadi nomor kesayanganku. Handphone-ku terus-terusan berdering, arght, aku memutuskan untuk menonaktifkan handphone-ku. Aku mengambil buku pelajaran untuk besok, daripada aku seperti ini terus lebih baik aku belajar saja.

Tring!...sebuah benda jatuh ketika aku hendak mengambil buku. Aku melihat kebawah dan mengambilnya. Ternyata yang jatuh adalah sebuah cincin. Cincin ini...pemberian Justin. Tulisan Jutik di dalam cincin ini terlihat indah, membuatku ingat dengan goda-godaan Justin padaku, hm, aku merindukannya....

Oh my God! Tidak, ada apa dengan kamu Ariana Grande, kamu harus konsisten dong dengan apa yang ingin kamu lakukan. Kamu sudah memutuskan untuk melupakannya! Berarti kamu harus melupakannya.

"Hai Jutik.."

"Padahal baru ketemu, tapi udah kangen aja sama lo, Jutik!"

"Lagi ngapain? Pasti lagi mikirin gue kan..."

"Nyebelin juga ngangenin kan.."

"Kok kita samaan ya, jangan-jangan kita...jodoh!"

"Jutik. Jurnalis cantik!"

Zzzz-_-

Aku dengan segera sadar dari lamunanku. Apa-apaan ini, kenapa aku malah memikirkannya, please, aku ini ingin melupakannya, bukan memikirkannya.

Justin, lo itu manusia atau setan sih? Kok kerjaannya gentayangin gue mulu sih.

Aku membuka buku matematikaku, lebih baik aku belajar saja daripada memikirkan Justin terus. Menyebalkan.

"Sin alfa ditambah beta sama dengan sin alfa dikali cos beta ditambah......arght!"

Aku mengutuki diriku sendiri. Susah belajar disaat fikiranku yang sedang rumit seperti ini. Semua rumus-rumus yang telah aku hafal, tiba-tiba saja tak ku ingat. Aku menutup bukuku, lalu aku memutuskan untuk tidur saja. Ya, mungkin tidur adalah salah satu cara agar aku bisa melupakan sejenak masalah-masalahku. Ya, semoga saja.

FEELING [Jariana]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang